Opinion
Beranda » Berita » Ilmu Itu Seperti Air: Jangan Biarkan Diam dan Membusuk

Ilmu Itu Seperti Air: Jangan Biarkan Diam dan Membusuk

Ilmu

ILMU ITU SEPERTI AIR: JANGAN BIARKAN DIAM DAN MEMBUSUK.

 

 

Dalam kehidupan ini, ilmu merupakan cahaya. Ia menerangi jalan, membimbing hati, dan menjadi fondasi segala amal. Namun, ilmu tidaklah cukup hanya dipelajari untuk diri sendiri. Ia harus diamalkan, diajarkan, disebarluaskan, dan diwariskan. Jika tidak, ilmu itu ibarat air yang tergenang: keruh, membusuk, dan tidak lagi memberi manfaat. Inilah peringatan yang tersirat dalam sebuah pesan dakwah yang semakin relevan hari ini:

“ILMU itu seperti AIR. Bila tidak bergerak maka ia akan keruh dan membusuk.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Kehilangan Para Ulama, Ustadz, dan Kyai

Tak dapat dipungkiri, kita hidup di zaman yang penuh tantangan dan perubahan cepat. Di tengah derasnya arus informasi, deras pula arus kehilangan. Banyak ulama, ustadz, dan kyai yang wafat satu demi satu. Sebagian karena usia, sebagian karena musibah, dan sebagian lainnya karena tergerus zaman.

Kepergian mereka meninggalkan lubang besar dalam masyarakat. Lubang yang tidak bisa begitu saja diisi oleh siapa saja. Sebab ulama bukan hanya orang berilmu, tetapi juga orang yang memahami, mengamalkan, dan menjadi contoh dalam kehidupan.

Ketika seorang alim wafat, tidak hanya jasadnya yang hilang. Cahaya ilmunya, doanya, bimbingannya, dan nasihatnya juga ikut menghilang dari bumi. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari hamba-Nya, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga apabila tidak tersisa seorang alim pun, manusia akan mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Ketika ditanya, mereka berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi tamparan keras bagi kita. Jangan menunggu kosongnya kursi-kursi pengajaran, baru kita menyesali kenapa tidak menyiapkan penerus.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Kebutuhan Mendesak Kaderisasi Ulama

Kehilangan para ulama bukan hanya masalah emosional atau nostalgia. Ini adalah darurat keumatan. Umat Islam membutuhkan bimbingan rohani, arah jalan hidup, dan penjelasan terhadap hukum Allah. Maka dari itu, dibutuhkan kaderisasi.

Kaderisasi bukan hanya membentuk seseorang yang pandai bicara atau hafal banyak kitab. Tapi mendidik generasi yang memahami agama secara menyeluruh, berakhlak mulia, memiliki keikhlasan dalam berdakwah, serta komitmen tinggi terhadap ajaran Islam.

Ajakan tersebut sangat jelas:

> “Mari kita bantu kader kembali para ulama, ustadz, tokoh agama di masa depan agar dakwah Islam tetap berlanjut.”

Ini bukan sekadar seruan, tetapi panggilan hati. Ajakan untuk bergandengan tangan: mendukung lembaga pendidikan Islam, mendorong anak-anak untuk mencintai ilmu agama, memberi beasiswa bagi calon dai dan ulama, hingga menciptakan lingkungan yang menghargai ilmu dan ulama.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Peran Masyarakat dalam Menjaga Estafet Ilmu

Ilmu tidak boleh terputus. Dan untuk menjaga kesinambungannya, masyarakat punya peran besar. Di antaranya:

1. Mendorong Anak-anak Belajar Agama

Sejak kecil, anak-anak harus ditanamkan kecintaan pada Islam. Bukan sekadar hafalan, tapi pemahaman. Ajak mereka ke masjid, kenalkan pada ustadz, beri mereka buku-buku Islami yang menarik.

2. Mendukung Pesantren dan Lembaga Ilmu Islam

Pesantren adalah benteng ilmu. Jangan biarkan mereka kekurangan dana, guru, atau fasilitas. Siapa yang membantu pesantren, sejatinya membantu peradaban Islam.

3. Memberikan Apresiasi pada Ulama

Hormati, dengarkan, dan ikuti nasihat ulama. Jangan mudah mencaci atau mencurigai mereka. Sebab menghormati ulama adalah bagian dari menghormati ilmu dan agama.

4. Menjadi Penyambung Ilmu

Setiap kita, meski bukan ulama, tetap bisa jadi penyambung dakwah. Bagikan ilmu yang didapat. Ajak orang lain ikut pengajian. Jadikan media sosial sebagai ladang pahala, bukan ladang fitnah.

Kualitas Ilmu dan Gerakan Dakwah

Ilmu yang tidak diamalkan akan layu. Seperti air yang tidak mengalir, ia menjadi sarang penyakit. Begitu pula dengan dakwah yang tidak dilakukan, ia akan membuat umat terlantar. Maka bergeraklah.

Menjadi ustadz, dai, atau pendidik Islam tidak harus menunggu sempurna. Cukup dengan ilmu yang kita miliki, niat yang tulus, dan langkah kecil yang konsisten.

Dakwah itu bukan milik para ustadz saja. Dakwah adalah kewajiban seluruh umat Islam sesuai kemampuannya. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat.”
(HR. Bukhari)

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap orang bisa berperan, asal tidak menyebarkan kebatilan. Bila kita semua bergerak, maka Islam akan kembali jaya. Sebaliknya, jika kita diam, maka ilmu membusuk, umat kering, dan generasi mendatang kehilangan arah.

Akhir Kata: Menjadi Bagian dari Solusi

Mari kita renungkan bersama. Apakah kita sudah menjadi bagian dari penyambung ilmu? Atau justru menjadi penyumbat? Apakah kita sudah membantu kaderisasi ulama? Atau sekadar menjadi penonton?

Ulama adalah warisan nabi. Mereka penjaga agama, penerang zaman, dan penyejuk jiwa. Jika mereka pergi, siapa yang menggantikan? Jangan biarkan umat ini haus tanpa mata air. Jangan biarkan generasi mendatang hidup tanpa pelita.

Maka mari kita bantu mereka yang mau belajar agama. Dukung santri. Dukung para calon ustadz. Dukung pendidikan Islam. Sebab dengan itu, kita telah menanam air jernih yang akan mengalirkan berkah bagi seluruh umat.

> “ILMU itu seperti AIR. Bila tidak bergerak maka ia akan keruh dan membusuk…” Ingat, kita sudah banyak kehilangan para ulama, ustadz, dan kyai. Mari kita bantu kaderisasi agar dakwah Islam tetap berlanjut. Semoga Allah menjadikan kita bagian dari penjaga ilmu, bukan pelupa dan penelantarnya. Aamiin ya Rabbal ‘alamin. (Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement