Bersyukur Dihidupkan oleh Allah.
Setiap kali kita membuka mata di pagi hari, sesungguhnya kita telah menerima nikmat yang sangat besar—nikmat kehidupan. Betapa banyak orang yang tertidur di malam hari namun tak pernah terbangun kembali. Sementara kita, oleh kasih sayang Allah, masih diberi kesempatan untuk hidup, untuk memperbaiki, dan untuk terus mendekat kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
> “Kemudian Kami bangkitkan kamu setelah mati, supaya kamu bersyukur.”
(QS. Al-Baqarah: 56)
Setiap detak jantung, setiap hela nafas, setiap langkah kaki yang masih bisa kita ayunkan, semua adalah bentuk kasih sayang Allah yang tak terhingga. Maka bersyukurlah, bukan hanya dengan lisan, tetapi juga dengan amal perbuatan.
Bersyukur dengan Lisan
Ucapkanlah alhamdulillah setiap saat. Bukan sekadar ucapan rutin, tetapi sebagai pengakuan tulus bahwa segala kebaikan berasal dari Allah.
> Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa di pagi hari berkata: ‘Allahumma maa ashbaha bii min ni’matin au bi ahadin min khalqika faminka wahdaka laa syariika laka falakal hamdu wa lakasy syukru’, maka ia telah bersyukur pada hari itu.”
(HR. Abu Dawud, Hasan)
Bersyukur dengan Hati
Syukur di hati adalah menyadari bahwa hidup ini milik Allah, dan kita hanyalah hamba-Nya. Tidak ada satu pun nikmat yang datang dari kehebatan diri kita sendiri. Semua dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
Bersyukur dengan Perbuatan
Gunakan umur yang masih tersisa ini untuk beramal saleh, menjauhi maksiat, dan berkontribusi bagi sesama. Setiap hari adalah kesempatan memperbanyak kebaikan dan menebus dosa-dosa.
> Allah berfirman:
“Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrahim: 7)
Hidup Bukan Sekadar Ada
Bersyukur bukan berarti pasrah tanpa ikhtiar. Justru orang yang bersyukur akan memaksimalkan hidupnya untuk hal-hal yang bernilai di sisi Allah. Ia sadar bahwa hidup bukan sekadar ada, tapi untuk beribadah dan menjadi manfaat.
> “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Az-Zariyat: 56)
Penutup: Hari ini kita masih hidup. Hari ini kita masih bisa memohon ampun. Hari ini kita masih bisa mencium tangan orang tua, menolong sesama, membaca Al-Qur’an, menunaikan shalat, dan bersedekah.
Jangan tunda untuk bersyukur. Jangan tunda untuk taat. Jangan tunda untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik.
Karena esok belum tentu milik kita.
> “Bangun pagi saja sudah anugerah. Apalagi bisa sujud dan meminta kepada-Nya. Maka jangan pernah lalai mensyukuri hidup, sebab hidup ini bukan hak, tapi karunia.”
Alhamdulillahilladzi ahyana ba’da maa amatana wa ilaihin nusyur.
PSIKOLOGI KELUARGA: Membangun Harmoni dalam Rumah Tangga.
1. Apa itu Psikologi Keluarga?
Psikologi keluarga adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari bagaimana anggota keluarga saling berinteraksi, menghadapi konflik, membangun komunikasi, serta menjaga kesehatan mental satu sama lain. Fokus utamanya adalah menciptakan keseimbangan emosional, peran yang sehat, dan hubungan yang fungsional dalam keluarga.
2. Peran Keluarga dalam Pembentukan Psikologis Anak
Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Karakter, kepribadian, dan pola pikir anak banyak dipengaruhi oleh:
Pola asuh orang tua (otoriter, permisif, demokratis).
Kestabilan emosi dalam rumah tangga.
Teladan dari orang tua dalam menyikapi masalah.
Anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang, komunikasi terbuka, dan aturan yang konsisten cenderung memiliki kepercayaan diri, empati, dan kontrol emosi yang baik.
3. Masalah Umum dalam Psikologi Keluarga
Beberapa konflik umum yang dikaji dalam psikologi keluarga antara lain:
Komunikasi yang buruk: kesulitan mengungkapkan perasaan, kesalahpahaman.
Pola asuh yang bertentangan antara suami-istri.
Stres ekonomi yang memicu pertengkaran.
Kurangnya waktu berkualitas.
Kecanduan (gadget, alkohol, narkoba) yang merusak relasi.
4. Peran Komunikasi dalam Kesehatan Keluarga
Komunikasi adalah fondasi utama dalam membangun keintiman dan kepercayaan. Dalam psikologi keluarga, komunikasi efektif mencakup:
Mendengar secara aktif.
Tidak menghakimi.
Mengungkapkan perasaan dengan jujur tanpa menyakiti.
Memberi dukungan emosional.
5. Kesehatan Mental dalam Keluarga
Setiap anggota keluarga membawa beban mentalnya masing-masing. Suami bisa stres karena pekerjaan. Istri bisa lelah secara emosional karena multitugas. Anak bisa cemas karena tekanan akademik. Psikologi keluarga mengajarkan pentingnya:
Empati antar anggota keluarga.
Keterbukaan dalam membicarakan beban pikiran.
Tidak saling menyalahkan.
Mendukung jika ada anggota keluarga mengalami gangguan psikologis (depresi, kecemasan, trauma).
6. Intervensi dan Terapi Keluarga
Jika konflik sudah menimbulkan luka mendalam atau berlarut-larut, pendekatan psikologi keluarga merekomendasikan terapi keluarga (family therapy). Terapis akan membantu:
Mengurai konflik antar anggota.
Membuka saluran komunikasi.
Mengatur batasan dan peran.
Membangun kembali kepercayaan
7. Peran Spiritualitas dan Nilai-Nilai dalam Psikologi Keluarga
Dalam konteks masyarakat beragama, seperti masyarakat Muslim, psikologi keluarga tidak bisa dilepaskan dari peran nilai-nilai keimanan. Spiritualitas bisa membantu keluarga untuk:
Bersabar dalam ujian.
Memaafkan kesalahan.
Saling menasihati dengan kasih sayang.
Menjadikan rumah tangga sebagai sakinah, mawaddah, wa rahmah.
8. Membangun Keluarga yang Sehat Secara Psikologis
Langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan:
Buat waktu khusus untuk keluarga setiap hari.
Biasakan mengucapkan kata-kata positif.
Atur sistem keuangan keluarga bersama.
Libatkan anak dalam diskusi keluarga.
Terapkan disiplin yang mendidik, bukan menghukum. (Tengku Iskandar, M. Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
