Kenangan di Halaman Madrasah: Jejak Sebuah Generasi di MAN/MAPK Koto Baru Padang Panjang.
Diantara ribuan foto yang pernah diabadikan dalam hidup, ada satu yang memiliki makna istimewa, yaitu foto bersama teman-teman semasa belajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) atau Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Koto Baru, Padang Panjang. Di halaman depan sekolah yang asri dengan latar belakang bangunan beratap gonjong khas Minangkabau, kami berdiri dan duduk berjejer rapi, mengenakan seragam putih abu-abu, menatap masa depan dengan semangat yang membara.
Waktu itu, kami belum sepenuhnya menyadari bahwa kami sedang membentuk sejarah kecil dalam kehidupan kami masing-masing. Foto ini bukan sekadar potret fisik, tapi arsip emosional yang merekam nilai-nilai, perjuangan, canda tawa, dan cita-cita yang tumbuh di lingkungan madrasah yang sarat dengan nilai-nilai keislaman, keilmuan, dan kebangsaan.
Latar Belakang Sekolah yang Menginspirasi
MAN/MAPK Koto Baru bukanlah sekolah biasa. Ia adalah madrasah unggulan di bawah naungan Departemen Agama RI (sekarang Kementerian Agama), yang menjadi tempat penempaan generasi muda dengan wawasan keislaman yang mendalam dan semangat kebangsaan yang tinggi. MAPK, sebagai program khusus, memiliki fokus pada penguatan bahasa Arab, bahasa asing lainnya, serta penguasaan ilmu-ilmu keislaman secara mendalam sejak usia muda.
Atmosfer di madrasah ini bukan hanya membentuk kecerdasan intelektual, tetapi juga membangun adab dan akhlak. Kami dididik untuk tidak sekadar cerdas, tetapi juga jujur, disiplin, rendah hati, dan berorientasi pada kebermanfaatan.
Suasana Belajar dan Persaudaraan yang Kuat
Foto ini adalah bukti nyata dari kuatnya ukhuwah islamiyah di antara kami. Di sinilah kami belajar bersama, saling bantu saat menghadapi kesulitan pelajaran, belajar kelompok hingga malam hari, berdiskusi seputar tafsir, hadits, fiqh, dan juga ilmu-ilmu umum.
Kami memiliki guru-guru yang bukan hanya mengajar, tetapi juga membimbing dan membentuk karakter. Mereka adalah sosok teladan yang sabar, penuh kasih sayang, namun tegas dalam mendidik. Bahkan, tak jarang kami merasa lebih dekat kepada guru kami dibandingkan kepada orang tua, karena banyak dari kami yang merantau dan tinggal di asrama atau rumah sewa.
Kehidupan di madrasah dan asrama melatih kami menjadi mandiri. Dari bangun pagi untuk shalat subuh berjamaah, belajar di kelas hingga sore, lalu mengisi malam dengan murojaah hafalan, berdiskusi, dan berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, pidato bahasa Arab dan Inggris, atau latihan dakwah. Semua itu menjadi bekal berharga dalam perjalanan hidup kami selanjutnya.
Makna Sebuah Kebersamaan
Wajah-wajah dalam foto ini mungkin telah berubah. Waktu telah membawa kami ke berbagai penjuru dunia. Ada yang menjadi ustadz, dosen, dokter, guru, PNS, pengusaha, politisi, hingga petani dan nelayan yang mulia. Tapi ikatan batin kami tak pernah pudar.
Foto ini menyatukan kisah-kisah yang tak tertulis: tentang perjuangan menghadapi ujian semester, tentang berbagi mie instan di malam hari karena uang saku menipis, tentang tawa lepas di lapangan ketika bermain sepak bola atau bercanda di sela-sela pelajaran. Setiap orang dalam foto ini memiliki cerita yang tak tergantikan.
Yang duduk di baris depan mungkin kini telah menjadi kepala sekolah, yang berdiri paling kiri kini menjadi tokoh masyarakat di kampungnya, dan yang tersenyum lebar di tengah-tengah mungkin kini berdakwah di pelosok negeri.
Warisan Nilai dari Madrasah
Yang diwariskan madrasah ini kepada kami bukan sekadar ijazah, tapi prinsip hidup. Di sini kami belajar bahwa hidup bukan sekadar mencari sukses pribadi, tapi tentang kontribusi. Bahwa ilmu harus diamalkan, bahwa kebaikan harus ditebar, bahwa Islam bukan hanya dipelajari, tetapi dihidupkan dalam keseharian.
Kami diajarkan mencintai Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai cahaya hidup. Kami dikenalkan dengan para ulama klasik dan kontemporer, diajak untuk berdialog, berpikir kritis namun tetap berpegang pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Dan yang tak kalah penting, kami dibekali dengan semangat cinta tanah air, menjaga NKRI dengan cara-cara ilmiah, damai, dan berlandaskan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Refleksi Diri dan Harapan untuk Generasi Berikutnya
Kini, saat kami melihat kembali foto ini setelah bertahun-tahun, ada rasa haru, bangga, dan tanggung jawab. Haru karena banyak dari teman-teman di foto ini yang telah berpulang lebih dahulu ke Rahmatullah—semoga Allah menempatkan mereka di tempat yang terbaik. Bangga karena banyak dari kami yang terus berkontribusi untuk umat dan bangsa. Dan tanggung jawab karena kami adalah penerus estafet ilmu dan dakwah dari madrasah tercinta ini.
Kami berharap adik-adik kelas yang kini mengisi bangku-bangku madrasah, juga para orang tua yang menyekolahkan anaknya di MAN/MAPK Koto Baru, tetap menjaga semangat keilmuan dan keislaman. Karena madrasah adalah benteng terakhir dari nilai-nilai luhur dalam pendidikan nasional.
Penutup: Kami adalah Angkatan yang Pernah Tumbuh di Tanah Madrasah
Jika ditanya, dari mana kami berasal? Maka kami akan menjawab: kami adalah angkatan yang pernah tumbuh di tanah madrasah. Di tempat yang sunyi dari gemerlap dunia, tapi kaya dengan cahaya ilmu dan iman. Di tempat kami belajar menghargai perbedaan, memperkuat kebersamaan, dan merajut masa depan.
Foto ini akan selalu menjadi pengingat, bahwa kami pernah bersama dalam sebuah misi mulia: menuntut ilmu karena Allah. Dan insya Allah, semoga ilmu yang kami peroleh menjadi amal jariyah, menjadi penerang jalan kehidupan kami dan generasi setelah kami. Semoga Allah memberkahi seluruh alumni dan keluarga besar MAN/MAPK Koto Baru Padang Panjang. Aamiin. (Tengku Iskandar, M.Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.