Sejarah
Beranda » Berita » Babak Baru Setelah Perang Badar

Babak Baru Setelah Perang Badar

Peristiwa Setelah Perang Badar

SURAU.CO – Kemenangan gemilang kaum muslimin di Perang Badar merupakan titik balik monumental dalam sejarah Islam. Ia bukan sekadar akhir dari sebuah pertempuran, melainkan awal dari babak baru yang penuh tantangan. Gema kemenangan di lembah Badar mengguncang hegemoni kaum Quraisy di Mekah dan mengangkat wibawa negara Madinah yang baru lahir. Namun, periode setelah kemenangan besar ini bukanlah masa yang tenang. Justru, ia diwarnai oleh serangkaian peristiwa penting yang menguji keteguhan iman, menyingkap barisan kemunafikan, dan menampilkan kisah-kisah pengorbanan yang mengharukan.

Perjalanan Pulang: Ketegasan Menghadapi Penjahat Perang

Dalam perjalanan pulang menuju Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukannya membawa kemenangan serta para tawanan perang. Di tengah euforia tersebut, Nabi menunjukkan ketegasan hukum yang tidak pandang bulu. Beliau memerintahkan eksekusi terhadap dua orang tokoh Quraisy yang paling ekstrem dalam memusuhi Islam. Mereka adalah An-Nadhr bin Al-Harits dan ‘Uqbah bin Abi Mu’aith.

Keputusan ini bukanlah balas dendam personal. Keduanya adalah penjahat perang yang selama di Mekah tidak henti-hentinya menyiksa kaum muslimin. Mereka secara aktif menghina, memfitnah, dan melukai Nabi serta para sahabat. An-Nadhr bahkan pergi hingga ke Persia hanya untuk mencari dongeng-dongeng yang bisa ia gunakan untuk menandingi Al-Qur’an. Kejahatan mereka sudah melampaui batas, sehingga hukuman mati dianggap setimpal untuk menghentikan keburukan mereka secara permanen. Peristiwa ini menjadi pesan jelas bahwa negara Islam tidak akan menoleransi kejahatan dan pengkhianatan.

Dampak Kemenangan di Madinah: Munculnya Kaum Munafik

Kabar kemenangan pasukan muslim sampai di Madinah lebih dulu daripada kedatangan Nabi. Euforia dan kebahagiaan menyelimuti kota. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akhirnya tiba, beliau disambut dengan penuh sukacita oleh penduduk Madinah. Wibawa Islam dan kaum muslimin meningkat drastis. Banyak penduduk Madinah yang sebelumnya ragu-ragu kini berbondong-bondong menyatakan keislaman mereka.

Namun, di tengah gelombang keislaman ini, muncul sebuah kelompok baru yang berbahaya. Mereka adalah kaum munafik. Dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, seorang tokoh yang kehilangan kesempatan menjadi raja Madinah karena kedatangan Islam, kelompok ini berpura-pura memeluk Islam. Mereka shalat bersama kaum muslimin dan mengucapkan syahadat. Akan tetapi, hati mereka penuh dengan kebencian dan kekafiran. Mereka masuk Islam hanya untuk menyelamatkan nyawa dan posisi sosial mereka. Sejak saat inilah, perjuangan umat Islam tidak hanya menghadapi musuh dari luar, tetapi juga musuh dalam selimut.

Mustafa Kemal Ataturk: Modernisasi dan Perkembangan Islam Modern

Konspirasi Pembunuhan: Rencana Busuk dari Mekah

Kekalahan telak di Badar menyisakan luka dan dendam yang mendalam di hati kaum musyrikin Mekah. Salah satunya adalah Shafwan bin Umayyah. Ayah dan saudaranya tewas di Badar. Ia merencanakan sebuah konspirasi licik bersama sepupunya, ‘Umair bin Wahb Al-Jumahi, yang dikenal sebagai “Setan Quraisy” karena permusuhannya yang sengit terhadap Islam.

Shafwan menawarkan untuk menanggung semua utang ‘Umair dan menjamin kehidupan keluarganya. Sebagai imbalannya, ‘Umair harus pergi ke Madinah dengan dalih menebus anaknya yang menjadi tawanan. Misi utamanya adalah membunuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pedang beracun. ‘Umair pun berangkat. Sesampainya di Madinah, Umar bin Khattab yang waspada langsung mencurigai kedatangannya.

‘Umair dibawa menghadap Nabi. Dengan tenang, Rasulullah bertanya tujuan kedatangannya. ‘Umair bersikeras ia hanya ingin menebus anaknya. Namun, Nabi yang telah diberi wahyu oleh Allah langsung membongkar seluruh rencana rahasianya dengan Shafwan. Beliau menceritakan detail percakapan yang hanya diketahui oleh mereka berdua di Mekah. Seketika itu juga, ‘Umair gemetar. Ia sadar bahwa yang di hadapannya bukanlah manusia biasa. Ia langsung mengucapkan syahadat. Kisah ini menunjukkan bagaimana Allah senantiasa melindungi Rasul-Nya dan mampu mengubah musuh paling keras menjadi pembela Islam.

Kisah Hijrah Zainab: Pengorbanan Putri Tercinta Nabi

Di antara para tawanan Badar, terdapat Abu Al-‘Ash bin Ar-Rabi’. Ia adalah menantu Rasulullah, suami dari Zainab, putri beliau. Saat itu, Zainab masih tinggal di Mekah bersama suaminya yang masih musyrik. Untuk menebus suaminya, Zainab mengirimkan sebuah kalung. Kalung itu adalah hadiah dari ibundanya, Khadijah, saat pernikahannya dulu.

Ketika Rasulullah melihat kalung itu, hati beliau tersentuh. Beliau teringat pada kenangan bersama istri tercintanya, Khadijah. Dengan persetujuan para sahabat, Abu Al-‘Ash dibebaskan tanpa tebusan. Namun, Nabi memberikan satu syarat: Abu Al-‘Ash harus mengizinkan Zainab untuk hijrah ke Madinah. Abu Al-‘Ash menyetujuinya.

Peran Pemikiran Al-Farabi; Pencerahan Filsafat Yunani dan Barat

Akan tetapi, proses hijrah Zainab tidaklah mudah. Kaum Quraisy yang marah mencoba menghalanginya. Dalam pengejaran itu, Zainab yang sedang hamil terjatuh dari untanya hingga mengalami keguguran. Meski penuh luka dan duka, Zainab akhirnya berhasil tiba di Madinah, menyusul ayah dan saudari-saudarinya. Kisah ini adalah potret pengorbanan besar seorang wanita demi mempertahankan akidahnya dan memenuhi panggilan hijrah.

Periode setelah Perang Badar adalah masa konsolidasi dan ujian. Kemenangan besar tidak membuat kaum muslimin bisa berleha-leha. Justru, ia membuka front-front perjuangan baru yang tak kalah berat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement