SURAU.CO – Setiap kali Ramadan tiba, umat Muslim di seluruh dunia bersemangat menunaikan Zakat Fitrah. Kewajiban ini memang sudah melekat kuat dalam benak banyak orang sebagai penyempurna ibadah puasa. Selain itu, sebagian masyarakat juga sangat akrab dengan Zakat Maal, yaitu zakat atas harta yang telah mereka simpan selama satu tahun.
Akan tetapi, ada satu jenis zakat lain yang sesungguhnya tak kalah penting. Kewajiban ini berkaitan langsung dengan pendapatan rutin yang kita terima. Sayangnya, banyak orang justru sering melupakan atau bahkan tidak mengetahuinya. Itulah yang kita kenal sebagai Zakat Profesi.
Oleh karena itu, artikel ini akan mengupas tuntas mengenai kewajiban zakat dari penghasilan. Anda akan memahami konsepnya, landasan hukumnya, hingga cara mudah untuk menghitungnya. Dengan begitu, kita semua dapat menyempurnakan ibadah melalui harta yang kita peroleh.
Memahami Zakat atas Gaji dan Pendapatan
Secara sederhana, zakat penghasilan adalah zakat yang seseorang keluarkan dari pendapatan rutinnya. Pendapatan ini bisa berasal dari gaji, upah, honorarium, atau imbalan lain dari sebuah keahlian. Karena itulah, ia juga sering disebut zakat pendapatan.
Pada dasarnya, konsep ini merupakan hasil ijtihad (penafsiran) dari para ulama kontemporer. Mereka menganalogikan pendapatan dari profesi dengan hasil panen dalam zakat pertanian. Logikanya, jika petani wajib mengeluarkan zakat setiap kali panen, maka seorang profesional juga sepatutnya mengeluarkan sebagian hak dari penghasilannya.
Pada intinya, setiap harta yang kita terima adalah rezeki dari Allah SWT. Karena itu, di dalamnya terkandung hak orang lain yang wajib kita keluarkan untuk membersihkan harta tersebut.
Mengapa Zakat Penghasilan Itu Wajib?
Meskipun merupakan ijtihad modern, dasar kewajiban zakat atas pendapatan ini terbukti sangat kuat. Allah SWT mencantumkan perintah umum untuk berzakat secara jelas di dalam Al-Qur’an, salah satunya pada Surat At-Taubah ayat 103. Ayat ini secara tegas memerintahkan untuk mengambil zakat dari sebagian harta kaum Muslimin.
Selanjutnya, para ulama modern menegaskan relevansi kewajiban ini di zaman sekarang. Pandangan tersebut sejalan dengan fatwa dari lembaga-lembaga keagamaan resmi di Indonesia. Mengutip pandangan dari pimpinan lembaga amil zakat, menunaikan kewajiban ini menjadi semakin penting.
Seorang ahli fikih dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) pernah menyatakan:
“Zakat profesi diqiyaskan (dianalogikan) pada zakat hasil pertanian dan zakat emas perak. Penghasilan yang kita terima secara rutin adalah rezeki dari Allah SWT yang wajib dikeluarkan sebagian haknya untuk membersihkan harta dan membantu sesama.”
Dengan demikian, menunaikan zakat dari pendapatan bukan lagi sekadar anjuran. Kini, ia telah menjadi bagian dari kewajiban seorang Muslim yang berpenghasilan dan telah memenuhi syarat.
Panduan Praktis Perhitungan Zakat
Menghitung kewajiban ini sebenarnya tidaklah rumit. Terdapat dua komponen utama yang perlu Anda pahami, yaitu nishab (batas minimal harta wajib zakat) dan kadarnya.
-
Menentukan Nishab
Para ulama menganalogikan nishab untuk zakat pendapatan dengan nishab emas, yaitu setara 85 gram emas murni. Untuk itu, Anda perlu mengonversikan nilai ini ke dalam mata uang Rupiah sesuai harga emas saat itu.
*Contoh: Jika harga emas Rp1.100.000 per gram, maka nishab tahunan adalah:
85 gram x Rp1.100.000 = Rp93.500.000 per tahun.
*Kemudian, untuk nishab bulanan, Anda cukup membaginya dengan 12:
Rp93.500.000 / 12 = Rp7.791.667 per bulan. -
Menghitung Kadar Zakat
Setelah nishab terpenuhi, langkah selanjutnya adalah menghitung besarannya. Kadar atau besaran zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% dari total penghasilan kotor (bruto).
Simulasi Perhitungan:
Misalkan, gaji bulanan Anda adalah Rp10.000.000. Angka ini jelas sudah berada di atas nishab bulanan.
Maka, perhitungannya adalah:
Rp10.000.000 x 2,5% = Rp250.000
Jadi, jumlah Rp250.000 inilah yang menjadi kewajiban zakat Anda setiap bulannya. Anda dapat menunaikannya secara langsung setiap bulan atau mengakumulasikannya selama satu tahun.
Keberkahan Harta dan Dampak Sosialnya
Lebih dari sekadar kewajiban, menunaikan zakat ternyata memberikan manfaat yang luar biasa. Manfaatnya pun tidak hanya dirasakan oleh penerima (mustahik), tetapi juga oleh pemberi zakat (muzaki) itu sendiri.
-
Pertama, bagi Diri Sendiri:
Zakat berfungsi sebagai pembersih harta dan jiwa. Ibadah ini menjauhkan kita dari sifat kikir dan cinta dunia yang berlebihan. Selain itu, zakat adalah wujud rasa syukur kita kepada Allah SWT atas segala nikmat rezeki yang telah Ia berikan. -
Kedua, bagi Masyarakat:
Di sisi lain, dana zakat memiliki dampak sosial yang sangat kuat. Uang yang lembaga amil kumpulkan dapat membantu mengentaskan kemiskinan. Zakat memberdayakan kaum dhuafa melalui program pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pada akhirnya, hal ini turut mengurangi kesenjangan sosial di tengah masyarakat.
Kesimpulan: Jangan Lagi Menunda Kewajiban
Sebagai penutup, zakat dari penghasilan adalah instrumen ibadah sosial yang sangat relevan dengan zaman. Ia adalah bukti bahwa ajaran Islam selalu mampu menjawab tantangan di setiap era. Kesibukan kerja dan rutinitas terkadang membuat kita alpa. Namun, sudah saatnya kita menyadari dan menunaikan kewajiban penting ini.
Oleh karena itu, mari kita periksa kembali penghasilan kita. Hitung dan tunaikan kewajiban ini secara rutin. Anda dapat menyalurkannya melalui lembaga amil zakat (LAZ) terpercaya agar lebih tepat sasaran. Dengan demikian, menunaikan kewajiban ini adalah langkah nyata kita untuk meraih keberkahan harta sekaligus membangun kepedulian terhadap sesama.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
