Surau.co – Yogyakarta bukan hanya terkenal sebagai kota budaya dan kota pelajar. Tetapi juga sebagai rumah bagi sebuah lembaga pendidikan tinggi Islam yang menorehkan sejarah penting dalam perjalanan bangsa. Yakni Universitas Islam Indonesia (UII). Kampus ini bukan sekadar institusi akademik, tapi simbol kebangkitan umat Islam melawan ketertinggalan sejak era penjajahan.
UII sendiri merupakan bentuk transformasi dari Sekolah Tinggi Indonesia (STI). Kampus islam pertama di Indonesia. Lalu, bagaimana sejarah dan dinamika berdirinya STI?
STI Lahir Dari Kesadaran
Mengutip jurnal AL-USWAH: Jurnal Riset dan Kajian Pendidikan Agama Islam, STI berdiri atas munculnya kesadaran akan pengembangan keilmuan keislaman di Indonesia. Hal itu, setidaknya dipengaruhi dua faktor, yakni internal dan eksternal. Faktor intern yang mendorong adalah berdirinya perguruan tinggi dengan keilmuan umum. Antara lain Sekolah Tinggi Teknik di Bandung 1920, Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta pada tahun 1920, dan Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta pada tahun 1927.
Sementara faktor eksternya, STI berdiri sebagai respon atas kebutuhan masyarakat untuk merealisasikan kehidupan beragama di tanah air dan masuknya pengaruh tokoh-tokoh pembaharu pemikiran Islam ke Indonesia seperti Muhammad Abduh dan Sayyid Ahmad Khan. Rencana tersebut kemudian muncul pertama kali dalam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tahun 1939.
Wacana itu, lalu kian menguat dan turut diperjuangkan tokoh-tokoh pendidikan di kalangan umat Islam yang saat itu bergabung di Masyumi. Sehingga pada bulan April 1945 diadakanlah rapat di Jakarta yang dihadiri oleh para tokoh organisasi Islam yang menjadi anggota Masyumi.
Kontribusi Tokoh Lintas Ormas
Dalam rapat itu dihadiri sejumlah tokoh Islam, seperti KH. Abdul Wahab, KH. Bisri Syamsuri, KH. Wahid Hasyim, KH. Masykur dan Zainal Arifin dari PBNU. Lalu Ki Bagus Hadikusumo, KH. Mas Mansur, KH. Hasyim, KH. Farid Ma’ruf, KH. Mu’thi, KH. M. Yunus Anis dan Kerto Sudarmo dari Muhamadiyah. Serta tokoh dari PB POI, PB Al-Islam, hingga Cendekiawan Intelektual seperti Dr. Sukiman Wirjosandojo, Wondoamiseno, Abukusno Tjokrosujoyo, dan Muh. Roem.
Dalam sidang tersebut memutuskan untuk membentuk panitia perencana STI yang dipimpin oleh Mohammad Hatta dan sekretarisnya M. Natsir. Akhirnya, bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 di Jakarta, STI berdiri di gedung kantor Imigrasi Pusat Gondangdia di Jakarta. Pada mulanya, STI mencontoh kurikulum dari Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, Kairo.
STI Pindah ke Yogyakarta
Situasi politik yang tak menentu kala itu, pada akhirnya berdampak juga pada nasib STI. Seiring dengan pindahnya ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta, pada 10 April 1946 STI juga turut pindah dan dibuka di Yogyakarta. Pada prosesnya, STI terus berkembang dan terus mencari pola yang sempurna. Sehingga dalam rangka mengembangkan peran dan fungsinya, STI berubah menjadi Universitas dengan nama Universitas Islam Indonesia (UII). UII yang secara resmi dibuka pada 10 Maret 1948 dengan membuka empat fakultas, yaitu Fakultas Agama, Hukum, Pendidikan dan Ekomoni.
Di masa-masa awal, kampus UII tidak memiliki gedung megah. Proses belajar-mengajar berlangsung di tempat seadanya: rumah-rumah penduduk, bangunan bekas kolonial, bahkan di ruang terbuka. Namun semangat yang menghidupi kampus ini sangat membara. Para dosennya, yang juga tokoh nasional, mengajar tanpa pamrih. Mahasiswa belajar di tengah ancaman bom dan gejolak revolusi.
UII Melahirkan IAIN
Dalam perkembangan, UII menjadi kampus swasta dengan dikelola mandiri. Sementara Fakultas Agama UII berpisah dan menjadi kampus negeri atau Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Dari situlah lahir di tanggal 24 Agustus 1960 Institut Agama Islam Negeri (IAIN). IAIN bermula dengan dua bagian, yaitu dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta. Di kedua tempat ini, IAIN dengan cepat berkembang.
Setelah melalui fase-fase perkembangan, kampus islam di Indonesia terus bertransformasi. Hingga dalam perkembangan terbaru, kampus islam terbagi menjadi tiga macam. Pertama, lembaga pendidikan tinggi Islam negeri, seperti UIN, IAIN, dan STAIN. Kedua Lembaga pendidikan tinggi Islam swasta yang berbentuk universitas. Di lembaga ini juga berdiri berbagai fakultas, jurusan, serta program studi yang lebih umum. Terakhir, lembaga pendidikan tinggi Islam swasta yang berbentuk institut dan sekolah tinggi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
