SURAU.CO – Di tengah memanasnya konflik antara Iran dan Israel, sebuah nama kembali menggema dari sejarah Islam: Khaibar. Bukan dalam bentuk pertempuran kuno, melainkan sebagai nama rudal balistik canggih milik Iran— Khaibar Shekan. Iran menyebut rudal generasi keempat berbahan bakar padat ini sebagai Khorramshahr-4, dan mereka mengklaim rudal ini mampu menembus seluruh sistem pertahanan udara Israel.
Iran, melalui Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), memilih nama “Khaibar” bukan tanpa alasan. Mereka ingin mengirimkan pesan kuat bahwa serangan ini bukan hanya aksi balasan, melainkan juga simbol perlawanan yang bersumber dari nilai sejarah dan semangat Islam. Nama itu merujuk pada Perang Khaibar , salah satu pertempuran besar yang terjadi pada masa Rasulullah Muhammad SAW, dan menyimpan banyak pelajaran tentang strategi, keberanian, serta visi kenabian.
Khaibar: Benteng Kekuasaan yang Menjadi Sasaran Rasulullah ﷺ
Syekh Shafiyyurahman Al Mubarakfuri dalam bukunya Ar-Rahiq Al-Makhtum menggambarkan Khaibar sebagai wilayah pinggiran kota yang terletak di utara Madinah. Meski wilayah itu subur, kaum Yahudi di sana justru menjadikannya sebagai pusat ancaman dan permusuhan terhadap kaum Muslimin. Mereka membangun benteng-benteng yang kuat, membentuk aliansi, dan merancang strategi untuk memperkuati kekuasaan Islam di Madinah.
Mereka memanggil Bani Quraizhah, sebuah kabilah Yahudi yang telah membuat perjanjian damai dengan Rasulullah, agar mengingkari perjanjian itu dan ikut menyerang Madinah dalam Perang Khandaq. Bahkan, beberapa tokoh Khaibar ikut menyusun rencana pembunuhan terhadap Nabi Muhammad ﷺ.
Melihat ancaman itu, Rasulullah ﷺ segera bertindak. Beliau memimpin ekspedisi militer yang penuh strategi dan rahasia. Beliau membawa 1.600 pasukan Muslimin menuju Khaibar pada bulan Rabiulawal tahun ke-7 Hijriah, tanpa diketahui musuh.
Strategi Nabi ﷺ Mengguncang Kekuatan Musuh
Sebagai pemimpin, Rasulullah ﷺ menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam menyusun strategi. Beliau mengarahkan pasukannya untuk menelusuri jalur yang tidak biasa agar tidak memicu alarm keamanan musuh. Taktik ini membuat pasukan Islam berhasil mengepung Khaibar secara tiba-tiba, sebelum kabilah Ghathfan—sekutu Yahudi—sempat mengirim bala bantuan.
Sayyid Mahdi Ayatullah dalam bukunya Kisah-kisah Manusia Suci menjelaskan bahwa pasukan Muslimin memilih posisi di balik pohon kurma pada malam hari. Mereka menggunakan gelapnya malam dan sunyinya padang pasir untuk menyusun serangan. Ketika fajar menyingsing, mereka memulai pertempuran dengan semangat dan kekuatan penuh.
Pasukan Muslimin berhasil menaklukkan satu per satu benteng Yahudi dengan ketangguhan luar biasa. Salah satu kisah paling heroik datang dari Ali bin Abi Thalib RA, sepupu sekaligus cucu Rasulullah. Ia menerobos gerbang benteng musuh tanpa mengenakan baju besi. Dengan keberanian dan kekuatan, Ali menghancurkan pertahanan lawan, menumbangkan musuh, dan membuka jalan kemenangan bagi pasukan Islam. Aksinya menjadi simbol kekuatan, keteguhan, dan keberanian luar biasa.
Dari Perang Khaibar ke Rudal Khaibar
Maka tak heran, ketika Iran memilih nama “Khaibar” untuk rudal balistiknya. Iran tidak sekedar memilih nama, namun mereka menghidupkan kembali penggalan sejarah perjuangan atas kemenangan umat Islam. Melalui simbol itu, Iran mengirim pesan bahwa mereka meneladani semangat kemenangan Islam di masa Rasulullah.
Dalam konteks kekinian, Iran memandang Israel sebagai kekuatan penjajah yang menindas hak-hak rakyat Palestina dan menyebabkan ketidakstabilan di Timur Tengah. Iran pun, melalui politik dan militernya, membangkitkan semangat Khaibar sebagai seruan perjuangan.
Mereka menembakkan rudal Khaibar Shekan, yang berarti “Penghancur Khaibar,” sebagai simbol yang menggugah ketakutan lawan dan membakar semangat perlawanan umat. Bagi mereka, rudal ini bukan sekadar alat tempur, melainkan bagian dari narasi perjuangan Islam.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
