SURAU.CO – Dunia pendidikan hari ini mengalami krisis akhlak dan kebingungan. Anak muda bingung memilih jurusan, bingung memilih panutan, bahkan bingung mencari teman seperjuangan. Tapi jauh sebelum era digital menguasai dunia, seorang ulama bijak dari Zarnuj telah menyusun panduan klasik yang tak lekang oleh waktu. bagaimana cara memilih ilmu, guru, dan teman belajar dengan benar, dan bagaimana bersungguh-sungguh menjalaninya.
Kitab akhkak Ta’limul Muta’allim, karya Imam Al-Zarnuji, kembali hadir menuntun kita di tengah badai kebingungan modern.
Imam Burhān al-Islām Az-Zarnūjī adalah ulama besar abad ke-6 H, hidup di wilayah Transoxiana, pusat ilmu pengetahuan dunia Islam kala itu. Sebagai murid ulama Hanafiyah besar seperti Al-Kasani, Al-Zarnuji menaruh perhatian serius terhadap pendidikan moral pelajar.
Kitab Ta’limul Muta’allim Ṭarīq at-Ta’allum ditulis sebagai panduan akhlak belajar bagi para santri dan pencari ilmu. Bukan sekadar petunjuk teknis, tetapi bimbingan ruhani agar pencarian ilmu menjadi jalan menuju keberkahan dan keridhaan Allah.
Kitab ini menjadi rujukan penting di pesantren-pesantren Nusantara, dari zaman Wali Songo hingga sekarang, karena ia menjawab persoalan klasik: bagaimana adab menuntut ilmu dan siapa yang pantas menjadi panutan.
Memilih Ilmu yang Menghidupkan Hati
Imam Al-Zarnuji menulis:
فلْيَخْتَرْ من العلوم أنفعها في دينه
“Hendaknya seseorang memilih ilmu yang paling bermanfaat untuk agamanya.”
Bukan berarti ilmu dunia tak penting. Tapi titik tolaknya adalah manfaat. Ilmu apa yang bisa menyelamatkanmu di akhirat? Ilmu mana yang membuatmu lebih taat, lebih lembut hati, lebih peka terhadap penderitaan sesama?
Sayangnya, banyak yang tergoda mengejar ilmu hanya karena gengsi atau prospek kerja, bukan karena kebutuhan jiwanya. Imam Zarnuji mengingatkan jangan terjebak pada kemilau, tapi carilah cahaya.
Memilih Guru: Jangan Hanya Pandai, Tapi Bertakwa
Al-Zarnuji melanjutkan:
وليجتهد على أن يكون أستاذه من أهل الورع والتقوى
“Hendaknya ia bersungguh-sungguh agar gurunya berasal dari kalangan yang wara’ dan bertakwa.”
Seorang guru bukan hanya pengajar, tapi juga pembentuk jiwa. Guru yang wara’ (berhati-hati dalam agama) akan menularkan ketulusan. Sebaliknya, guru yang hanya mengejar popularitas bisa menggelincirkan muridnya dalam kemunafikan intelektual.
Dalam pengalaman pribadi, saya pernah punya guru yang tidak banyak bicara, tapi setiap ucapannya seperti membekas di hati. Ia tidak hanya mengajar teks, tapi juga hidup dengan nilai-nilai yang diajarkannya. Dan itu tak ternilai.
Teman yang Menguatkan, Bukan Menjerumuskan
Imam Zarnuji menasihati:
وليكن رفيقه في الطلب من أهل الدين والتقوى، الورع، الذكاء
“Hendaknya teman belajarnya adalah orang-orang yang taat beragama, bertakwa, wara’, dan cerdas.”
Teman seperjalanan menentukan arah perjalanan. Dalam dunia modern, pengaruh peer group bisa lebih kuat dari guru. Maka, Imam Zarnuji mengajarkan: carilah teman yang mengajakmu naik, bukan menyeretmu jatuh.
Lihat siapa yang kauikuti di media sosial. Apakah mereka membangkitkan semangat belajarmu? Ataukah hanya membuatmu merasa minder dan iri?
Ketekunan Sebagai Jalan Panjang Menuju Cahaya
Dalam akhir bab ini, Al-Zarnuji mengajak agar pelajar bersungguh-sungguh dan tidak mudah bosan:
من لم يصبر على ذلّ التعلم ساعة بقي في ذلّ الجهل أبدًا
“Siapa yang tak sabar menanggung letihnya belajar sesaat, akan kekal dalam kehinaan kebodohan selamanya.”
Belajar memang berat. Tapi kebodohan lebih menyakitkan. Dan zaman sekarang, kebodohan bisa berkedok gaya, bisa tersebar dalam satu postingan viral.
Siapa yang Menuntun Langkah Kita?
Di zaman ketika informasi berseliweran tanpa filter, kita perlu kembali ke pedoman klasik yang menuntun pencari ilmu dengan kompas hati. Imam Zarnuji tidak sekadar memberi tahu apa yang harus kita pelajari, tapi bagaimana kita memilih siapa yang layak jadi guru, teman, dan inspirasi.
Mari kita renungkan:
Apakah ilmu yang sedang kita kejar ini mendekatkan kita kepada Allah?
Apakah guru kita mengajarkan dengan teladan hidup, bukan sekadar kata?
Apakah teman seperjalanan kita membawa kita pada cahaya, atau pada kegaduhan?
اللهم ارزقنا علماً نافعاً، وأستاذاً صالحاً، ورفيقاً يهدينا إليك. آمين.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
