Surau.co. Pertanyaan tentang asal-usul penciptaan alam semesta telah menjadi perenungan manusia sejak dahulu. Baik dalam teks keagamaan maupun sains modern, berbagai teori dan wahyu mencoba menjawab bagaimana alam semesta bermula.
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memberikan isyarat tentang penciptaan alam semesta. Di sisi lain, sains modern mengembangkan teori Big Bang sebagai penjelasan ilmiah atas awal mula jagat raya.
Penciptaan Alam Semesta dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an menyebut penciptaan alam semesta dalam berbagai ayat. Salah satunya terdapat dalam Surah Al-Anbiya ayat 30: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.” (QS. Al-Anbiya: 30)
Ayat ini menunjukkan bahwa langit dan bumi dulunya merupakan satu kesatuan. Kemudian terjadi proses pemisahan yang membentuk jagat raya seperti sekarang.
Beberapa mufasir, seperti Imam Al-Qurtubi dan Fakhruddin Ar-Razi, menafsirkan ayat ini sebagai isyarat atas awal mula penciptaan dari sesuatu yang tunggal. Penafsiran ini senada dengan konsep ledakan awal atau Big Bang dalam sains.
Teori Big Bang dalam Sains Modern
Teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta bermula dari sebuah titik singularitas sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu, lalu meledak dan terus mengembang hingga sekarang. Demikian pula penelitian “redshift galaksi” oleh Edwin Hubble pada tahun 1929 yang menunjukkan bahwa alam semesta sedang mengembang.
Teori Big Bang pertama kali dicetuskan oleh Georges Lemaître, seorang astronom dan fisikawan Belgia, sekitar tahun 1927. Teori ini menjelaskan bahwa alam semesta berasal dari keadaan sangat padat dan panas, yang kemudian mengalami ledakan besar (Big Bang) sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu. Setelah ledakan, alam semesta mulai mengembang dan mendingin, membentuk galaksi, bintang, dan planet-planet yang kita lihat sekarang.
Penemuan latar belakang gelombang mikro kosmik (CMB) oleh Arno Penzias dan Robert Wilson tahun 1965 menjadi bukti penting bahwa alam semesta pernah berada dalam keadaan panas dan padat. Hal ini memperkuat asumsi bahwa jagat raya bermula dari suatu ledakan besar.
Kesesuaian Al-Qur’an dengan Teori Big Bang
Sejumlah ilmuwan Muslim dan peneliti Al-Qur’an memandang bahwa ayat-ayat dalam Al-Qur’an memiliki kemiripan dengan penjelasan ilmiah mengenai asal-usul alam. Sains menyebut bahwa sesaat setelah ledakan besar yang disebut Big Bang terjadi, alam semesta dipenuhi oleh plasma panas berupa partikel-partikel subatomik.
Qur’an surah Fussilat ayat 11 disebutkan:
“Kemudian Dia menuju kepada (penciptaan) langit dan langit itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan suka rela atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka rela””. Kata “dukhan” berarti asap dapat merujuk pada kondisi gas atau materi kosmik awal yang panas.
Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa penciptaan alam semesta terjadi secara bertahap. Dalam Surah As-Sajdah ayat 4: “Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa…”
Frasa “enam masa” (sittati ayyām) dipahami oleh sebagian ulama bukan sebagai hari literal, tetapi sebagai fase atau tahap proses kosmis. Hal ini mencerminkan bahwa penciptaan tidak terjadi seketika, tetapi melalui tahapan atau era tertentu. Era tersebut ialah era Planck, Nucleosynthesis, Recombination, hingga Galaxy Formation. Setiap era terjadi dalam waktu yang sangat panjang dan bertahap.
Langit yang Terus Mengembang
Salah satu ayat Al-Qur’an yang sangat menarik adalah Surah Adz-Dzariyat ayat 47: “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS. Adz-Dzariyat: 47). Kata “lamūsi’ūn” dalam bahasa Arab menunjukkan perluasan atau ekspansi yang terus berlangsung. Ayat ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an telah menyampaikan fenomena tersebut jauh sebelum sains mengonfirmasinya.
Peristiwa tersebut sesuai dengan penemuan ilmiah bahwa alam semesta mengembang secara terus-menerus. Konsep alam semesta yang mengembang, yang merupakan dasar dari kosmologi modern, ditemukan oleh Edwin Hubble. Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa alam semesta tidak statis, melainkan terus berkembang. Hal ini menjadi dasar bagi teori Big Bang, yang menjelaskan bahwa alam semesta berasal dari keadaan yang sangat padat dan panas yang kemudian mengembang.
Keselarasan Makna
Al-Qur’an menyampaikan narasi penciptaan yang mengandung keselarasan dengan temuan ilmiah masa kini seperti teori Big Bang. Ayat-ayat Al-Qur’an memberikan inspirasi dan dasar refleksi bahwa alam semesta ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan hasil dari kekuasaan dan kehendak Sang Pencipta.
Sementara itu, sains membuka pintu pemahaman tentang bagaimana proses tersebut berlangsung. Melalui pendekatan holistik antara wahyu dan ilmu pengetahuan, manusia dapat semakin memahami makna keberadaannya di alam semesta. *TeddyNs
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
