SURAU.CO – Kita kini hidup di zaman yang menuntut segalanya serba cepat. Kita menginginkan mie instan tersaji dalam hitungan menit dan berharap pesan terkirim dalam sekejap mata. Akibatnya, budaya instan ini tanpa sadar membentuk pola pikir kita. Kita pun menjadi mudah frustrasi ketika berhadapan dengan kenyataan. Sebuah kenyataan bahwa kesuksesan, ilmu, dan kebahagiaan sejati tidak pernah datang secara tiba-tiba. Namun, Islam, melalui ajarannya yang luhur, justru mengajak kita untuk merenung. Alam semesta dan kehidupan itu sendiri sesungguhnya mengajarkan sebuah hukum universal, yaitu betapa agungnya sebuah proses.
Pelajaran Langsung dari Sang Mahakuasa
Untuk memahami betapa pentingnya sebuah proses, kita hanya perlu melihat karya terbesar di alam raya. Perhatikanlah penciptaan langit dan bumi. Allah SWT, Zat Yang Maha Kuasa, tentu mampu menciptakan segalanya dalam sekejap. Cukup dengan satu firman “Kun Fayakun” (Jadilah, maka terjadilah), seluruh semesta dapat hadir. Akan tetapi, Allah memilih jalan yang berbeda untuk mengajarkan kita sebuah pelajaran agung. Dalam firman-Nya, Allah SWT menjelaskan:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa.” (QS. Al A’raf: 54)
Mengapa Allah yang Maha Perkasa memilih “enam masa”? Jawabannya bukanlah karena Dia membutuhkannya. Justru, kitalah yang memerlukan pelajaran di balik peristiwa tersebut. Melalui ini, Allah ingin menunjukkan kepada hamba-Nya bahwa segala sesuatu memiliki tahapan yang teratur. Ada sebuah urutan, keteraturan, dan waktu yang tepat untuk segala hal. Jika Sang Pencipta saja menghargai proses, bagaimana mungkin kita sebagai ciptaan-Nya berani berharap untuk melompatinya?
Sunnatullah: Hukum Proses di Seluruh Semesta
Hukum alamiah tentang proses ini dikenal sebagai sunnatullah. Prinsip ini berjalan secara konsisten di seluruh alam tanpa terkecuali. Sebagai contoh, bayangkan sebutir biji mangga. Biji tersebut tidak akan serta-merta menjadi pohon rindang keesokan harinya. Ia harus melewati sebuah perjalanan panjang. Manusia harus menanamnya di tanah subur, menyiraminya, dan memastikan ia mendapat cahaya matahari. Kemudian, secara perlahan, biji itu akan berkecambah, menumbuhkan akar, batang, dan dedaunan. Bertahun-tahun kemudian, barulah ia menjadi pohon kokoh yang mampu menghasilkan buah manis.
Hal serupa juga terjadi dalam proses metamorfosis. Seekor ulat yang tampak sederhana harus mengasingkan diri dalam kepompong. Di dalam sana, ia melalui transformasi yang luar biasa. Hanya setelah waktu yang ditentukan, ia dapat keluar menjadi kupu-kupu yang indah. Proses ini tidak bisa dipercepat. Apabila kita mencoba merobek kepompong untuk “membantunya”, kupu-kupu itu justru akan mati. Perjuangan itu sendiri adalah bagian esensial yang membuatnya siap untuk terbang.
Proses yang Membentuk Kehidupan Manusia
Sunnatullah ini berlaku sama kuatnya dalam kehidupan manusia. Seorang bayi membutuhkan waktu sembilan bulan di dalam kandungan. Setelah lahir, ia perlu bertahun-tahun untuk belajar merangkak, berjalan, hingga berbicara. Tidak ada jalan pintas untuk menjadi dewasa. Demikian pula dalam meraih cita-cita. Seseorang yang ingin menjadi dokter harus sabar menempuh pendidikan selama bertahun-tahun. Seorang pengusaha sukses pun pasti pernah melewati fase jatuh bangun yang menempa mentalnya.
Keinginan untuk mendapatkan hasil instan seringkali menjadi sumber dari banyak masalah. Hasrat ingin kaya mendadak, misalnya, bisa menjerumuskan seseorang ke dalam praktik judi atau pesugihan. Dorongan untuk pandai tanpa belajar, pada akhirnya hanya berujung pada tindakan menyontek. Semua jalan pintas ini mungkin tampak menggiurkan pada awalnya. Namun, pada akhirnya, ia hanya akan membawa pada kerapuhan dan kehancuran. Sesuatu yang diperoleh tanpa perjuangan tidak akan pernah memiliki pondasi yang kuat.
Menemukan Hikmah di Balik Penantian
Allah tidak pernah menetapkan sebuah proses tanpa tujuan. Setiap tahapan, bahkan yang terasa paling sulit sekalipun, mengandung hikmah yang mendalam. Proses menempa karakter kita menjadi lebih kuat. Ia mengajarkan kita arti kesabaran yang sesungguhnya. Selain itu, ia melatih kita untuk menjadi pribadi yang ulet dan tidak mudah menyerah. Proses juga membuat kita lebih menghargai hasil akhir. Rasa manis dari buah yang kita tanam sendiri tentu jauh lebih nikmat daripada buah yang kita dapatkan secara cuma-cuma.
Oleh karena itu, rangkullah setiap proses yang sedang Anda jalani. Saat Anda merasa lelah belajar, ingatlah bahwa Anda sedang membangun fondasi ilmu yang kokoh. Saat usaha terasa jalan di tempat, percayalah bahwa Anda sedang menguatkan akar bisnis. Nikmati setiap langkahnya, syukuri setiap kemajuan kecil, dan percayalah pada ketetapan waktu dari Allah. Sebab, di dalam setiap detak perjuangan, tersimpan keindahan dan pelajaran tak ternilai yang membentuk kita.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
