Surau.co. Kepercayaan kepada nabi termasuk dalam rukun iman bagi umat Islam. Mirisnya, dalam perkembangan Islam ditemukan orang mengaku sebagai nabi alias nabi palsu.
Para nabi termasuk dalam golongan manusia biasa, namun mereka para nabi adalah pembawa risalah wahyu Ilahi. Nabi dan rasul memberikan petunjuk dan bimbingan kepada umat manusia dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran Allah.
Disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 40 bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah nabi terakhir sekaligus penutup seluruh risalah kenabian,
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi (khatam an-nabiyyīn).”
Syarat Kenabian Menurut Islam
Adapun syarat utama kenabian adalah sebagai berikut :
-
Dipilih oleh Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an (Al-An’am: 124), kenabian tidak bisa ditentukan oleh manusia.
-
Mendapat wahyu dari Allah . Wahyu adalah sarana utama yang membedakan nabi dari manusia biasa.
-
Memiliki akhlak yang luhur dan kejujuran yang mutlak. Semua nabi memiliki sifat shidiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathanah (cerdas).
-
Tidak melakukan dosa besar. Nabi dijaga dari kesalahan besar yang dapat merusak misinya.
Dalam Al Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 40 secara eksplisit menutup pintu kenabian setelah Rasulullah wafat. Dalam hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya risalah dan kenabian telah terputus, maka tidak ada nabi setelahku.” (HR. Tirmidzi, Ahmad)
Fenomena Nabi Palsu dalam Sejarah Islam
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, muncul beberapa orang yang mengaku sebagai nabi.
1. Musailamah Al-Kadzdzab. Musailamah berasal dari Yamamah, wilayah Arab tengah. Ia mengaku sebagai nabi pada masa Rasulullah masih hidup, bahkan mengirim surat kepada Rasulullah untuk menawarkan pembagian kekuasaan kenabian.
Rasulullah menolaknya dan menyebut Musailamah sebagai “si pembohong besar”. Musailamah kemudian tewas dalam Perang Yamamah melawan pasukan Khalid bin Walid.
2. Al-Aswad Al-‘Ansi. Ia adalah seorang dukun dari Yaman yang mengaku nabi menjelang wafatnya Rasulullah. Al Aswad dikenal karena sihir dan kemampuan memanipulasi orang-orang di sekitarnya. Wafatnya Al-Aswad menjadi bagian dari rangkaian penumpasan nabi-nabi palsu oleh para sahabat.
3. Tulaihah bin Khuwailid. Tulaihah berasal dari suku Asad. Ia mengaku nabi setelah Rasulullah wafat dan memimpin pemberontakan. Ia akhirnya kalah dalam Perang Buzakhah dan sempat melarikan diri. Menariknya, Tulaihah kemudian masuk Islam kembali dan bahkan ikut berjuang dalam perang Qadisiyah melawan Persia.
4. Sajah binti Al-Harits. Sajah adalah satu-satunya perempuan yang mengaku nabi dalam sejarah awal Islam. Ia berasal dari kabilah Tamim dan sempat menjalin aliansi dengan Musailamah. Setelah Musailamah tewas, Sajah menghilang dari catatan sejarah. Beberapa sumber menyebutkan ia kemudian meninggalkan klaim kenabian dan kembali memeluk Islam.
Fenomena nabi palsu tidak berhenti di masa Khulafaur Rasyidin. Dalam sejarah modern, muncul beberapa tokoh mengaku nabi. Pertama adalah Mirza Ghulam Ahmad (1835–1908), pendiri Ahmadiyah. Kedua ialah Ahmad Mushaddeq (Indonesia), pendiri aliran Millah Abraham juga mengaku sebagai penerima wahyu.
Hadis riwayat Abu Dawud menyebutkan:
“Akan ada dalam umatku tiga puluh orang pembohong besar, semuanya mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi.”
Pecahnya persatuan, penyesatan aqidah, dan pemberontakan sosial sering menyertai para nabi palsu. Para nabi palsu sering memanipulasi teks-teks agama dan mengklaim wahyu untuk memperkuat posisi politik dan ekonomi mereka.
Islam mengajarkan bahwa wahyu sudah sempurna dan tidak butuh nabi baru.
Sikap Islam terhadap Nabi Palsu
Islam memerintahkan umatnya untuk menolak dan waspada terhadap pengakuan nabi baru. Ulama sepakat bahwa mengaku sebagai nabi setelah Muhammad adalah bentuk kekufuran dan murtad dari Islam.
Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menyebutkan bahwa klaim kenabian setelah Rasulullah adalah bentuk penodaan agama.
Negara Islam sejak masa sahabat memiliki wewenang untuk menghukum nabi palsu jika menimbulkan ancaman terhadap umat.
Umat Islam harus memperkuat akidah, mempelajari dalil tentang penutupan kenabian, dan tidak terpedaya oleh tokoh-tokoh yang mengaku mendapat wahyu baru. Sejarah telah membuktikan bahwa nabi palsu hanya membawa perpecahan, kekerasan, dan kesesatan. *TeddyNs
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
