Pendidikan
Beranda » Berita » Metode Memahami Makna Spesifik dalam Al-Qur’an

Metode Memahami Makna Spesifik dalam Al-Qur’an

Dua Metode Memahami Makna Spesifik dalam Al-Qur’an

Dua Metode Memahami Makna Spesifik dalam Al-Qur’an

 

 

Dalam memahami Al-Qur’an, ternyata ada dua pendekatan utama yang dapat dilakukan untuk menggali makna spesifik dari satu kata atau satu ayat:

Mentafsirkan (Interpretasi Berdasarkan Ilmu Balaghah)

Yaitu memahami ayat dengan menafsirkan secara linguistik dan tata bahasa Arab.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Pendekatan ini digunakan oleh para mufassir klasik, seperti al-Zamakhsyari, al-Razi, maupun al-Qurtubi, yang menekankan keindahan dan kedalaman makna bahasa Arab.

Sangat berguna untuk memahami keindahan susunan kalimat, makna kata, dan konteks gramatikal ayat.

Mentafshilkan (Penjabaran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an)

Metode ini lebih tadabburi, yaitu mengaitkan satu ayat dengan ayat-ayat lain yang semakna, senada, dan saling menjelaskan.

Berasal dari pendekatan “Al-Qur’an menjelaskan dirinya sendiri”, sebagaimana firman Allah:

> “Tidakkah mereka menghayati (mentadabburi) Al-Qur’an? Sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, niscaya mereka akan mendapat banyak pertentangan di dalamnya.” (QS. An-Nisa [4]: 82)

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

> “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (QS. Shaad [38]: 29)

> “Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an ataukah hati mereka telah terkunci?” (QS. Muhammad [47]: 24)

Contoh Tadabbur:

> “Alif Laam Raa, (inilah) sebuah kitab yang ayat-ayatnya disusun rapi dan dijelaskan secara terperinci (fush-shilat), diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.”
(QS. Hud [11]: 1)

Semakna juga dengan:

Hidup Lambat (Slow Living) ala Rasulullah: Menemukan Ketenangan di Kitab Nawawi

> “Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan satu per satu, sebagai bacaan dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui.”
(QS. Fushshilat [41]: 3)

Tadabbur Mengalahkan Keterbatasan Bahasa

Menariknya, metode tafsil (penjabaran ayat dengan ayat lain) tidak mensyaratkan kita harus ahli tata bahasa Arab. Mengapa?

Karena Al-Qur’an bukan hanya ditujukan untuk orang Arab saja.
Pesan-pesan ilahi bisa dipahami oleh siapa pun yang bersungguh-sungguh men-tadabburi.
Bahkan dalam QS. Al-A’raf [7]: 204, Allah berfirman:

> “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.”

Artinya, cukup dengan mendengarkan dan merenungkan, banyak makna Al-Qur’an yang bisa meresap ke hati.

Contoh Realita Sosial:

Banyak orang Indonesia yang tidak mengerti tata bahasa Indonesia dengan baik, namun tetap dapat memahami maksud suatu pesan atau percakapan.
Sebaliknya, Abu Jahal — meski fasih dan asli Arab Quraisy — justru tidak memahami makna spiritual dari Al-Qur’an karena hatinya tertutup oleh kesombongan dan hawa nafsu.

Kesimpulan: Al-Qur’an dapat dipahami dengan dua pendekatan

1. Tafsir (berbasis ilmu bahasa dan penafsiran).
2. Tafshil (berbasis korelasi ayat dan tadabbur).

Pendekatan tafshil adalah bentuk petunjuk internal Al-Qur’an yang diturunkan langsung oleh Allah untuk membimbing siapa pun yang tulus mencarinya, bahkan tanpa harus menguasai seluruh tata bahasa Arab.

Jadi, mari kita biasakan tadabbur, menyelami ayat demi ayat, dan menemukan hubungan antar bagian dalam Al-Qur’an. Karena Allah sendiri yang menjelaskan firman-Nya, bukan semata-mata ahli bahasa. Silakan bagikan jika menurut Anda ini bermanfaat untuk memperluas wawasan umat dalam memahami Al-Qur’an secara menyeluruh dan lebih dekat dengan hidayah Allah.

 

 


 

Additional: Belajar Sambil Bermain, Kreativitas dan Logika Anak dalam Pembelajaran Tematik.

Seorang anak sedang duduk bersila di atas lantai bermotif kotak hitam-putih. Ia mengenakan seragam sekolah berwarna hijau dengan atasan putih, khas anak-anak sekolah dasar atau taman kanak-kanak. Tangannya sedang menyusun tutup botol plastik berwarna biru membentuk pola yang rapi dan simetris, sementara di sekelilingnya berserakan stik es krim berwarna-warni seperti ungu, merah muda, hijau, dan putih. Aktivitas sederhana ini menyimpan makna besar dalam dunia pendidikan anak usia dini.

Bermain sebagai Sarana Pembelajaran

Anak-anak pada usia dini belajar paling efektif melalui bermain. Aktivitas seperti menyusun tutup botol dan stik es krim bukan sekadar hiburan, tetapi sarat nilai edukatif. Kegiatan ini melatih koordinasi motorik halus, kemampuan berpikir logis, serta kreativitas. Anak belajar mengenali warna, bentuk, dan jumlah, serta memahami konsep pola dan urutan.

Pembelajaran yang menggabungkan permainan dan eksplorasi bahan daur ulang juga mengajarkan anak untuk peduli terhadap lingkungan. Tutup botol bekas yang disusun bukan hanya alat belajar, tapi juga perkenalan awal tentang pentingnya mengurangi sampah dan mendaur ulang barang-barang yang masih bisa digunakan.

Melatih Kecerdasan Majemuk Anak

Sarana untuk mengembangkan berbagai jenis kecerdasan anak, antara lain:

Kecerdasan logis-matematis: Anak menghitung jumlah tutup botol, mengatur pola, dan mencocokkan posisi.
Kecerdasan visual-spasial: Anak membayangkan bentuk dan ruang saat menyusun bahan-bahan tersebut.
Kecerdasan kinestetik: Gerakan tangan yang presisi saat mengambil dan menata benda melatih motorik halus.
Kecerdasan interpersonal: Bila dilakukan dalam kelompok, anak belajar berinteraksi, berbagi, dan bekerja sama.

Mendorong Pembelajaran Berbasis Proyek

Kegiatan seperti ini dapat dikembangkan menjadi bagian dari project-based learning (PBL) di tingkat TK atau SD. Misalnya, guru memberi tantangan kepada siswa untuk membuat bangunan atau hewan dari tutup botol dan stik es krim. Anak-anak kemudian diminta menjelaskan hasil karyanya di depan teman-temannya. Hal ini mendorong anak untuk berani bicara, menjelaskan ide, dan menumbuhkan rasa percaya diri.

Islam dan Pendidikan Anak

Dalam Islam, anak adalah amanah dan anugerah dari Allah yang harus dididik dengan baik. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan potensi anak. Maka, kegiatan seperti bermain sambil belajar adalah bagian dari pendidikan yang bernilai dalam Islam, karena memperhatikan perkembangan fitrah dan minat anak.

Kesimpulan: pelajaran berharga tentang bagaimana proses belajar anak tidak harus selalu dilakukan dengan buku dan pena. Kreativitas, alat sederhana, dan pendekatan bermain dapat menjadi metode efektif untuk menanamkan banyak nilai dan ilmu. Guru dan orang tua hendaknya mendukung aktivitas semacam ini, karena justru di sanalah letak fondasi kecerdasan dan karakter anak dibentuk secara alami dan menyenangkan.

Mari dukung pembelajaran aktif, kreatif, dan penuh makna bagi generasi masa depan. Karena pendidikan sejati bukan hanya mengisi kepala anak dengan informasi, tapi menghidupkan potensi yang Allah tanamkan dalam diri mereka sejak lahir. (Tengku Iskandar, M.Pd)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement