SURAU.CO – Pernahkah Anda merasa cemas saat seekor kupu-kupu hitam masuk ke dalam rumah? Atau mungkin Anda pernah membatalkan rencana penting hanya karena mendengar suara tokek? Kepercayaan semacam ini, yang mengaitkan suatu kejadian dengan pertanda nasib, sangat mengakar di sebagian masyarakat. Dalam Islam, praktik ini dikenal sebagai tahayul dan tathayyur. Ini bukanlah sekadar mitos budaya yang tidak berbahaya. Sebaliknya, ia adalah masalah akidah yang sangat serius dan termasuk dalam perbuatan syirik.
Islam datang untuk membebaskan akal manusia dari segala bentuk kepercayaan karut-marut. Agama ini secara tegas mengajarkan kita untuk bersandar hanya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, menggantungkan harapan atau rasa takut pada suara burung, angka sial, atau hari keramat adalah sebuah kemunduran. Praktik ini merusak kemurnian tauhid dan dapat menyeret seseorang ke dalam jurang kesyirikan.
Memahami Apa Itu Tahayul dan Tathayyur
Untuk memahaminya lebih dalam, mari kita lihat asal-usul istilah tathayyur. Kata ini berasal dari bahasa Arab “thair” yang berarti burung. Pada zaman Jahiliyah, bangsa Arab memiliki kebiasaan menentukan nasib dengan melepaskan seekor burung. Jika burung itu terbang ke kanan, mereka menjadi optimis dan melanjutkan rencana. Namun, jika burung terbang ke kiri, mereka menganggapnya pertanda sial dan membatalkan semua urusan mereka.
Meskipun berawal dari kebiasaan dengan burung, kini maknanya telah meluas. Tathayyur atau tahayul mencakup semua kepercayaan yang menganggap sesuatu sebagai pertanda sial. Entah itu suara binatang, tanggal tertentu, angka sial, atau apa pun yang tidak memiliki hubungan sebab-akibat yang logis dan syar’i.
Akar Masalah: Mengapa Tahayul Termasuk Syirik?
Lalu, mengapa Islam melarangnya dengan begitu keras? Inti larangan ini menyentuh fondasi akidah kita. Ketika seseorang percaya pada tahayul, ia secara tidak langsung telah menyamakan makhluk dengan Allah. Ia meyakini bahwa seekor cicak atau suara burung hantu mampu mendatangkan musibah. Keyakinan ini jelas menodai tauhid, karena hanya Allah-lah yang Mahakuasa mendatangkan manfaat dan menolak mudarat.
Rasulullah ﷺ menegaskan hal ini dengan sangat keras. Beliau bahkan mengulanginya sebanyak tiga kali untuk menunjukkan betapa besarnya dosa ini.
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ
“Thiyarah (tathayyur) itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Perbuatan ini secara langsung membatalkan konsep tawakal, yaitu sikap bersandar dan memasrahkan segala urusan hanya kepada Allah. Orang yang percaya tahayul akan membuat keputusan berdasarkan pertanda-pertanda palsu, bukan berdasarkan doa, ikhtiar, dan tawakal kepada Sang Pencipta.
Contoh Tahayul yang Masih Ada di Sekitar Kita
Tanpa kita sadari, banyak praktik tahayul masih hidup di tengah masyarakat kita. Beberapa contoh yang paling umum antara lain:
- Menganggap angka 13 atau 4 sebagai angka sial.
- Percaya bahwa menabrak kucing di jalan membawa pertanda buruk.
- Melarang acara pernikahan pada bulan-bulan tertentu, seperti bulan Suro.
- Meyakini kedutan pada bagian mata tertentu sebagai pertanda akan menangis.
- Menganggap suara burung gagak sebagai pertanda datangnya kematian.
Semua kepercayaan ini sama sekali tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam. Mengimaninya dapat merusak akidah seorang Muslim secara perlahan tapi pasti.
Terlanjur Percaya, Apa Solusi dari Nabi?
Manusia terkadang lemah dan pikiran buruk bisa saja terlintas. Untungnya, Islam memahami hal ini dan memberikan solusi praktis yang diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ. Jika perasaan seperti itu muncul, maka ada dua hal yang harus Anda lakukan.
Pertama, Anda harus mengabaikan perasaan itu dan teruslah melangkah. Jangan biarkan pertanda palsu itu menghentikan aktivitas baik Anda. Kedua, bacalah doa yang menjadi kaffarah (penebus) bagi dosa tathayyur.
اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ، وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ
“Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari-Mu, tiada kesialan kecuali kesialan yang Engkau takdirkan, dan tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Doa ini berfungsi sebagai penegasan kembali akidah kita. Melalui doa ini, kita mengakui bahwa semua kebaikan dan keburukan berada sepenuhnya dalam genggaman takdir Allah.
Menjaga Kemurnian Akidah Kita
Pada akhirnya, memerangi tahayul adalah perjuangan untuk menjaga kemurnian tauhid. Seorang Muslim sejati hanya menggantungkan hatinya kepada Allah. Ia berikhtiar dengan maksimal, lalu bertawakal sepenuhnya. Nasibnya tidak ditentukan oleh arah terbang burung atau suara tokek, melainkan oleh qadha dan qadar Allah SWT. Oleh karena itu, mari kita bersihkan diri dan masyarakat kita dari sisa-sisa kepercayaan jahiliyah ini.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
