Opinion
Beranda » Berita » Negeri Gemah Ripah tapi Rakyat Melarat: Di Mana Amanah Para Pemimpin?

Negeri Gemah Ripah tapi Rakyat Melarat: Di Mana Amanah Para Pemimpin?

Gambar Ilustrasi Alam Desa (Gemah Ripah)
Gambar Ilustrasi Alam Desa (Gemah Ripah)

SURAU.CO-Negeri gemah ripah tapi rakyat melarat bukan sekadar ungkapan miris, melainkan kenyataan getir di banyak negara kaya sumber daya. Ironisnya, negeri gemah ripah tapi rakyat melarat justru mencerminkan jurang ketimpangan yang semakin dalam akibat amanah kepemimpinan yang tak tertunaikan. Ketika kekayaan alam melimpah, namun tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat, pertanyaan besar muncul: di mana tanggung jawab para pemimpin?

Kekayaan Alam Berlimpah, Keadilan Tak Terasa

Tanah subur, tambang emas, minyak bumi, dan kekayaan laut seolah tak ada habisnya. Namun, mengapa indeks kemiskinan tetap tinggi? Bukankah kekayaan itu seharusnya menjadi berkah bagi rakyat? Sayangnya, akses terhadap sumber daya lebih banyak dinikmati oleh segelintir elite yang dekat dengan kekuasaan.

Dalam perspektif Islam, kepemimpinan adalah amanah yang berat. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, membiarkan rakyat miskin dalam negeri yang kaya adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah.

Ketimpangan Sosial dan Ketidakadilan Struktural

Ketimpangan bukan hanya soal ekonomi, tapi juga struktur kebijakan. Proyek besar dibangun, investasi asing digalakkan, tapi distribusi manfaatnya tidak menyentuh rakyat kecil. Subsidi dicabut, pajak dinaikkan, sementara pelayanan publik stagnan. Ini menciptakan rasa ketidakadilan yang mendalam.

Pengalaman langsung masyarakat di daerah tambang memperlihatkan hal ini. Mereka hidup berdampingan dengan truk-truk tambang yang lalu lalang, tapi jalan kampung tetap berlubang. Ironisnya, mereka hanya menerima debu, bukan bagian dari hasil tambang.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Amanah dalam Kepemimpinan: Konsep Islam yang Terlupakan

Dalam Islam, amanah adalah prinsip utama yang menjadi pilar dalam setiap bentuk kepemimpinan. Ketika seorang pemimpin menerima jabatan, ia menerima beban tanggung jawab dunia dan akhirat. Sayangnya, banyak yang memandang jabatan sebagai jalan menuju kekayaan, bukan ladang pengabdian.

Negeri yang kaya namun rakyatnya miskin mencerminkan kegagalan moral elite. Bukan hanya kegagalan teknis dalam mengelola anggaran, tetapi juga hilangnya nilai takwa, kejujuran, dan kepedulian.

Rakyat Butuh Pemimpin yang Takut kepada Allah

Pemimpin yang baik bukan hanya cerdas, tetapi juga takut akan hisab. Dalam sejarah Islam, Umar bin Khattab dikenal karena ketegasan dan kesederhanaannya. Ia pernah berkata, “Jika ada seekor keledai mati karena tergelincir di jalan Irak, maka aku takut Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadaku.”

Bandingkan dengan kondisi sekarang: rakyat menganggur, anak-anak putus sekolah, tapi pemimpin justru sibuk pencitraan dan korupsi. Jika keimanan dan empati hilang, maka kekuasaan berubah menjadi alat penindasan.

Solusi: Membangun Sistem yang Adil dan Berbasis Nilai

Untuk keluar dari kemiskinan struktural, tidak cukup hanya dengan bantuan sosial. Perlu sistem ekonomi yang adil, distribusi kekayaan yang merata, serta pengelolaan sumber daya yang transparan. Prinsip maslahah dalam Islam menekankan bahwa kebijakan publik harus mendatangkan manfaat bagi rakyat banyak, bukan segelintir elite.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Pendidikan politik rakyat juga penting. Masyarakat harus cerdas dalam memilih pemimpin, bukan karena uang atau janji kosong, tapi karena rekam jejak dan akhlaknya.

Kembali ke Amanah, Bukan Citra

Negeri ini tidak kekurangan kekayaan. Yang hilang adalah keberanian memegang amanah. Negeri gemah ripah tapi rakyat melarat hanya bisa berubah jika pemimpinnya sadar bahwa jabatan adalah hisab, bukan kehormatan dunia. Mari kita dorong lahirnya pemimpin yang jujur, adil, dan takut kepada Allah. Sebab hanya dengan itu, keberkahan bisa turun dari langit dan keluar dari bumi (QS. Al-A’raf: 96). (Hen)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement