SURAU.CO – Dalam Islam, pasar tidak sekadar menjadi tempat bertemunya penjual dan pembeli. Lebih dari itu, pasar berfungsi sebagai ladang ibadah. Di dalam diri seorang Muslim diuji kejujurannya, integritasnya, dan keimanannya dalam setiap transaksi. Nabi Muhammad ﷺ pun pernah menjadi pedagang. Beliau mencontohkan praktik bisnis yang bersih, adil, dan penuh keberkahan.
Namun, pada kenyataannya saat ini, banyak pasar justru menjauh dari nilai-nilai Islam. Pelaku pasar sering menyebarkan penipuan, manipulasi harga, penimbunan barang, bahkan riba secara terbuka. Padahal, Islam telah memberikan pedoman yang jelas mengenai tata kelola pasar yang ideal.
Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami dan menerapkan ciri-ciri pasar yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Berikut penjelasannya:
1.Kejujuran dan Transparansi dalam Transaksi
Pasar Islami mengedepankan prinsip kejujuran (ṣidq). Seorang penjual harus menyampaikan kondisi barang secara jujur. Ia tidak boleh menyembunyikan cacat, memalsukan kualitas, atau menipu takaran. Dalam hal ini, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“من غش فليس من جماعتي” (صحيح مسلم)”
“Barang siapa yang menipu, maka ia bukan dari golonganku.” (HR.Muslim)
Dengan demikian, setiap informasi terkait produk – mulai dari harga, kualitas, hingga ketersediaannya harus disampaikan secara jelas dan terbuka. Prinsip ini mencegah munculnya tipu muslihat dalam sistem ekonomi Islam.
2. Bebas dari Unsur Riba, Gharar, dan Maysir
Selain itu, pasar Islami juga harus bersih dari unsur riba (bunga), gharar (ketidakjelasan), dan maysir (judi) . Islam mengajarkan bahwa transaksi harus berlangsung atas dasar kerelaan kedua belah pihak, tanpa adanya unsur yang merugikan.
Misalnya, para pelaku usaha harus membuat akad jual beli yang jelas: barang apa yang dijual, berapa harganya, dan kapan penyerahan barang dilakukan. Sistem “untung-untungan” atau spekulasi yang menimbulkan kerugian sepihak sangat bertentangan dengan nilai Islam.
وأحل الله البيع وحرم الربا” (البقرة: ٢٧٥)”
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Ayat ini menegaskan bahwa pasar Islami wajib menjauhkan diri dari riba, karena riba merusak keadilan dalam transaksi dan menimbulkan ketimpangan sosial.
3. Adanya Pengawasan dan Pengendalian Harga yang Adil
Di sisi lain, pasar Islam menuntut adanya pengawasan (hisbah) yang ketat dan profesional. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau menunjuk Asy-Syifa binti Abdullah sebagai pengawas pasar. Ia bertugas menjaga keadilan pasar dan memastikan tidak ada penipuan, monopoli, ataupun penimbunan barang (iḥtikār).
Meskipun harga sebaiknya bergerak sesuai mekanisme pasar, negara tetap memiliki tanggung jawab untuk turun tangan jika terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat luas. Dengan demikian, keadilan dalam distribusi barang dan jasa dapat terwujud.
4. Menjaga Hak dan Kewajiban Penjual-Pembeli
Islam juga memerintahkan setiap pelaku pasar untuk menjaga keadilan (‘adl) dalam setiap transaksi. Penjual tidak boleh memaksa pembeli, jadi pula pembeli tidak boleh merugikan penjual dengan penawaran yang tidak wajar atau tipu daya.
Setiap pihak wajib menunaikan hak dan kewajibannya. Bila ada garansi atau janji layanan, maka pelaku usaha harus menepatinya. Menepati janji menjadi bagian dari amanah yang sangat ditekankan dalam muamalah Islam.
لا تبع لمن يشتري، ولا تُزايد على عرض غيرك. (صحيح مسلم، رقم ١٤١٢)
“Janganlah kalian menjual kepada orang yang sedang membeli, dan janganlah kalian menawar atas tawaran orang lain.” (HR.Muslim, no.1412)
Hadis ini menegaskan bahwa setiap transaksi harus dilakukan dengan penuh etika dan penghormatan terhadap hak pembeli dan penjual.
5. Menolak Monopoli dan Kartel
Lebih lanjut, pasar Islami mendorong terjadinya kompetisi yang sehat dan terbuka . Islam dengan tegas melarang praktik monopoli atau kartel yang mematikan usaha kecil dan menaikkan harga secara sepihak.
Rasulullah ﷺ bersabda:
من احتكر فهو أثم” (صحيح مسلم)”
“Barang siapa yang melakukan penimbunan, maka dia berdosa.” (HR.Muslim)
Melalui sabda ini, Islam mengingatkan pentingnya sirkulasi barang yang adil dan terbuka bagi siapa saja. Pasar Islami membuka ruang bagi semua pelaku usaha untuk berkembang tanpa intimidasi atau dominasi kelompok tertentu.
6. Menghindari Perdagangan Barang Haram
Terakhir, pasar Islami harus bebas dari barang atau jasa haram, baik secara zat maupun manfaat. Islam melarang keras penjualan alkohol, daging babi, narkoba, hingga produk-produk yang merusak moral atau menjerumuskan kepada maksiat.
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Selain riba, ayat ini sekaligus mengandung prinsip bahwa setiap transaksi harus sesuai dengan hukum syariat , termasuk dalam pemilihan jenis barang dan jasa.
Penutup: Mari Bangun Pasar yang Diberkahi
Pasar Islami hadir sebagai cerminan dari ajaran Rasulullah ﷺ dalam bidang ekonomi. Setiap aktivitas di dalamnya tidak hanya mengejar keuntungan dunia, tetapi juga mengharap ridha Allah SWT. Setiap dinar yang diperoleh bukan sekedar hasil kerja, tetapi merupakan bagian dari ibadah.
Kini, ketika arus kapitalisme dan materialisme mendominasi pasar global, saatnya kita kembali membangun pasar yang berpijak pada nilai-nilai Islam. Mari kita mulai dari diri sendiri—menjadi pedagang yang jujur, pembeli yang adil, dan pengelola pasar yang amanah.
Dengan menerapkan prinsip prinsip ini, kita dapat membangun pasar yang tidak hanya ramai pembeli, tetapi juga penuh keberkahan dan ketenteraman. Karena sejatinya, pasar dalam Islam bukan sekedar tempat jual beli, melainkan ruang tumbuhnya ekonomi yang adil, moralitas yang luhur, dan cinta sesama manusia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
