Khazanah Pendidikan
Beranda » Berita » Tawakal dalam Kitab Ta’limul Muta’allim – Kunci Jiwa Tenang di Tengah Zaman yang Guncang

Tawakal dalam Kitab Ta’limul Muta’allim – Kunci Jiwa Tenang di Tengah Zaman yang Guncang

Tawakal
Seorang penuntun Ilmu sedang membuka kitab di bawah pohon pinggiran sungai

SURAU.CO – Di zaman yang penuh ketidakpastian ini, banyak dari kita merasa cemas. soal masa depan, rezeki, pekerjaan, bahkan nilai ujian. Namun, Imam Burhanuddin Al-Zarnuji dalam Ta’limul Muta’allim Tariq al-Ta’allum mengajarkan satu kunci spiritual yang bisa menguatkan batin seorang pelajar adalah tawakal. Yakni menyerahkan sepenuhnya hasil dari segala ikhtiar kepada Allah, setelah melakukan upaya terbaik.

Imam Burhanuddin Al-Zarnuji hidup pada abad ke-13 M di wilayah Transoxiana, Asia Tengah kawasan yang kala itu menjadi jantung perkembangan ilmu dan spiritualitas Islam. Ia adalah seorang guru dan ulama yang menaruh perhatian besar terhadap akhlak penuntut ilmu, bukan hanya aspek intelektual, tetapi juga jiwa dan adabnya.

Kitab Ta’limul Muta’allim Tariq al-Ta’allum ditulis untuk para pelajar dan santri, sebagai panduan agar mereka tidak hanya mengejar ilmu, tapi juga mendekatkan diri kepada Allah. Kitab ini telah menjadi bacaan wajib di berbagai pesantren di Nusantara selama berabad-abad, dan masih dijadikan rujukan hingga kini karena isinya yang abadi.

Tawakal Itu Wajib Setelah Ikhtiar

Imam Zarnuji menyampaikan dengan tegas dalam Bab 7:

يَجِبُ عَلَى الْمُتَعَلِّمِ أَنْ يَتَوَكَّلَ عَلَى اللهِ تَعَالَى بَعْدَ أَنْ يَجْتَهِدَ
“Wajib atas penuntut ilmu untuk bertawakal kepada Allah setelah ia bersungguh-sungguh (berikhtiar).”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Ini adalah prinsip utama yang sangat penting, tawakal datang setelah usaha, bukan pengganti usaha.

Banyak orang keliru memahami tawakal sebagai bentuk pasrah tanpa tindakan. Padahal, Islam mengajarkan keseimbangan antara kerja keras dan kepasrahan hati. Dalam konteks pendidikan, ini berarti seorang santri belajar dengan sungguh-sungguh, lalu menyerahkan hasilnya pada Allah.

Kita bisa membayangkan seorang mahasiswa yang belajar siang malam, lalu saat ujian tetap tenang karena ia percaya: “Yang penting aku sudah berusaha. Hasilnya, serahkan pada-Nya.” Itulah hakikat tawakal yang diajarkan Zarnuji.

Jangan Bergantung pada Diri Sendiri, Tapi Jangan Juga Bermalas-Malasan

Zarnuji mengutip perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib:

رَأْسُ التَّوَكُّلِ الرُّكُوْنُ إِلَى اللهِ
“Puncak tawakal adalah bersandar sepenuhnya kepada Allah.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Tapi kemudian beliau menegaskan:

لَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَتَّكِلَ عَلَى ذَاتِهِ أَوْ عَلَى عِلْمِهِ
“Tidak sepatutnya ia bergantung pada dirinya atau pada ilmunya sendiri.”

Ini tamparan halus untuk kita yang kadang merasa hebat karena nilai, gelar, atau kepandaian. Tawakal mengajarkan kita bahwa yang menghidupkan hasil bukanlah kepintaran kita, tapi rahmat Allah.

Di sisi lain, tawakal juga bukan alasan untuk bermalas-malasan. Imam Zarnuji menyebut orang yang meninggalkan ikhtiar dengan alasan tawakal sebagai orang yang berbohong atas nama tawakal. Ini mirip dengan orang yang ingin panen tapi tak pernah menanam.

Tawakal Membebaskan Jiwa dari Kegelisahan Duniawi

Imam Zarnuji menutup bab ini dengan pesan mendalam:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

وَلاَ يَكُونَ هَمُّهُ مَجْمُوعًا إِلاَّ فِي اللهِ
“Janganlah pikirannya terkumpul kecuali hanya untuk Allah.”

Tawakal menjadikan seseorang tenang, sebab ia tahu bahwa segala urusan hidup, rezeki, hasil ujian, masa depan, semuanya ada dalam genggaman Allah. Ia bebas dari belenggu overthinking dan rasa ingin mengontrol segalanya.

Dalam dunia modern yang penuh tuntutan, tawakal adalah terapi spiritual terbaik. Kita boleh punya rencana besar, tapi jangan lupa bahwa Allah-lah yang mengatur akhir dari semuanya. Tawakal menjadikan kita kuat tanpa sombong, dan pasrah tanpa lemah.

Belajar Menjadi Hamba, Bukan Hanya Pembelajar

Tawakal bukan soal menyerah, tapi tentang percaya. Percaya bahwa setelah segala usaha, Allah akan memberi yang terbaik. Imam Zarnuji memberi kita arah: agar dalam setiap langkah belajar, hati kita tidak terikat pada hasil, tetapi tertambat kepada Allah.

Mari kita bertanya pada diri sendiri:
Apakah selama ini aku belajar untuk mendekat kepada-Nya, atau hanya untuk mengejar dunia semata?

Dalam kondisi hidup yang penuh tekanan, cukuplah kita ulang doa ini setiap kali lelah:

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَوَكِّلِينَ عَلَيْكَ، وَلاَ تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ
“Ya Allah, jadikan kami termasuk orang-orang yang bertawakal kepada-Mu. Jangan biarkan kami bergantung pada diri kami walau sekejap mata.”


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement