Khazanah
Beranda » Berita » Elaborasi dan Kolaborasi: Refleksi Fungsi Jiwa dalam Bingkai Self Hermenetika Plus

Elaborasi dan Kolaborasi: Refleksi Fungsi Jiwa dalam Bingkai Self Hermenetika Plus

Elaborasi dan Kolaborasi: Refleksi Fungsi Jiwa dalam Bingkai Self Hermenetika Plus

Elaborasi dan Kolaborasi” (Refleksi Fungsi Jiwa dalam Bingkai Self Hermenetika Plus +)

Dalam dinamika kehidupan yang terus berputar, pemikiran manusia menjadi entitas yang paling menentukan arah, makna, dan nilai dari segala peristiwa. Tak ubahnya air dalam kemasan, pemikiran bisa dinilai tinggi atau rendah bukan berdasarkan hakikatnya, melainkan oleh ruang, suasana, dan konteks di mana ia berada. Di pinggir jalan, sebotol air mungkin dijual seribu rupiah. Tapi di bandara, air yang sama bisa dihargai puluhan ribu. Air tetaplah air: bening, tawar, dan menyegarkan. Namun konteks membuatnya terlihat berbeda.

Begitu pula dengan pikiran kita. Secara substansi, pikiran adalah potensi besar yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Ia bisa menjadi cahaya penuntun atau bisa pula menjadi racun yang menyesatkan. Pikiran yang jernih adalah pikiran yang disaring oleh nilai-nilai Ilahiyah, bukan sekadar diseret oleh arus zaman atau opini publik. Tanpa filter akurat yang berasal dari wahyu Allah — sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Al-Baqarah [2]:2 dan QS. At-Tin [95]:4-6 — pikiran kita bisa menyimpang, kotor, bahkan lebih busuk dari comberan.

Bukan Tempat, Tapi Kualitas Pikiran

Kita seringkali tertipu oleh tempat dan suasana. Kita merasa minder ketika berada di lingkungan yang tak menghargai pikiran kita. Kita ingin pergi, meninggalkan tempat itu, dan mencari ruang lain yang lebih “mengapresiasi”. Padahal, bukan tempat yang meningkatkan nilai kita, tapi kitalah yang bisa memberi nilai lebih kepada tempat itu dengan kualitas pikiran yang kita bawa.

Seorang yang jernih pikirannya akan tetap bisa memberi makna meski berada di tempat yang kotor. Seorang yang lurus jiwanya akan tetap bisa bersinar meski berada dalam gelap. Maka, daripada sibuk mencari tempat baru, lebih baik kita memperbaiki kualitas pemikiran agar bisa berdampak di mana pun kita berada.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Allah telah memberikan pedoman dalam hal ini:

> “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al-An’am [6]:116)

> “Dan kebanyakan dari mereka hanyalah mengikuti dugaan belaka. Sesungguhnya dugaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (QS. Yunus [10]:36)

> “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al-Isra’ [17]:36)

> “Mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka.” (QS. An-Najm [53]:28)

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Ayat-ayat ini menegaskan bahwa mayoritas suara bukan ukuran kebenaran. Dalam era digital, di mana opini massa bisa dibentuk oleh algoritma dan viralitas semu, penting bagi kita untuk tetap tenang, tidak tergesa-gesa, dan selalu menyaring informasi serta pikiran yang masuk dengan parameter kebenaran yang ditetapkan oleh Allah.

Elaborasi: Mengurai dengan Jernih

Kata elaborasi dalam konteks ini bukan sekadar pengulangan atau penjelasan panjang lebar, melainkan upaya untuk mengurai pikiran-pikiran secara mendalam, sistematis, dan reflektif. Elaborasi adalah seni berpikir. Ia butuh kejujuran, ketenangan, dan kesabaran.

Seseorang yang mampu berelaborasi dalam pikirannya tidak mudah reaktif. Ia tak mudah goyah hanya karena pikiran dan prinsipnya tidak diterima orang. Ia tidak latah, tidak ikut-ikutan, dan tidak haus validasi. Karena ia sadar bahwa kebenaran sejati tidak selalu berada di ruang pengakuan, tidak pula terikat oleh harga pasar ide-ide yang sedang laris.

Pikiran yang elaboratif membutuhkan self hermenetika, yakni kemampuan untuk membaca diri sendiri, memahami narasi batin, serta menafsirkan pengalaman pribadi dalam bingkai nilai dan makna. Inilah yang dimaksud dengan Self Hermenetika Plus (+) — sebuah proses tafsir jiwa yang tidak berhenti pada pemahaman, tapi berlanjut pada perubahan diri yang terarah kepada Allah.

Kolaborasi: Mengalir Bersama dalam Kebaikan

Pikiran yang baik haruslah mengalir, sebagaimana air yang tidak tergenang. Di sinilah pentingnya kolaborasi. Dalam kolaborasi, pikiran bertemu pikiran, hati bertemu hati, dan semangat bertemu semangat. Kolaborasi bukan tentang siapa yang lebih pintar, tapi siapa yang lebih rendah hati untuk saling menguatkan.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Allah berfirman:

> “Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolong kamu setelah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imran [3]:160)

> “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.”
(QS. Al-Ma’idah [5]:105)

> “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al-Isra’ [17]:7)

Kolaborasi yang baik harus dimulai dari keutuhan diri. Tak mungkin kita bisa memberi jika dalam diri kita penuh luka dan kekacauan. Oleh sebab itu, sebelum berpikir untuk berkolaborasi, pastikan pikiran kita sudah jernih, tujuan kita sudah lurus, dan niat kita hanya untuk mencari rida Allah, bukan mencari nama, panggung, atau gengsi.

Kita Tak Salah Tempat

Sebagian orang merasa gagal karena tak kunjung diakui. Mereka pindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu forum ke forum lain, berharap ada ruang yang memberi mereka tempat lebih baik. Padahal, bisa jadi mereka hanya belum menyadari bahwa tempat yang mereka anggap “salah” justru tempat terbaik untuk mendewasakan pikiran, menyaring niat, dan memperkuat ketahanan spiritual.

Kita tidak salah tempat. Mungkin kita hanya perlu bersabar sedikit lebih lama. Mungkin kita hanya perlu lebih banyak mendengar sebelum berbicara. Dan mungkin, Allah sedang mendidik kita agar menjadi bening seperti air, mengalir lembut, tapi membawa kehidupan bagi banyak jiwa.

Dan ingatlah sabda Allah yang indah:

> “Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan.”
(QS. Ar-Rahman [55]:60)

Penutup: Mengendap, Tapi Tetap Mengalir

Ketika air jernih dibiarkan diam, ia akan mengendap. Tapi air yang jernih tidak pernah kehilangan potensinya untuk mengalir kembali. Begitu pula pikiran kita. Meskipun hari ini mungkin belum dipahami, belum dihargai, dan belum diterima, biarlah. Karena bukan pengakuan manusia yang kita kejar, tapi rida Allah dan kebermanfaatan sejati.

Elaborasilah pikiran dengan jernih. Kolaborasilah dengan niat yang bersih. Dan yakini bahwa setiap tempat bisa menjadi ruang berharga — jika kita mampu menghadirkannya dengan penuh iman, ilmu, dan hikmah.

“Tetaplah di tempat yang semestinya kita bisa ber-elaborasi dan ber-kolaborasi bagai air yang mengalir. Dan yakini bahwa kita memang tak salah tempat di mana kita mengendap.” (Tengku Iskandar,  M.Pd)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement