Berita Ekonomi
Beranda » Berita » Hak Ekonomi Perempuan dalam Islam: Antara Kemandirian dan Keadilan

Hak Ekonomi Perempuan dalam Islam: Antara Kemandirian dan Keadilan

Hak Ekonomi Perempuan dalam Islam: Antara Kemandirian dan Keadilan
Hak Ekonomi Perempuan dalam Islam: Antara Kemandirian dan Keadilan

SURAU. CO – Islam hadir bukan sekadar sebagai agama yang mengatur ritual ibadah, namun sebagai rahmat yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia—termasuk urusan harta dan ekonomi. Ketika dunia masih memikirkan ruang gerak perempuan dan menganggap mereka sebagai makhluk kelas dua, ajaran Islam justru memuliakan mereka. Perempuan mendapatkan penghormatan sebagai istri, perlindungan sebagai anak, kemuliaan sebagai ibu, dan pengakuan sebagai individu yang merdeka, termasuk dalam hak-hak ekonomi.

Islam Mengakui Hak Milik yang Mandiri

Sejak awal, Islam mengakui hak milik perempuan dan menghargai kemandirian ekonomi mereka. Ketika masyarakat masih menganggap harta perempuan sebagai milik suami atau wali, maka syariah memberikan kebebasan kepada perempuan untuk memiliki, mengelola, dan mempertahankan hartanya sendiri. Ia tidak perlu meminta izin dari siapa pun selama menggunakan hartanya dalam koridor halal dan baik.

Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:

“للرجال نصيب مما اكتسبوا وللنساء نصيب مما اكتسبن…”

“Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan…” (QS. An-Nisa: 32)

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

Perempuan Bekerja dan Berdagang dalam Islam

Sejarah Islam menghadirkan teladan agung seperti Khadijah binti Khuwailid, seorang saudagar perempuan yang cerdas dan sukses. Ia menjadi atasan Rasulullah ﷺ sebelum masa kenabian. Kisahnya menunjukkan bahwa keberhasilan dalam bisnis tidak mengurangi kesalehan maupun kemuliaan diri. Dari beliau, kita belajar bahwa kemandirian ekonomi selaras dengan keimanan, selama dijalankan dengan niat lurus dan cara yang benar.

Ajaran Islam juga menetapkan perlindungan ekonomi sejak awal terbentuknya rumah tangga. Mahar menjadi hak perempuan yang wajib diberikan saat akad nikah sebagai bentuk penghormatan, bukan ketidakseimbangan. Ia melambangkan keikhlasan dan tanggung jawab dari pihak suami.

Allah berfirman:

“وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً…”

“Berikanlah mahar kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib…” (QS. An-Nisā’: 4)

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

Syariat pun menjamin hak perempuan dalam pembagian warisan. Meski dalam beberapa kondisi perempuan menerima setengah bagian dari laki-laki, ketentuan ini justru menunjukkan keadilan. Laki-laki memikul tanggung jawab nafkah, sementara perempuan tidak. Pembagian yang tampak berbeda ini mencerminkan keadilan fungsional, bukan ketimpangan nilai.

Perempuan Tidak Dibebani Kewajiban Mencari Nafkah

Islam secara tegas menetapkan bahwa mencari nafkah adalah tanggung jawab suami atau wali, bukan perempuan. Jika seorang istri memilih untuk bekerja dan membantu ekonomi keluarga, maka ia telah melakukan sedekah yang bernilai pahala, selama ia melakukannya dengan kerelaan, bukan karena tekanan.

Dalam situasi tertentu, seperti ketika perempuan menjadi tulang punggung keluarga atau memiliki keahlian yang bermanfaat bagi umat, mereka dapat mengambil peran aktif. Selama menjaga aurat, adab, dan kehormatan, perempuan dapat berkiprah dalam berbagai bidang seperti bisnis, pendidikan, kesehatan, dan sosial.

Ajaran Islam menciptakan keseimbangan yang luar biasa, perempuan dapat mencapai kemandirian tanpa kehilangan kehormatan, menikmati kebebasan tanpa mengabaikan tanggung jawab, serta berkontribusi pada masyarakat tanpa melupakan peran penting rumah sebagai madrasah pertama.

Keadilan dalam Islam, Bukan Kesetaraan Buta

Sayangnya, di era modern ini, sebagian pihak justru terjebak dalam pandangan ekstrem. Mereka menuntut agar perempuan menyamai laki-laki secara total, termasuk dalam beban dan tanggung jawab ekonomi. Padahal, syariat Islam tidak mewajibkan kesetaraan yang kaku, melainkan menegakkan keadilan yang seimbang . Prinsip ini menjaga agar perempuan tidak terbebani oleh tanggung jawab yang bukan milik, sambil tetap membuka ruang untuk berkembang dan berdaya.

Hikayat yang Menggetarkan: Menyelami Kitab Al-Mawa’idhul Ushfuriyah

Ketika kita membahas hak ekonomi perempuan dalam Islam, kita tidak hanya berbicara soal kebebasan, tetapi juga soal penghormatan dan perlindungan. Ajaran ini tidak memaksa perempuan keluar rumah, namun juga tidak melarang mereka mengambil peran aktif di luar rumah. Sebaliknya, Islam memberikan pilihan, bukan tekanan. Ajaran ini membuka keleluasaan, bukan paksaan.

Syariat yang Memberdayakan

Islam telah memberi ruang yang luas bagi perempuan dalam urusan ekonomi. Mereka bebas memiliki dan mengelola harta, menjalankan usaha, menerima warisan, serta menentukan arah keuangannya sendiri. Semua ini membuktikan bahwa Islam hadir sebagai agama yang memuliakan perempuan dengan cara yang adil dan berimbang

Kita sebagai umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, perlu terus belajar dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh, agar tidak tertipu oleh sistem yang tampak adil namun menyimpan ketimpangan. Kemandirian ekonomi perempuan dalam Islam adalah bukti keindahan syariat yang menjaga martabat dan kesejahteraan semua insan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement