Berita Internasional
Beranda » Berita » Melindungi Data Penduduk, Menjaga Kedaulatan Bangsa

Melindungi Data Penduduk, Menjaga Kedaulatan Bangsa

Presiden Indonesia Prabowo dan Presiden Amerika Donald Trump. Baru-baru ini Pemerintah Indonesia menyepakati kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat. Salah satu isi kesepakatan adalah mencakup akses Amerika ke data penduduk Indonesia. Gambar : Internet

SURAU.CO. Baru-baru ini Pemerintah Indonesia menyepakati kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat. Salah satu isi kesepakatan adalah mencakup akses Amerika ke data penduduk Indonesia. Amerika dan Indonesia menyepakati trtaktat dagang timbal balik atau Reciprocal Trade Agreement pada 22 Juli 2025. Salah satu poin menyebutkan Indonesia harus menyediakan data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat. Banyak pihak kemudian mempertanyakan langkah pemerintah yang mempertaruhkan kepentingan transfer data penduduk dengan kedaulatan bangsa kita. Asumsi umumnya, pemerintah mestinya melindungi kedaulatan bangsa. Melindungi data penduduk adalah menjaga kedaulatan bangsa.

Latar Belakang Perjanjian

Pada 22 Juli 2025, pemerintah Indonesia menyepakati kesepakatan dagang timbal balik (Reciprocal Trade Agreement) dengan Amerika Serikat. Salah satu kesepakatan mencakup klausul transfer data pengguna dari Indonesia ke Amerika.

Menurut pernyataan resmi dari White House, Indonesia berkomitmen menyediakan kepastian hukum bahwa transfer data pribadi ke wilayah Amerika dapat dilakukan atas dasar digital trade dan investasi. Perjanjian ini akan menjadi perluasan dari hubungan dagang yang telah terjalin melalui U.S.-Indonesia Trade and Investment Framework Agreement yang ditandatangani pada 16 Juli 1996.

Melansir indopremier.com, sebagai bagian dari komitmen perjanjian, Indonesia akan menghapus sekitar 99 persen hambatan tarif atas berbagai produk industri, makanan, dan pertanian asal Amerika Serikat. Di sisi lain, Amerika Serikat akan menurunkan tarif menjadi 19 persen untuk barang asal Indonesia.Kerangka ini juga mencakup isu digital dan perdagangan jasa. Indonesia menyatakan kesediaannya untuk menjamin kebebasan transfer data pribadi lintas batas, termasuk ke Amerika Serikat.

Kritik Berbagai Pihak 

Kesepakatan mengenai transfer data penduduk WNI ke Amerika Serikat menuai polemik di masyarakat. Sejumlah pihak bahkan mengkritik kesepakatan tersebut.

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

Imparsial mengecam kesepakatan Indonesia-Amerika Serikat yang memuat komitmen pemerintah Indonesia mentransfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat. Imparsial menyebutkan langkah tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan kedaulatan negara. Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan data pribadi warga negara tidak boleh dijadikan objek kesepakatan perdagangan atau ekonomi antarnegara. “Kedaulatan data pribadi adalah bagian dari kedaulatan negara.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melalui Majelis Pertimbangan Pusat PKS Mulyanto meminta pemerintah tidak lemah dalam menyikapi permintaan transfer data pribadi WNI ke AS. “Pemerintah jangan lemah menyikapi permintaan AS. Sehingga semua syarat yang diminta, termasuk menyerahkan data pribadi, dapat disetujui dengan gembira. Mulyanto meminta pemerintah berhati-hati menyepakati poin kesepakatan tersebut. Menurut dia, klausul itu rawan penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengingatkan pemerintah agar memperhatikan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dalam merealisasikan kesepakatan dagang antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat, khususnya transfer data pribadi WNI ke AS. Puan menegaskan kesepakatan itu tetap harus berpijak pada ketentuan UU PDP. “Pemerintah harus bisa melindungi data pribadi warga negara Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi”.

Klarifikasi Pemerintah Indonesia

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (23/7/2025), di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, menyebut transfer data pribadi yang menjadi kesepakatan dengan Pemerintah AS adalah transfer data pribadi yang bertanggung jawab dengan negara yang bertanggung jawab.

Secara terpisah, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi memastikan, perlindungan data pribadi sudah ada di Indonesia dan pemerintah yang memegang perlindungan data pribadi ini. Pengelolaan data ini tetap dilakukan masing-masing.

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

Sementara itu Menkomdigi Meuti Hafid menyampaikan bahwa Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan bahwa finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat  sebagaimana Gedung Putih mengumumkan pada 22 Juli 2025 bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.

Pentingnya Data Penduduk Indonesia

Sejatinya, data kependudukan adalah informasi mengenai jumlah penduduk, karakteristik, dan persebarannya di suatu wilayah. Data ini mencakup berbagai aspek seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan. Data kependudukan sangat penting untuk perencanaan pembangunan, alokasi sumber daya, dan berbagai kebijakan publik lainnya.

Material Data penduduk Indonesia memiliki sumber dari :

  1. Sensus Penduduk secara rutin. Sensus penduduk yaitu kegiatan pengumpulan data secara menyeluruh terhadap seluruh penduduk di suatu wilayah pada periode waktu tertentu.
  2. Survey Penduduk. Pemerintah juga melakukan survey penduduk yaitu pengumpulan data dari sebagian penduduk untuk mendapatkan gambaran umum mengenai karakteristik penduduk. 
  3. Data Administrasi Kependudukan. Data yang tercatat dalam dokumen kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan akta kelahiran.

Kerangka Hukum Perlindungan Data Pribadi

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). UU ini menjadi dasar hukum utama yang mengatur perlindungan data pribadi warga negara Indonesia di era digital. 

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi bertujuan untuk melindungi hak privasi individu dalam pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, dan distribusi data pribadi oleh berbagai pihak, termasuk perusahaan dan lembaga pemerintah.

Hikayat yang Menggetarkan: Menyelami Kitab Al-Mawa’idhul Ushfuriyah

Penting bagi individu untuk memahami hak-hak mereka terkait data pribadi dan bagi perusahaan serta lembaga pemerintah untuk mematuhi aturan perlindungan data pribadi yang berlaku. Idealnya, kerangka hukum ini menegaskan kesadaran dan tanggung jawab dalam menjaga keamanan data pribadi di era digital semakin meningkat. Bukan mengabaikan atau justeru menyerahkan data pribadi pada pihak lain

Mewaspadai Surveylance Capitalism

Surveillance capitalism atau kapitalisme pengawasan dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah sistem ekonomi di mana data pribadi individu dikumpulkan, dianalisis, dan dijual untuk kepentingan komersial, terutama untuk memprediksi dan memengaruhi perilaku konsumen. Adalah Shoshana Zuboff yang pertama kali mengenalkan istilah ini untuk menggambarkan praktik perusahaan teknologi yang mengumpulkan data pengguna secara masif melalui layanan daring gratis, seperti mesin pencari dan platform media sosial, untuk menciptakan produk prediksi perilaku yang kemudian menjualnya dim pasaran.

Secara sederhana, surveillance capitalism adalah model bisnis yang mengeksploitasi data pribadi pengguna untuk keuntungan ekonomi. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya mengumpulkan data tentang apa yang Anda cari atau apa yang Anda sukai, tetapi juga tentang bagaimana Anda berperilaku, termasuk lokasi fisik, kebiasaan, dan interaksi online Anda. Dengan menggunakan kecerdasan buatan kemudian mengolah data ini untuk menciptakan produk prediksi untuk menargetkan iklan atau bahkan memengaruhi perilaku konsumen.

Istilah surveillance capitalism telah menimbulkan banyak perdebatan dan kritik. Banyak yang berpendapat bahwa praktik ini mengeksploitasi pengguna dan mengancam privasi serta otonomi individu. Beberapa ahli menyerukan regulasi yang lebih ketat untuk membatasi praktik pengumpulan data dan penjualan produk prediksi. Surveillance capitalism memiliki implikasi negatif terhadap privasi, otonomi individu, dan kebebasan dalam memilih


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement