Khazanah Pendidikan
Beranda » Berita » Keutamaan Hati dalam Islam: Telaah Takhrij Hadis Durraatun Nasihin

Keutamaan Hati dalam Islam: Telaah Takhrij Hadis Durraatun Nasihin

Keutamaan Hati dalam Islam
Gambaran keutamaan hati dalam suasana spiritual Islam yang tenang.

SURAU.CO-Keutamaan Hati dalam Islam. Di zaman sekarang, di sadari ataupun tidak kita menghadapi serangan luar biasa terhadap hati, media sosial yang penuh fatamorgana membawa pada gemerlap dunia yang semu, budaya instan yang membuat kita lupa merenung, serta informasi yang membanjiri pikiran namun tak sekalipun menyentuh hati. Dalam keadaan zaman yang begitu kompleks ini, membersihkan hati bukan lagi pilihan melainkan kebutuhan.

Kitab Durraatun Nasihin fi al-Wa‘zhi wa al-Irsyad adalah salah satu kitab yang sangat populer dalam kajian majelis taklim di Nusantara. Kitab ini sering digunakan sebagai bahan pengajian karena gaya penyampaiannya yang komunikatif dan sarat nasihat spiritual. Penulisnya, Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad al-Khaubawiy, seorang ulama dari Persia yang hidup sekitar abad ke-14 atau 15 Hijriyah, dikenal sebagai ahli dakwah yang bijak dalam menyampaikan nilai-nilai keislaman dengan pendekatan hati.

Versi takhrij dan penjelasan hadis dalam kitab ini oleh Dr. KH. Ahmad Lutfi Fathullah, Lc., M.A., seorang ulama dan pakar hadis dari Indonesia, memberikan nilai tambah ilmiah dan kontekstual. Ia menguatkan sanad, matan, serta makna spiritual dalam teks, sehingga lebih kokoh dijadikan rujukan pada zaman ini.

Hati Sebagai Kunci Segala Kebaikan

Kitab ini mengawali bab kelima dengan hadis Nabi SAW yang sangat masyhur:

“أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ”
“Ketahuilah, dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Jika ia rusak, maka seluruh tubuh pun akan rusak. Ketahuilah, ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Dalam takhrijnya, KH. Lutfi Fathullah menegaskan bahwa hadis ini memiliki derajat muttafaq ‘alaih, yang artinya sangat kuat dan disepakati oleh dua imam hadis besar. Maknanya pun mendalam hati adalah pusat kehidupan rohani. Bila hati bersih, seluruh perilaku, ucapan, bahkan pikiran akan turut bersinar.


Menyaksikan Allah Lewat Kepekaan Nurani

Dalam penggalan lain, disebutkan:

“ما رأيتُ شيئاً إلا ورأيتُ الله قبله أو بعده أو معه”
“Aku tidak melihat sesuatu, kecuali aku melihat Allah sebelum, sesudah, atau bersamanya.” (diriwayatkan dari sebagian ahli makrifat)

Mereka yang hatinya jernih, akan mampu melihat jejak Allah di setiap ciptaan-Nya dalam desau angin, pada dedaunan yang gugur, dalam tangisan anak kecil, atau bahkan lewat keheningan malam. Kitab Durraatun Nasihin membimbing kita menuju kepekaan ini bukan dengan filsafat rumit, tapi dengan kisah, nasihat, dan peringatan lembut.

Pernah suatu kali, penulis berbincang dengan seorang kakek di pelosok desa. Di sela istirahatnya menjemur padi, ia berkata: “Kalau saya lihat gabah ini berubah jadi nasi, saya tahu itu bukan kerja saya. Itu kerja Allah.” Kalimat sederhana, tapi sungguh dalam. Ia tidak membaca kitab filsafat, tapi hatinya jernih karena keikhlasan dan keterhubungan dengan Sang Khalik.

Sebab Kerusakan Anak Wanita


Hati yang Bersih Jalan Ketremtraman

Dalam salah satu faedah bab ini, kitab menegaskan pentingnya mu’āmalah hati dengan sesama manusia. Tidak cukup hanya memperbaiki hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga horizontal dengan manusia. Karena, hati yang bersih tidak akan menipu, tidak mudah iri, tidak membenci tanpa alasan.

Sebagian ulama bahkan mengatakan:

“لا يَسْتَقِيمُ إيمان عبد حتى يَسْلَمَ قلبُهُ، ولا يَسْلَمُ قلبُهُ حتى يُحبَّ لإخوانه ما يُحبُّ لنفسه”
“Tidak akan lurus iman seorang hamba hingga hatinya bersih. Dan tidak akan bersih hatinya hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”

Betapa tepat nasihat ini untuk zaman kita. Kita hidup di tengah masyarakat yang mudah terbakar oleh prasangka. Hati yang bersih bukan hanya menyelamatkan pribadi, tapi juga menyembuhkan luka sosial. Seorang pemimpin yang jernih hatinya akan mencintai rakyatnya. Seorang guru yang bersih hatinya akan tulus mendidik murid-muridnya. Dan seorang suami/istri yang jernih hatinya akan mencintai keluarganya karena Allah.


Hati sebagai Medan Pertemuan

Durraatun Nasihin mengajarkan bahwa hati adalah tempat pertama dan terakhir untuk mengenal Allah. Hati yang hidup akan melihat jejak-Nya di mana-mana. Sedangkan hati yang mati, akan terus merasa kosong meskipun dunia digenggam.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Mari kita rawat hati dengan:

  • Dzikir yang khusyuk
  • Menjaga lisan dari menyakiti
  • Belajar dari kisah-kisah hikmah ulama klasik

Sebagaimana doa para salihin:

“اللهم طهر قلوبنا من النفاق، وأعمالنا من الرياء، وألسنتنا من الكذب، وأعيننا من الخيانة، فإنك تعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور”
“Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari kemunafikan, amal kami dari riya’, lisan kami dari dusta, dan mata kami dari khianat. Sesungguhnya Engkau mengetahui segala yang tersembunyi di dada.”

Sudahkah kita merawat hati sebaik merawat wajah dan penampilan? Karena di akhirat kelak, bukan tampilan luar yang Allah lihat, melainkan nurani yang tersembunyi dalam dada.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement