Opinion
Beranda » Berita » Jalan Hidup Sudah Tertulis, Mengapa Tetap Wajib Berikhtiar?

Jalan Hidup Sudah Tertulis, Mengapa Tetap Wajib Berikhtiar?

Ilustrasi Berikhtiar

SURAU.CO – Salah satu pilar keimanan dalam Islam adalah percaya pada takdir. Keyakinan ini sering kali memunculkan sebuah pertanyaan besar di benak banyak orang. Jika Allah telah menetapkan nasib setiap hamba, termasuk apakah ia akan menjadi penghuni surga atau neraka, lalu untuk apa kita berusaha dan beramal? Pertanyaan ini sangat manusiawi. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan jawaban yang menenangkan hati dan meluruskan pemahaman kita. Jawaban beliau menunjukkan bahwa takdir bukanlah alasan untuk bermalas-malasan, melainkan motivasi untuk terus berbuat.

Pertanyaan Para Sahabat dan Jawaban Nabi

Para sahabat Nabi, yang merupakan generasi terbaik, juga pernah memikirkan hal ini. Mereka bertanya langsung kepada sumber ilmu terbaik. Dalam sebuah hadis yang mulia, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menceritakan sebuah peristiwa penting. Ia berkata:

“Suatu saat kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengantar jenazah. Beliau kemudian duduk dan kami pun duduk di sekelilingnya. Beliau membawa sebatang tongkat kecil. Beliau lalu menundukkan kepalanya dan menggores-gores tanah dengan tongkatnya. Kemudian beliau bersabda,

‘Tidak ada seorang pun dari kalian, tidak ada satu jiwa pun yang hidup, kecuali telah Allah tetapkan tempatnya di surga atau di neraka. Dan juga telah ditetapkan apakah ia akan menjadi orang yang celaka atau bahagia.’

Seseorang lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kalau begitu, mengapa kita tidak bersandar saja pada apa yang telah ditetapkan untuk kita dan meninggalkan amalan? Karena barang siapa di antara kita yang telah ditakdirkan menjadi orang yang berbahagia, maka ia akan beramal dengan amalan orang-orang yang berbahagia. Dan barang siapa di antara kita yang ditakdirkan menjadi orang yang celaka, maka ia akan beramal dengan amalan orang-orang yang celaka.’

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Beliau pun menjawab,

‘Adapun orang yang berbahagia, maka ia akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang yang berbahagia. Adapun orang yang celaka, maka ia akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang yang celaka.’

Kemudian beliau membaca ayat,

‘Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Makna di Balik Perintah “Teruslah Beramal”

Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah jelas dan praktis. Beliau tidak menuntun kita untuk menyelami misteri takdir yang gaib. Sebaliknya, beliau memerintahkan kita untuk fokus pada sesuatu yang nyata dan berada dalam kendali kita, yaitu amal perbuatan. Perintah “Beramallah!” adalah inti dari ajaran ini.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Tugas kita sebagai hamba bukanlah menebak-nebak nasib. Tugas kita adalah mengisi setiap detik kehidupan dengan amal saleh. Kita shalat, berpuasa, bersedekah, dan berakhlak mulia karena Allah memerintahkannya. Inilah ranah ikhtiar (usaha) kita. Kita tidak tahu apa yang tertulis untuk kita di Lauhul Mahfuz, namun kita tahu apa yang Allah perintahkan kepada kita hari ini.

Setiap Orang Dimudahkan Menuju Takdirnya

Selanjutnya, Nabi menjelaskan sebuah kaidah yang agung: “semua orang akan dimudahkan untuk melakukan apa yang menjadi tujuan ia diciptakan.” Kalimat ini adalah kunci untuk memahami hubungan antara takdir dan ikhtiar. Maknanya adalah, Allah akan membimbing tindakan seseorang sesuai dengan takdir yang telah Dia tetapkan untuknya.

  1. Jalan Orang yang Berbahagia: Seseorang yang telah Allah takdirkan sebagai penghuni surga akan menemukan kemudahan dalam melakukan amal-amal ketaatan. Hatinya akan terasa ringan untuk shalat. Tangannya akan mudah untuk bersedekah. Lisannya akan fasih berzikir dan berkata baik. Ia akan merasa nikmat dalam beribadah dan menjauhi maksiat.
  2. Jalan Orang yang Celaka: Sebaliknya, seseorang yang ditakdirkan menjadi penghuni neraka (kita berlindung kepada Allah darinya) akan cenderung pada perbuatan maksiat. Ia akan merasa berat untuk beribadah. Hatinya lebih condong pada perbuatan dosa. Baginya, jalan keburukan terasa lebih mudah dan menyenangkan.

Dengan demikian, amal perbuatan kita di dunia ini menjadi sebuah cermin. Ia merefleksikan ke arah mana takdir kita sedang berjalan.

Ikhtiar Kita Adalah Bagian dari Takdir-Nya

Jadi, apakah ini berarti kita seperti robot? Tentu tidak. Kita tetap memiliki kehendak dan pilihan. Namun, pilihan yang kita ambil itulah yang merupakan bagian dari takdir Allah. Allah Maha Tahu pilihan apa yang akan kita ambil, dan Dia memudahkan jalan bagi kita untuk mengambil pilihan tersebut.

Oleh karena itu, jangan pernah berkata, “Saya berbuat maksiat karena takdir.” Perkataan ini adalah bentuk kesesatan. Seharusnya kita berkata, “Saya akan terus beramal saleh. Semoga ini menjadi tanda bahwa Allah menakdirkan kebaikan untuk saya.” Fokuslah pada usaha, karena hasil akhir adalah milik Allah semata. Teruslah berusaha mengetuk pintu surga melalui amal saleh. Sebab, Allah memudahkan setiap orang menuju rumah yang telah disiapkan untuknya.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement