SURAU.CO – Dalam sejarah Islam, banyak kisah kepahlawanan yang membangkitkan semangat juang dan meneguhkan keimanan. Salah satu kisah paling menggetarkan datang dari pedang Zulfikar dan pemilik yang melegenda, Ali bin Abi Thalib RA. Zulfikar bukan sekadar senjata, tetapi simbol keberanian, keadilan, dan pengabdian tanpa batas kepada Islam.
Asal-Usul Pedang Zulfikar
Para ulama tidak menemukan satu sumber pasti tentang asal-usul pedang Zulfikar. Sebagian besar riwayat menyatakan bahwa Rasulullah SAW memperoleh Zulfikar dari rampasan Perang Badar, lalu beliau memberikan pedang itu kepada Ali bin Abi Thalib RA. Dalam tradisi peperangan saat itu, pasukan Muslim membagi rampasan perang secara adil, sementara seperlimanya menjadi hak Nabi SAW.
Namun riwayat lain mengisahkan bahwa Malaikat Jibril langsung menyerahkan Zulfikar kepada Nabi Muhammad SAW sebagai anugerah dari langit. Nabi kemudian mewariskan pedang itu kepada menantunya, Ali bin Abi Thalib RA, sebagai bentuk kepercayaan dan pengakuan atas keberaniannya di medan laga.
Selain itu, sejumlah kitab seperti Tarikh Thabari, Majma’ al-Zawaid, dan Bihar al-Anwar —sebagaimana dikutip oleh Sayyid Mundzir al-Hakim dalam A’lam al-Hidayah: Al-Rasul al-A’zham —menyebutkan keberadaan Zulfikar dalam berbagai pertempuran besar kaum Muslimin.
Dalam sebuah pertempuran, Jibril turun dan berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, ini adalah hiburan (bagimu).”
Lalu Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya ia (Ali) dariku dan aku darinya.”
Jibril pun menimpali, “Dan aku dari kalian berdua.”
Tak lama kemudian, para pejuang Muslim mendengar seruan: “Tiada pedang seperti Zulfikar dan tiada pemuda seperti Ali.”
Ali bin Abi Thalib: Ksatria Tanpa Tanding
Sejak usia muda, Ali bin Abi Thalib RA terus menunjukkan keberanian yang luar biasa. Dalam Perang Badar, ketika usianya baru 25 tahun, ia tampil sebagai ksatria utama. Ia menggunakan Zulfikar untuk mengalahkan banyak musuh dari kaum Quraisy. Lebih dari itu, Ali juga menjadi teladan dalam akhlak. Saat berduel dan lawannya tak sengaja membuka aurat, ia segera menghentikan serangan. Ia tidak mau mencederai kehormatan manusia, bahkan di medan perang.
Selanjutnya, dalam Perang Uhud, suara Zulfikar dan nama Ali RA menggema di seluruh barisan Muslim. Di tengah serangan hebat kaum musyrik, Ali berdiri kokoh bak benteng hidup bagi Rasulullah SAW. Ia mengurung siapa pun yang mendekat kepada Nabi SAW. Saat itulah kaum Muslimin mempunyai slogan yang abadi:
“Tidak ada pedang setajam Zulfikar dan tidak ada pemuda setangguh Ali.”
Ali juga mengenakan baju besi yang hanya menutupi bagian depan tubuhnya. Saat seseorang bertanya mengapa ia tidak melindungi punggungnya, ia menjawab, “Kalau aku menghadapi musuh dari belakang, niscaya aku akan binasa.” Dengan jawabannya, Ali menegaskan bahwa ia tidak pernah memberi ruang untuk mundur dalam perjuangan.
Zulfikar dalam Perang Khandaq dan Khaibar
Keberanian Ali RA kembali terlihat dalam Perang Khandaq . Saat Amar bin Abdi Wud, pendekar kafir paling ditakuti, menerobos parit, Ali maju tanpa ragu. Dengan satu tebasan Zulfikar, ia membelah tubuh Amar menjadi dua. Aksi heroik itu semakin memperkuat keyakinan umat Islam bahwa Ali dan Zulfikarnya merupakan kekuatan yang tak ditantang .
Setelah itu, dalam Perang Khaibar, Rasulullah SAW menunjuk Ali sebagai panglima perang. Kaum Yahudi sebelumnya membuat perjanjian damai dalam Perjanjian Hudaibiyah, namun mereka mengingkarinya. Ketika benteng Khaibar menjadi simbol kekuatan mereka, Nabi SAW berdoa,
“أعطي هذه الراية لمن يحب الله ورسوله، ويحبه الله ورسوله.”
“Aku akan memberikan panji ini kepada seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Ketika Rasulullah menyebut nama Ali, para sahabat merasa yakin bahwa kemenangan sudah di depan mata. Dengan Zulfikar di tangan, Ali menerobos benteng dan memberdayakan dua panglima tangguh Yahudi, Marhab dan Yasin, yang bertubuh raksasa. Akhirnya, Ali meruntuhkan benteng Khaibar dan membawa kemenangan bagi umat Islam.
Lebih dari Sekadar Pedang
Zulfikar memang legendaris dan tajam. Namun, yang menjadikannya agung adalah tangan yang memegangnya—Ali bin Abi Thalib RA. Ia menyatakan bukan untuk dunia, tetapi untuk menegakkan Islam dan membela kebenaran. Ia memegang Zulfikar dengan iman, bukan dengan nafsu kekuasaan.
Kisah Ali dan Zulfikar tidak sekadar menggambarkan keberanian fisik. Mereka mengajarkan bahwa keberanian sejati lahir dari hati yang kokoh dalam kebenaran dan iman yang tidak tergoyahkan. Ali tidak pernah gentar berdiri di barisan paling depan, bahkan saat bahaya mengintai dari segala arah.
Kini, kita mungkin tidak lagi menggenggam pedang seperti Zulfikar. Namun jiwa keberanian dan keikhlasan seperti yang ditunjukkan oleh Ali bin Abi Thalib RA tetap relevan dalam menghadapi tantangan zaman. Zulfikar kini hidup dalam setiap hati yang berani melawan ketidakadilan dan berdiri di sisi kebenaran.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
