Khazanah Pendidikan
Beranda » Berita » Ukuran Ilmu dan Urutannya dalam Kitab Akhlak Ta’limul Muta’allim

Ukuran Ilmu dan Urutannya dalam Kitab Akhlak Ta’limul Muta’allim

urutan ilmu
Seorang penuntut ilmu yang sederhana duduk bersila di bawah pohon

SURAU.CO – Bagaimana seharusnya seorang penuntut ilmu mengatur prioritas? Apakah semua ilmu harus dikejar sekaligus, atau ada urutan dan ukurannya? Dalam khazanah klasik Islam, Imam Burhanuddin Al-Zarnuji telah menuliskan panduan etis dan spiritual dalam kitab Ta’limul Muta’allim Tariq al-Ta’allum, yang hingga kini tetap relevan dijadikan kompas belajar, terutama bagi para pelajar dan santri masa kini.

Burhanuddin Al-Zarnuji adalah seorang ulama dari abad ke-13 M, hidup di kawasan Transoxiana (Asia Tengah), sebuah wilayah yang kala itu menjadi pusat peradaban Islam. Ia dikenal sebagai guru yang tidak hanya menguasai ilmu-ilmu zahir (syariat), tetapi juga menekankan akhlak dan budi pekerti dalam proses belajar.

Kitab Ta’limul Muta’allim Tariq al-Ta’allum ditulis sebagai panduan moral dan praktis bagi para pelajar agar sukses dalam menuntut ilmu, baik secara duniawi maupun ukhrawi. Kitab ini bukan sekadar membahas metode belajar, tapi juga menyelami nilai-nilai tasawuf dan spiritualitas seorang penuntut ilmu. Ia termasuk rujukan penting di banyak pesantren dan madrasah hingga hari ini, dan disebut sebagai “kitab dasar para pencari cahaya ilmu.”

Mengukur Ilmu, Menimbang Kekuatan Diri

Dalam Bab 6, Zarnuji mengawali dengan kalimat penting:

وَلَا يَأْخُذْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا بِقَدْرِ طَاقَتِهِ
“Janganlah seseorang mengambil ilmu, kecuali sesuai kadar kemampuannya.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Pesan ini sederhana namun dalam. Banyak pelajar yang ingin menguasai semua ilmu sekaligus, namun lupa bahwa kapasitas akal dan waktu sangat terbatas. Akibatnya, yang didapat bukan pemahaman yang mendalam, tapi kelelahan dan kebingungan.

Imam Zarnuji seolah berkata: “Kamu tidak harus bisa segalanya sekaligus. Ambillah secukupnya, lalu tekuni.”

Di zaman sekarang, ketika informasi melimpah dan semuanya serba cepat, pesan ini semakin relevan. Kita perlu menyaring, bukan menelan semua yang lewat di layar gawai. Belajar itu bukan lomba cepat-cepat pintar, tapi perjalanan yang butuh kesabaran dan disiplin.

Mengurutkan Ilmu: Dari Dasar Menuju Puncak

Imam Zarnuji melanjutkan:

فَلْيَبْدَأْ بِأَهَمِّهَا وَأَوْجَبِهَا عَلَيْهِ
“Hendaklah ia memulai dari ilmu yang paling penting dan paling wajib atas dirinya.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Zarnuji mengajarkan bahwa menuntut ilmu harus bertahap, tidak loncat-loncat. Urutan ini bukan soal urutan buku, tapi prioritas kehidupan. Ilmu fardhu ‘ain—yang berkaitan langsung dengan ibadah dan akhlak—menjadi landasan sebelum menekuni ilmu-ilmu lainnya.

Dalam konteks pendidikan sekarang, kita bisa memaknai ini sebagai ajakan untuk belajar sesuai fase dan kebutuhan. Misalnya, seorang anak sebaiknya dibekali akhlak dan adab sebelum ilmu eksakta. Seorang mahasiswa perlu memahami nilai-nilai kejujuran dan integritas sebelum terjun ke dunia riset atau birokrasi.

Di tengah budaya multitasking dan ambisi akademik yang kadang tak terarah, pesan ini mengingatkan: “Tidak semua yang bisa dipelajari harus langsung dipelajari.” Ada tahapan. Ada kebijaksanaan dalam memilah.

Bahaya Belajar Tanpa Ukuran: Ilmu yang Tidak Membumi

Dalam penutup Bab 6, Imam Zarnuji memperingatkan:

مَنْ لَمْ يُرَتِّبْ الْعُلُومَ وَيَقِفْ عِنْدَ قَدْرِهِ فَإِنَّهُ يَضِلُّ
“Siapa yang tidak mengurutkan ilmunya dan tidak menyesuaikan dengan kadar dirinya, maka ia akan tersesat.”

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Tersesat yang dimaksud bisa bermakna kehilangan arah, atau bahkan merasa pintar tapi tanpa manfaat. Berapa banyak orang hari ini yang gelarnya panjang, tapi kehilangan adab dalam menyampaikan ilmu? Atau yang tahu banyak teori, tapi minim aksi sosial?

Belajar tanpa kesadaran diri bisa membuat seseorang merasa lebih tinggi dari yang lain. Padahal, semakin dalam seseorang belajar, seharusnya ia semakin rendah hati.

Pesan ini memberi cermin: belajar bukan hanya soal “apa yang kita tahu”, tapi “apakah yang kita tahu membuat kita lebih baik?”

Belajar Bukan Maraton Ambisi, Tapi Ziarah Jiwa

Belajar adalah ibadah. Ia bukan sekadar mengejar ijazah, tapi perjalanan ruhani menuju cahaya kebenaran. Imam Zarnuji mengajarkan bahwa setiap penuntut ilmu harus kenal dirinya, tahu batasannya, dan bijak dalam menyusun langkah-langkah belajar.

Mari kita renungkan:
Apakah selama ini kita belajar untuk menjadi lebih bijak, atau hanya ingin terlihat pintar?
Apakah kita menyusun ilmu dalam jiwa kita, atau hanya menumpuknya seperti koleksi?

Semoga Allah membimbing kita dalam ziarah panjang mencari ilmu, agar tidak hanya pintar di dunia, tapi juga selamat di akhirat.

اللهم علمنا ما ينفعنا، وانفعنا بما علمتنا، وزدنا علما.
“Ya Allah, ajarilah kami ilmu yang bermanfaat, berilah manfaat dari ilmu yang Kau ajarkan, dan tambahkanlah ilmu kepada kami.”


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement