Pendidikan
Beranda » Berita » Pendidikan Kita: Mencetak Robot atau Manusia Ulul Albab?

Pendidikan Kita: Mencetak Robot atau Manusia Ulul Albab?

Gambar Robot Membawa Cangkir
Gambar Robot Membawa Cangkir

SURAU.CO-Pendidikan kita hari ini menghadapi dilema besar: apakah mencetak robot atau manusia Ulul Albab? Frasa ini bukan sekadar provokasi, tetapi panggilan untuk merefleksi tujuan mendasar dari proses pendidikan. Pendidikan kita, sayangnya, sering kali hanya menargetkan hasil kognitif—nilai, prestasi, peringkat—tanpa membentuk karakter ruhani sebagaimana dicontohkan oleh sosok Ulul Albab dalam Al-Qur’an.

Sebagai umat Islam, kita tidak hanya harus cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak secara spiritual. Sistem pendidikan seharusnya tidak menjadikan peserta didik sekadar mesin hafalan, melainkan pribadi yang mampu berpikir kritis, berzikir, dan merenungi ciptaan Allah—itulah ciri manusia Ulul Albab.

Pendidikan Sekadar Nilai atau Misi Kehidupan?

Ketika pendidikan hanya mengejar angka-angka, maka generasi yang lahir menjadi cakap secara teknis namun rapuh secara moral. Mereka tahu rumus, tetapi tidak mengerti arah hidup. Dalam perspektif Islam, ilmu seharusnya menjadi cahaya, bukan hanya alat ekonomi. Ulul Albab muncul dari sinergi antara ilmu dan amal, bukan dari pengulangan data semata.

Saat mengisi pelatihan di beberapa sekolah, penulis melihat banyak siswa mampu menjawab soal akademik, tetapi bingung menjawab pertanyaan mendasar: untuk apa aku hidup? Kondisi ini mencerminkan kegagalan sistem yang mengabaikan dimensi tauhid dalam pendidikan.

Al-Qur’an (Ali Imran: 190–191) menggambarkan ciri Ulul Albab: mereka senantiasa berzikir dalam segala keadaan dan merenungkan ciptaan langit dan bumi. Mereka tidak hanya berpikir logis, tetapi juga spiritual. Model pendidikan ideal harus membentuk pribadi seperti ini—yang menggabungkan logika, perenungan, dan ketundukan kepada Allah.

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Untuk menciptakan manusia Ulul Albab, para pendidik perlu menyatukan zikir dan pikir dalam setiap pelajaran. Pelajaran agama harus menyatu dengan pelajaran umum. Matematika bisa membangkitkan keajaiban terhadap keteraturan ciptaan Allah, sains harus menumbuhkan rasa syukur atas hukum alam, dan sejarah wajib membangkitkan kesadaran perjuangan umat.

Dari Hafalan Menuju Kesadaran Ruhani

Realita di sekolah-sekolah masih didominasi hafalan tanpa pemaknaan. Anak-anak sering menghafal ayat demi ayat tanpa pernah diajak merenungi maknanya. Padahal Ulul Albab bukan hanya mereka yang banyak hafal, melainkan yang mampu menghidupkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam wawancara dengan alumni pesantren berbasis Ulul Albab, mereka menyebutkan bahwa pelajaran tidak berhenti di kelas. Interaksi harian yang dipenuhi nilai-nilai Islam turut membentuk karakter mereka. Pendekatan ini sangat berbeda dibanding sistem konvensional yang terlalu akademik dan kering secara ruhani.

Sistem pendidikan Islam harus memiliki orientasi jangka panjang: tidak hanya fokus pada dunia, tetapi juga akhirat. Tujuan akhirnya bukan sekadar mencetak sarjana, tetapi mencetak hamba Allah yang berilmu dan bertakwa. Inilah bedanya pendidikan yang mencetak robot dengan pendidikan yang melahirkan Ulul Albab.

Beberapa perguruan tinggi Islam seperti UII dan UNIDA Gontor mulai mengadopsi pendekatan ini secara menyeluruh. Namun pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, implementasi tersebut masih terbatas dan perlu dorongan lebih luas dari berbagai pihak.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Kita tidak bisa membiarkan pendidikan hanya mencetak robot akademik. Sudah saatnya kita beralih ke sistem yang menghidupkan hati, menyinari akal, dan membentuk insan paripurna. Manusia Ulul Albab bukan sekadar tahu banyak, tetapi tahu arah hidup dan tunduk kepada Tuhannya.

Pendidikan adalah jalan panjang menuju peradaban. Jika jalurnya keliru, maka generasi pun akan kehilangan identitasnya. Kini saatnya kita bertanya: apa yang kita ajarkan, untuk siapa, dan untuk tujuan apa kita mendidik? (Hen)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement