Ramadan
Beranda » Berita » Mewariskan Nilai, Bukan Sekadar Nama: Refleksi dari Sebuah Papan Ucapan Ramadan

Mewariskan Nilai, Bukan Sekadar Nama: Refleksi dari Sebuah Papan Ucapan Ramadan

Mewariskan Nilai, Bukan Sekadar Nama" Refleksi dari Sebuah Papan Ucapan Ramadan

“Mewariskan Nilai, Bukan Sekadar Nama” Refleksi dari Sebuah Papan Ucapan Ramadan.

 

 

Di sebuah sudut jalan yang padat lalu lintas, terpajang sebuah papan besar bertuliskan ucapan selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan menyambut Hari Raya Idul Fitri 1445 H. Wajah yang terpampang di sana adalah sosok yang tak asing bagi masyarakat setempat: Dodi Fatria, SH, MH, Dr. Mangaraja Sultan, yang menyampaikan salam religius kepada umat Islam yang sedang menyambut bulan suci.

Papan itu bukan hanya sekadar iklan atau formalitas tahunan. Ia adalah simbol nilai. Nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi tentang pentingnya menghormati momen suci dalam agama, serta menjaga hubungan spiritual dengan Tuhan dan sosial dengan sesama.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Bulan Suci dan Identitas Publik

Ketika seorang tokoh memasang wajah dan ucapan religius dalam ruang publik, itu bukan semata-mata strategi eksistensi. Lebih dalam dari itu, ia mencerminkan tanggung jawab moral seorang pemimpin untuk hadir bersama umat dalam semangat ibadah. Ramadhan bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, tapi momentum mendidik jiwa untuk lebih peduli, jujur, dan penuh kasih.

Tokoh seperti Dr. Mangaraja Sultan menyadari bahwa masyarakat membutuhkan teladan yang tidak hanya hadir di mimbar atau kantor, tetapi juga hadir dalam denyut nadi kehidupan sehari-hari, bahkan lewat media sederhana seperti papan ucapan.

Ramadhan dan Ruang Sosial

Papan ucapan itu berada di ruang publik yang hidup—di pinggir jalan, di antara hiruk-pikuk kendaraan, suara klakson, dan lalu-lalang manusia. Di sinilah pesan religius menjadi relevan: mengingatkan kita bahwa tak ada tempat yang benar-benar sekuler bila nilai-nilai spiritual tetap dijaga.

Ramadhan bukan hanya ibadah ritual di masjid, tetapi juga kesalehan sosial di jalan raya, di pasar, di tempat kerja, di rumah, bahkan di dunia maya. Papan ucapan ini adalah sebuah seruan untuk tetap menjaga adab dan integritas di mana pun kita berada.

Simbol Kesatuan dan Silaturahim

Ucapan seperti “Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan dan Menyambut Hari Raya Idul Fitri” menjadi jembatan silaturahim antar sesama. Ia mempererat tali persaudaraan, memperkecil jurang sosial dan politik, dan menjadi ruang netral tempat semua orang bisa bertemu dalam niat baik.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ini adalah bentuk komunikasi yang tak menuntut balasan, tapi memberi kehangatan. Ucapan tersebut hadir tanpa harus ada agenda tersembunyi. Hanya ingin berkata: “Aku bersamamu di bulan yang penuh berkah ini.”

Pemimpin yang Mengenal Waktu

Banyak orang hebat gagal memimpin karena tak tahu waktu: kapan harus tegas, kapan harus lembut; kapan harus berbicara, kapan harus diam. Dalam konteks Ramadhan, seorang pemimpin yang tahu bagaimana menyapa umat dengan bahasa religius di saat yang tepat menunjukkan bahwa ia bukan hanya mengerti hukum, tapi juga mengerti hati.

Ucapan Ramadhan ini datang di momen yang benar, membawa pesan yang tulus, dan menunjukkan sisi humanis dari seorang tokoh publik.

Dakwah Lewat Simbol

Di zaman modern ini, dakwah tak selalu berbentuk ceramah panjang. Kadang cukup dengan gambar, simbol, atau sekadar satu kalimat bermakna. Seperti yang terpampang pada papan ini, kata-kata yang sederhana mampu menyentuh hati yang sedang mencari arah.

Mungkin seseorang yang sedang melintas, penuh beban hidup, melihat wajah tenang di papan itu dan membaca ucapannya, lalu tergerak hatinya untuk kembali pada Allah. Di situlah kekuatan dakwah simbolik bekerja.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Pelajaran dari Sebuah Papan

1. Nilai lebih penting dari nama. Tokoh besar meninggalkan nilai yang dikenang, bukan sekadar gelar atau jabatan.

2. Ibadah tidak hanya milik ruang masjid. Jalan raya, papan iklan, dan pasar pun bisa menjadi ladang amal dan media dakwah.

3. Pesan sederhana bisa punya dampak besar. Ucapan selamat Ramadhan adalah doa kolektif untuk masyarakat agar hidup lebih tenang, damai, dan penuh berkah.

Penutup: Kita hidup di zaman visual, di mana gambar dan tulisan dapat berbicara melebihi suara. Maka, ketika papan itu berdiri kokoh di pinggir jalan, ia bukan hanya papan. Ia adalah khutbah diam yang menyeru kepada kebaikan, mengingatkan kita semua untuk kembali kepada nilai, akhlak, dan kasih sayang di bulan yang penuh cahaya: Ramadhan.

Semoga papan-papan serupa tidak hanya muncul menjelang lebaran, tetapi menjadi bagian dari budaya kita—budaya saling menyapa, mengingatkan, dan mendoakan dalam kebaikan.

“Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan dan Menyambut Hari Raya Idul Fitri 1445 H.”
Semoga Ramadhan ini memperbaiki hati, memperbaiki niat, dan memperbaiki hubungan kita dengan Allah dan sesama manusia. (Tengku Iskandar, M.Pd.)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement