SURAU.CO – Di tengah arus modernisasi yang cepat, seringkali kita lupa bahwa ilmu bukan hanya soal informasi, tetapi juga adab. Kitab Akhlak Ta’limul Muta’allim karya Burhanuddin Al-Zarnuji hadir mengingatkan kita: bahwa keberkahan ilmu erat kaitannya dengan cara kita menghormati guru dan memuliakan ilmu itu sendiri.
Burhanuddin Al-Zarnuji adalah seorang ulama besar dari abad ke-6 H yang hidup di wilayah Transoxiana (Asia Tengah). Ia dikenal karena kepeduliannya pada persoalan etika belajar dan pendidikan ruhani. Ta’limul Muta’allim Thariq at-Ta’allum ditulis untuk membimbing para penuntut ilmu agar tidak hanya pintar secara intelektual, tetapi juga matang secara akhlak dan spiritual.
Kitab ini bukan buku akademik biasa. Ia adalah panduan jiwa yang hingga kini tetap menjadi bacaan wajib di banyak pesantren dan madrasah di seluruh dunia Islam, termasuk di Nusantara.
Ilmu Tidak Akan Berkah Tanpa Adab
Al-Zarnuji menegaskan bahwa adab adalah syarat diterimanya ilmu. Ia menukil sabda para ulama:
قال بعض الحكماء: العلمُ عبادةٌ، ولا تُقبل العبادةُ إلا بالأدبِ.
“Sebagian hikmah mengatakan: Ilmu itu adalah ibadah, dan ibadah tidak akan diterima tanpa adab.”
Kutipan ini menunjukkan bahwa proses belajar tidak hanya bersifat intelektual, tapi spiritual. Seorang murid yang tidak menghormati gurunya ibarat wadah bocor—tak akan bisa menampung ilmu, sebaik apapun isinya.
Bayangkan, seorang santri yang duduk di hadapan gurunya dengan penuh takzim, diam mendengar, tidak memotong, dan memandang penuh perhatian. Inilah adab yang membuka pintu-pintu pemahaman.
Guru adalah Jalan Menuju Cahaya
Dalam bab ini, Al-Zarnuji banyak mengutip kisah para ulama besar seperti Imam Syafi’i yang begitu memuliakan gurunya, Imam Malik. Bahkan Imam Syafi’i berkata:
كنتُ أُقَلِّبُ الورقةَ بين يدي مالكٍ كهيئةِ الصلاةِ هيبةً له.
“Aku membalik lembaran kitab di hadapan Imam Malik seperti orang shalat, karena saking hormatnya padanya.”
Ini bukan sekadar pujian. Ini adalah pelajaran abadi. Di zaman sekarang, saat ilmu bisa diakses lewat gawai dan YouTube, kita mudah lupa bahwa guru bukan sekadar pengantar materi—tapi perantara keberkahan.
Menghormati guru bukanlah bentuk pengkultusan, tetapi cara untuk menjaga rantai cahaya dari Nabi Muhammad ﷺ sampai ke kita.
Jangan Menganggap Sepele Ilmu Sekecil Apapun
Al-Zarnuji juga mengingatkan agar murid tidak meremehkan ilmu, meskipun terlihat kecil atau sederhana. Ia menulis:
ومن استخفَّ بشيءٍ من العلمِ حُرمَ الانتفاعَ به.
“Barangsiapa meremehkan satu bagian dari ilmu, ia akan diharamkan dari manfaat ilmu itu.”
Ini menjadi peringatan keras bagi kita yang hanya mengejar gelar, nilai, atau prestasi duniawi. Ilmu bukan komoditas. Ia adalah cahaya yang menuntut kesungguhan, kerendahan hati, dan penghormatan total.
Sebuah Ajak Renung
Sahabat Surau, mari kita tanyakan pada diri sendiri:
Apakah kita sudah benar-benar menghormati ilmu dan guru kita?
Di tengah era digital, mungkin kita sudah terbiasa menjadikan guru hanya sebagai “narasumber”, bukan pembimbing ruhani. Kita membaca banyak, tapi tak lagi belajar dengan takzim. Kita mencari tahu, tapi tak mencari makna.
Padahal, seperti kata Al-Zarnuji, ilmu hanya akan menetap dalam hati yang lembut, tunduk, dan penuh hormat.
اللهم اجعلنا من الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه.
“Ya Allah, jadikan kami orang-orang yang mendengarkan nasihat dan mengikuti yang terbaik darinya.”
Mari hidupkan kembali adab. Karena di situlah keberkahan ilmu bermula.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
