Opinion
Beranda » Berita » Kecerdasan Bukan Segalanya?

Kecerdasan Bukan Segalanya?

Hidayah Lebih Penting daripada Akal yang Berlian

SURAU.CO – Banyak orang memandang kecerdasan sebagai tiket emas menuju kesuksesan. Kita begitu mudah mengagumi individu yang cerdas, lalu menganggap hidupnya pasti akan gemilang. Namun, Islam menawarkan sebuah sudut pandang yang lebih mendalam. Sejarah dan dalil justru menunjukkan bahwa kecerdasan tanpa hidayah sering kali membawa petaka. Akal yang brilian, jika tidak dipandu oleh iman, dapat menjadi sumber kejatuhan terbesar bagi pemiliknya.

Iblis: Bukti Kecerdasan yang Dikuasai Kesombongan

Mari kita lihat Iblis sebagai contoh paling jelas. Ia bukanlah makhluk yang bodoh. Sebaliknya, Iblis memiliki pengetahuan yang luas tentang keagungan Allah karena ia lama beribadah di antara para malaikat. Akan tetapi, semua ilmu yang ia miliki gagal menuntunnya pada ketaatan.

Saat Allah memerintahkannya untuk bersujud hormat kepada Adam, kesombongannya langsung mengalahkan akal sehatnya. Iblis merasa dirinya jauh lebih unggul. Dengan angkuh, ia pun melontarkan argumennya, yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an:

“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab Iblis, “Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan saya dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A’raf: 12)

Pada akhirnya, logika yang ia banggakan justru menjadi penyebab kehancurannya. Kecerdasan yang tidak tunduk pada wahyu membuatnya menentang perintah Tuhan. Akibatnya, Allah mengusirnya dari rahmat-Nya dan ia menjadi makhluk terlaknat hingga akhir zaman.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Bal’am: Saat Ilmu Agama Kalah oleh Godaan Dunia

Kisah selanjutnya datang dari seorang manusia bernama Bal’am bin Ba’ura. Ia adalah ulama terpandang di kalangan Bani Israil pada zaman Nabi Musa. Allah menganugerahinya pemahaman mendalam tentang kitab suci dan doa yang mustajab. Karena itu, kaumnya sangat menghormati dan memercayai fatwanya.

Sayangnya, semua keistimewaan itu runtuh saat ia menghadapi godaan dunia. Ia secara sadar lebih memilih kemewahan fana daripada mempertahankan kebenaran. Ia mengikuti hawa nafsunya demi meraih harta dan status sosial. Karena pengkhianatannya ini, Allah memberikan perumpamaan yang sangat hina untuknya:

“…maka perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga).” (QS. Al-A’raf: 176)

Kisah ini menunjukkan betapa ilmu yang tinggi tidak memberi jaminan keselamatan. Kecerdasannya dalam agama tidak mampu melindunginya dari kesesatan karena hatinya lebih mencintai dunia.

Abdullah bin Ubay: Tokoh Cerdik Penebar Fitnah

Kemudian, kita beralih ke masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di Madinah, hiduplah seorang tokoh bernama Abdullah bin Ubay bin Salul. Ia adalah sosok yang sangat berpengaruh dan cerdas. Sebelum Islam datang, masyarakat Madinah hampir mengangkatnya menjadi raja.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Akan tetapi, ia menyalurkan seluruh pengaruh dan kecerdikannya untuk tujuan yang jahat. Hatinya penuh dengan kedengkian terhadap dakwah Nabi. Ia pun menjadi pemimpin kaum munafik yang ahli bersandiwara. Di depan kaum muslimin ia mengaku beriman, namun di belakang ia aktif menyusun rencana untuk memecah belah umat.

Hidayah: Pemandu yang Menentukan Arah Akal

Ketiga kisah tersebut memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga. Kecerdasan intelektual pada hakikatnya adalah alat yang netral. Ia seperti pisau yang sangat bermanfaat di tangan seorang juru masak, namun menjadi senjata mematikan di tangan seorang penjahat.

Di sinilah peran hidayah menjadi sangat penting. Hidayah berfungsi sebagai kompas yang mengarahkan akal agar tunduk pada wahyu. Ia menuntun kecerdasan untuk menemukan kebenaran dan dengan rendah hati mengikutinya. Tanpa hidayah, akal menjadi liar, sehingga hawa nafsu dan kesombongan dengan mudah mengendalikannya.

Oleh karena itu, Islam tidak mengukur kesuksesan dari gelar akademis, skor IQ, atau jabatan duniawi. Allah memandang hamba-Nya hanya dari satu hal: ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Pada akhirnya, terus memohon hidayah jauh lebih utama daripada sekadar mengasah kecerdasan. Sebab, hanya dengan hidayah, kita bisa meraih kesuksesan yang sejati di dunia dan akhirat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement