SURAU.CO – Kesungguhan adalah bahan bakar utama dalam perjalanan mencari ilmu. Tanpanya, jalan ilmu menjadi kabur, bahkan putus di tengah jalan. Kitab Ta’limul Muta’allim karya Al-Zarnuji memberi petunjuk mendalam tentang pentingnya tekad, pilihan guru dan teman, serta keuletan dalam menuntut ilmu sebuah pelajaran abadi yang tetap relevan di era digital sekalipun.
Kitab Ta’limul Muta’allim Thariq at-Ta’allum ditulis oleh Burhanuddin Az-Zarnuji, seorang ulama asal Transoxiana (Asia Tengah), hidup sekitar abad ke-6 Hijriah (12 Masehi). Meski tak banyak riwayat detail tentang beliau, kitab ini menjadikan namanya harum di dunia pesantren dan pendidikan Islam tradisional.
Kitab ini ditulis sebagai panduan bagi pelajar pemula. Isinya bukan hanya teknis belajar, tapi lebih dalam: tentang niat, adab, memilih guru, hingga bagaimana menghadapi ujian hidup dalam menuntut ilmu. Dalam khazanah Islam, kitab ini menempati posisi penting dalam ranah akhlak thalib al-‘ilm etika penuntut ilmu—dan masih diajarkan luas di pesantren hingga hari ini.
Memilih Ilmu dan Kesungguhan Dalam Belajar
Al-Zarnuji menulis:
فَلَا بُدَّ لِلطَّالِبِ مِنَ الْجِدِّ وَالِاجْتِهَادِ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ، فَإِنَّهُ لَا يُنَالُ إِلَّا بِذٰلِكَ
“Wajib bagi penuntut ilmu untuk bersungguh-sungguh dan rajin, karena ilmu tidak dapat diraih kecuali dengan keduanya.”
Dalam realitas sekarang, kesungguhan itu teruji oleh banyaknya distraksi: gawai, medsos, dan budaya instan. Di sinilah ajaran klasik ini bergaung kembali. Ilmu tidak akan hadir kepada yang setengah hati. Ia hanya datang kepada mereka yang teguh, bangun lebih pagi, rela menunda kenyamanan, dan tidak cepat puas dengan pencapaian semu.
Menentukan Guru dan Lingkungan Belajar
Al-Zarnuji menekankan pentingnya guru yang shalih dan teman yang baik:
وَيَنْبَغِي لِلطَّالِبِ أَنْ يَخْتَارَ الشَّيْخَ الْكَامِلَ فِي الْعِلْمِ وَالْوَرَعِ
“Sepatutnya pelajar memilih guru yang sempurna dalam ilmu dan wara’.”
Guru bukan hanya sumber ilmu, tapi juga cermin akhlak. Dalam kehidupan modern, kita melihat maraknya pendidikan daring dan belajar autodidak. Namun, peran guru tetap tak tergantikan. Bukan hanya sebagai pengajar, tapi sebagai pembimbing ruhani yang menuntun dengan kasih sayang dan keteladanan.
Demikian pula teman belajar. Dalam kitab dijelaskan bahwa teman bisa memperkuat semangat atau justru menjatuhkan. Maka, pilihlah sahabat yang mendorong kita untuk terus belajar, bukan yang membuat kita lalai atau putus asa.
Ketekunan Melewati Ujian
وَالصَّبْرُ عَلَى الْعُسْرِ وَالضِّيقِ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ مِنْ شِيمِ الْكِرَامِ
“Sabar terhadap kesulitan dan kesempitan dalam menuntut ilmu adalah sifat orang-orang mulia.”
Pernahkah kita merasa jenuh belajar? Pernahkah kita ingin menyerah di tengah jalan? Al-Zarnuji menegaskan bahwa rasa letih, lapar, bahkan kemiskinan adalah bagian dari ujian para pencari ilmu.
Dalam kisah-kisah ulama besar seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan banyak lagi, kita membaca bagaimana mereka menempuh jalan ilmu dengan segala keterbatasan. Mereka menjadi bukti bahwa ketekunan mengalahkan segalanya. Zaman boleh berubah, tapi esensi perjuangan itu tetap.
Dalam dunia yang serba cepat ini, kesungguhan dalam mencari ilmu sering tergoda oleh keinginan instan. Namun Ta’limul Muta’allim mengingatkan: ilmu adalah cahaya yang hanya diberikan kepada hati yang tulus, tekun, dan sabar.
Mari kita tanyakan pada diri sendiri: sejauh mana kita bersungguh-sungguh dalam belajar? Apakah kita benar-benar mencari ilmu karena Allah, atau sekadar prestise?
“Ya Allah, tanamkan dalam hati kami kecintaan pada ilmu, kesabaran dalam belajar, dan pertemukan kami dengan guru dan sahabat yang menuntun kepada-Mu.”
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
