SURAU.CO —Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi, seorang ulama besar abad ke-5 Hijriah, dikenal sebagai Hujjatul Islam. Lahir di Thus, Persia, ia merupakan sosok yang tidak hanya ahli dalam fikih dan filsafat, tetapi juga seorang pembaharu spiritual dalam dunia Islam. Salah satu mahakaryanya, Bidayatul Hidayah“Permulaan Petunjuk” ditulis sebagai panduan praktis dan spiritual bagi pencari ilmu dan penempuh jalan Allah.
Kitab ini bukan hanya pedoman adab lahiriah, tetapi juga merawat dimensi batin. Ditulis dalam bahasa yang ringkas namun bernas, kitab ini sangat cocok dibaca oleh pemula yang ingin memulai perjalanan ruhaniah. Dalam khazanah Islam klasik, Bidayatul Hidayah menempati posisi istimewa karena menggabungkan antara syariat dan tasawuf dengan harmonis.
Bertayamum Menjaga Kesucian Dalam Keterbatasan
Imam Al-Ghazali menulis:
“وَإِذَا عَدِمْتَ الْمَاءَ فَتَيَمَّمْ، وَاعْلَمْ أَنَّ التَّيَمُّمَ رُخْصَةٌ مِّنَ اللَّهِ تَعَالَى لِعِبَادِهِ فِي حَالِ الضَّرُورَةِ، فَلَا تَسْتَخِفَّ بِهِ”
“Jika engkau tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah. Ketahuilah bahwa tayamum adalah keringanan dari Allah Ta’ala bagi hamba-Nya dalam keadaan darurat. Maka jangan meremehkannya.”
Kutipan ini menegaskan bahwa tayamum bukan sekadar pengganti wudu, melainkan juga bentuk kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya. Dalam keterbatasan fisik, Islam tetap memberikan jalan untuk menjaga hubungan spiritual. Tayamum menjadi simbol bahwa kesucian hati lebih utama daripada semata kesempurnaan ritual.
Di masa kini, ketika air sulit didapat dalam perjalanan atau dalam kondisi sakit, tayamum mengajarkan fleksibilitas hukum Islam yang berakar pada rahmat, bukan sekadar teks kaku. Ia mengajarkan bahwa kesungguhan dalam menjaga ibadah lebih penting daripada kemudahan teknis semata.
Menjaga Adab Saat Bertayamum
Al-Ghazali mengingatkan agar saat bertayamum, niat dan adab tetap dijaga. Beliau menyarankan:
“إِذَا ضَرَبْتَ يَدَيْكَ عَلَى التُّرَابِ فَانْوِ بِذَلِكَ الرُّخْصَةَ وَالطَّهَارَةَ، ثُمَّ امْسَحْ وَجْهَكَ وَيَدَيْكَ.”
“Ketika engkau menepukkan kedua tanganmu ke tanah, niatkanlah bahwa itu adalah bentuk keringanan dan pembersihan. Kemudian usapkan ke wajah dan tanganmu.”
Dengan bahasa yang lembut dan penuh makna, Al-Ghazali menekankan pentingnya niat dalam setiap gerak ibadah. Bahkan dalam keadaan darurat, nilai spiritual tidak boleh diabaikan. Tayamum bukan sekadar ritual, tapi ekspresi dari kebersihan batin, kesungguhan niat, dan tunduk pada rahmat Allah.
Dalam kehidupan modern, banyak orang menghadapi keterbatasan fisik, kondisi medis, atau lingkungan yang menyulitkan. Namun adab spiritual yang ditanamkan Al-Ghazali menjadi pengingat bahwa dalam keterbatasan sekalipun, ibadah tetap mungkin dilakukan dengan khidmat dan hati yang bersih.
Tayamum dan Kesadaran Ruhani
Lebih dalam lagi, tayamum menjadi refleksi dari kesadaran ruhani. Tanah sebagai media tayamum mengingatkan kita akan asal-usul kita, dari tanahlah kita diciptakan, dan kepadanya kita kembali. Dalam kondisi terdesak, manusia kembali pada elemen dasar ciptaannya, untuk menyucikan dirinya secara simbolik dan spiritual.
Bayangkan seorang petani di pelosok desa yang kehabisan air, namun tak ingin meninggalkan shalat. Dengan memukulkan tangan ke tanah sawah, ia mengangkat tangan dengan harapan dan tunduk. Begitu pula dengan seorang pasien di ruang isolasi yang tak bisa beranjak ke kamar mandi. Tayamum menjadi jembatan spiritual dalam keterbatasannya.
Melalui tayamum, Islam mengajarkan bahwa kemurnian niat dan keikhlasan jauh lebih bernilai dibandingkan formalitas belaka. Inilah pendidikan spiritual yang mengakar dari tradisi tasawuf klasik, namun tetap menyapa realitas kita hari ini.
Jalan Ibadah dalam Keterbatasan
Di tengah kehidupan yang tidak selalu sempurna, tayamum adalah pengingat bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya di luar kemampuan mereka. Bahkan dalam keadaan paling sulit, kita tetap bisa dekat dengan-Nya.
Mari kita jaga adab, niat, dan kesungguhan dalam ibadah, sekecil apapun bentuknya. Karena Allah melihat hati sebelum gerakan.
اللهم اجعلنا من عبادك المتطهرين، وألهمنا أدب القرب منك في كل حال.
Semoga kita selalu diberi kekuatan untuk menjaga kesucian lahir dan batin, bahkan dalam keadaan yang paling sempit sekalipun.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
