Makna Penting Al-Ma’un (Refleksi fungsi jiwa yang terbina dengan ayat yang dipahami).
Teologi welas asih adalah wajah sejati dari agama yang dijalani dengan kejujuran. Ia bukan sekadar simbol atau ritus lahiriah, tetapi perwujudan dari jiwa yang sadar, terhubung dengan Tuhannya, dan peduli pada sesamanya.
Sebaliknya, orang yang kasar, arogan, dan abai terhadap penderitaan sosial adalah mereka yang—dalam perspektif Al-Qur’an—telah mendustakan agama. “Tahukah kamu siapa yang mendustakan agama?” (QS.107:1-7)
Shalat yang Khusyu’ dan Fungsi Jiwa yang Terbina
Puncak kejujuran dalam beragama ditandai dengan shalat yang khusyu’, yang membentuk vibrasi jiwa secara akurat dan seimbang. Ia menciptakan kontrol jiwa terhadap godaan fahsyā’ (kekejian) dan munkar (pelanggaran moral). QS.29:45 – “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.”
Shalat khusyu’ inilah yang dipuji oleh Allah: QS.23:1-2 – “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.”
Hasil dari jiwa yang terbina itu adalah:
Welas asih terhadap sesama.
Kepekaan terhadap kaum miskin.
Semangat memberi yang tidak membuat orang kaya tersudut, tapi justru terdorong.
QS.3:134, QS.25:67 – Mereka menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun sempit… dan tidak berlebih-lebihan, tidak pula kikir.
“Yamna’ūnal Ma’ūn”: Tabiat Buruk Jiwa yang Mendustakan Agama
يَمْنَعُوْنَ الْمَاعُون
“Mereka menahan bantuan kecil (kikir).” (QS.107:7)
Ini bukan sekadar menolak memberi barang remeh, tetapi indikasi tabiat buruk yang lebih dalam: kikir dalam perasaan, pikiran, waktu, tenaga, bahkan dalam sekadar senyuman!
Inilah bentuk kebusukan spiritual yang merusak fungsi jiwa: QS.107:4 – “Maka celakalah orang-orang yang lalai dalam shalatnya,”
Kikir: Puncak Egoisme Manusia
اِنَّ الْاِ نْسَا نَ خُلِقَ هَلُوْعًا ۙ
اِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًا ۙ
وَاِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا ۙ
(QS.70:19-21)
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat panik. Bila ditimpa kesulitan ia berkeluh kesah, dan bila mendapat kebaikan ia kikir.”
Kata “Manū‘an” (مَنُوْعًا) menandakan tingkat kikir yang akut—bukan hanya pada harta, tapi juga pada nilai-nilai kemanusiaan. Manusia jahiliyah adalah manusia yang ego sentris! QS.3:154, QS.5:50, QS.33:33, QS.48:26, QS.91:7-8 Semua menunjuk pada kondisi kejiwaan yang rusak akibat tidak terkendalinya fungsi jiwa oleh wahyu.
Shalat dan Sedekah: Kunci Keseimbangan Jiwa
Namun ada golongan yang terbebas dari sifat egois ini.
Mereka adalah:
اِلَّا الْمُصَلِّيْنَ ۙ
الَّذِيْنَ هُمْ عَلٰى صَلَا تِهِمْ دَآئِمُوْنَ ۖ
وَا لَّذِيْنَ فِيْۤ اَمْوَا لِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُوْمٌ ۖ
لِّلسَّآئِلِ وَا لْمَحْرُوْمِ ۖ
(QS.70:22-25)
Orang-orang yang tekun dalam shalat, dan menyisihkan sebagian harta mereka untuk yang membutuhkan, baik yang meminta maupun yang tidak.
Inilah integrasi antara ibadah vertikal (ritual) dan horizontal (sosial). Orang yang shalat dan bersedekah adalah jiwa-jiwa yang hidup dalam keseimbangan:
antara spiritualitas dan solidaritas.
antara cinta Tuhan dan cinta sesama.
antara kesalehan pribadi dan kepedulian sosial
Penutup: Seruan KH. Ahmad Dahlan
Inilah yang ingin disampaikan secara berulang oleh KH. Ahmad Dahlan:
Bahwa agama bukan hanya soal surga dan neraka, tapi tentang memanusiakan manusia—dengan cinta dan tanggung jawab sosial.
Surah Al-Ma’un adalah kitab kecil revolusi sosial, yang menyentak dan menggugah, agar fungsi jiwa kita benar-benar hidup, sadar, dan penuh kasih.
Maka celakalah agama yang kehilangan ruh welas asih! Maka celakalah jiwa yang tak peduli pada penderitaan sekitar! Maka benarlah Al-Qur’an:”Tahukah kamu siapa yang mendustakan agama?”
Catatan: Secara naratif dan argumentatif Sudah Sangat Kuat. Hanya perlu penataan paragraf, penekanan tema dengan judul antar-bagian, dan memperhalus transisi antar ayat dan argumen. Gaya bahasa tetap dipertahankan, karena sudah khas dan mengandung ruh reflektif. (Alfin el-Fikri-SSQ/Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
