SURAU.CO – Peninggalan para nabi selalu membangkitkan rasa ingin tahu. Benda-benda ini seakan menjadi jembatan waktu yang menghubungkan kita dengan masa lalu. Di antara sekian banyak relik, koleksi pedang Nabi Muhammad ﷺ seringkali menjadi pusat perhatian. Banyak sumber menyebutkan beliau memiliki beberapa pedang yang kini tersimpan di Museum Topkapi, Turki.
Namun, sebagai Muslim, kita harus menyikapi informasi ini dengan ilmu. Penting bagi kita untuk memahami sejarah setiap pedang tersebut. Selain itu, kita juga wajib menempatkan benda-benda ini pada posisi yang semestinya. Hal ini penting agar kita tidak jatuh ke dalam praktik pengkultusan yang dilarang.
Menelusuri Keaslian: Sebuah Tantangan Sejarah
Pertanyaan mendasar yang harus kita ajukan adalah, “Apakah semua pedang itu asli?” Para sejarawan Islam menetapkan standar yang sangat tinggi. Untuk membuktikan keaslian sebuah peninggalan Nabi, mereka mensyaratkan adanya sanad. Artinya, harus ada rantai kepemilikan yang jelas dan bersambung hingga kepada Rasulullah ﷺ.
Tentu saja, melacak hal ini untuk artefak fisik berusia ribuan tahun sangatlah sulit. Meskipun banyak pedang di Museum Topkapi dinisbatkan kepada Nabi, para ahli masih mendiskusikan pembuktian absolutnya. Oleh karena itu, sikap terbaik kita adalah menghormatinya sebagai warisan peradaban Islam. Kita tidak membangun keyakinan atau ritual ibadah di atasnya. Fokus kita tetap pada ajaran dan sunnah beliau yang sanadnya terjamin.
Mengenal Nama dan Kisah di Balik Bilah Pedang
Para ulama, seperti Ibnu al-Qayyim, telah mencatat nama-nama pedang Nabi. Setidaknya ada sembilan nama yang populer dalam literatur sejarah Islam. Masing-masing memiliki nama dan kisah yang unik.
- Dzu al-Faqar (Sang Pemilik Ruas)
Pedang ini paling masyhur di antara yang lain. Nabi Muhammad ﷺ memperolehnya sebagai rampasan Perang Badar. Kemudian, beliau menghadiahkannya kepada menantunya, Ali bin Abi Thalib. Desainnya sangat khas dengan ujung yang terbelah dua. - Al-Ma’thur (Warisan)
Pedang ini beliau miliki bahkan sebelum menerima wahyu. Rasulullah ﷺ mewarisinya dari sang ayah, Abdullah. Pedang inilah yang menemani perjalanan hijrah beliau dari Makkah menuju Madinah. - Al-Battar (Sang Pemotong)
Pedang ini memiliki sejarah yang lebih tua. Konon, pedang ini adalah milik Jalut (Goliath). Nabi Daud ‘alaihissalam mengambilnya setelah memenangkan pertarungan. Akhirnya, pedang ini sampai ke tangan Nabi Muhammad ﷺ dari rampasan perang melawan Bani Qainuqa’. - Hatf (Kematian)
Pedang ini juga berasal dari Bani Qainuqa’. Nabi Daud ‘alaihissalam membuatnya dengan meniru desain Al-Battar. Ukurannya sedikit lebih besar dan diwariskan turun-temurun hingga sampai kepada Rasulullah ﷺ. - Al-Qadib (Batang)
Bentuk pedang ini sangat unik dan ramping. Fungsinya bukan untuk pertempuran, melainkan sebagai simbol atau teman perjalanan. Gagangnya memiliki ukiran kalimat syahadat yang indah. - Qal’i
Nama pedang ini merujuk pada tempat pembuatannya, kemungkinan di daerah Qal’a. Pedang ini merupakan salah satu dari tiga pedang yang Nabi peroleh dari Bani Qainuqa’. - Al-Mikhdham (Sang Pemotong Tajam)
Sejarah mencatat Nabi ﷺ memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib. Kemudian, Ali mewariskannya kepada putranya, Hasan. - Al-Rasub (Yang Tenggelam)
Pedang ini merupakan salah satu pusaka yang tersimpan di dalam keluarga Nabi ﷺ. Ukurannya tergolong besar dan kini menjadi koleksi di museum. - Al-‘Adb (Yang Tajam)
Nabi menerima pedang Al-‘Adb sebagai hadiah dari seorang sahabat. Beliau membawanya saat memimpin pasukan menjelang Perang Badar.
Sikap yang Benar: Menjaga Batas Antara Hormat dan Kultus
Mempelajari sejarah ini adalah wujud cinta kita kepada Nabi. Akan tetapi, ajaran Islam secara tegas melarang sikap berlebihan (ghuluw) terhadap benda-benda peninggalan. Kita harus meyakini bahwa pedang-pedang ini hanyalah benda mati. Mereka tidak memiliki kekuatan magis atau kemampuan untuk mendatangkan berkah.
Justru, keberkahan sejati hanya datang dari Allah. Kita meraihnya dengan cara mengikuti Al-Qur’an dan mengamalkan Sunnah. Mencari berkah dari benda-benda bukanlah bagian dari ajaran Rasulullah ﷺ. Karena itu, sikap yang benar adalah menjadikan peninggalan ini sebagai sumber pelajaran (ibrah).
Pelajaran dari Sebilah Pedang
Kisah di balik pedang-pedang ini memberi kita gambaran utuh tentang sosok Nabi Muhammad ﷺ. Beliau bukan hanya seorang rasul, tetapi juga seorang pemimpin negara dan panglima. Pedang dalam sejarah Islam adalah simbol perlindungan. Ia terhunus untuk membela kaum yang lemah dan melawan kezaliman, bukan untuk menindas.
Pada akhirnya, warisan terbesar Rasulullah ﷺ bukanlah artefak yang bisa kita lihat di museum. Warisan teragung beliau adalah risalah Islam itu sendiri. Menghormati peninggalan beliau adalah hal yang baik. Namun, mengikuti ajaran beliau adalah sebuah kewajiban yang jauh lebih agung dan utama.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
