SURAU.CO-Di era digital, banyak orang membicarakan soal kaya dari internet: rezeki halal atau tipu daya dunia sebagai peluang menjanjikan. Tawaran penghasilan jutaan rupiah dari rumah, hanya dengan koneksi internet dan kreativitas, makin diminati. Tapi benarkah kaya dari internet: rezeki halal atau tipu daya dunia ini bisa diandalkan sebagai jalan berkah? Ataukah hanya fatamorgana yang menyesatkan?
Islam mengajarkan bahwa rezeki bukan hanya tentang jumlah, tetapi juga tentang cara mencapainya. Maka, peluang digital perlu dipahami bukan sekadar dari aspek ekonomi, tapi juga dari nilai spiritual dan tanggung jawab moral.
Rezeki Halal Era Digital: Peluang Besar, Prinsip Syariah Tegas
Era digital membuka banyak pintu rezeki halal. Seorang ibu rumah tangga bisa berjualan online. Pelajar bisa menjadi penulis lepas. Dai pun kini berdakwah melalui media sosial. Semuanya memungkinkan penghasilan yang sah dan terukur.
Namun, godaan jalan pintas juga datang. Ada yang menjual produk palsu, membuat konten tak mendidik, atau melakukan penipuan digital. Mereka mengejar uang tanpa peduli kehalalan prosesnya.
Allah SWT sudah memperingatkan:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini menjadi batas moral dalam berbisnis, termasuk bisnis digital. Muslim seharusnya menjunjung nilai transparansi, kejujuran, dan tanggung jawab.
Kaya dari Internet: Ladang Amal atau Jerat Dunia?
Menjadi kaya dari internet bukanlah kesalahan. Banyak sahabat Nabi SAW seperti Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan yang sangat kaya namun tetap zuhud. Mereka menjadikan kekayaan sebagai sarana untuk beramal, bukan untuk menyombongkan diri.
Sayangnya, banyak orang sekarang mencari pengakuan dari dunia maya. Mereka rela berutang demi tampilan mewah. Ada pula yang memalsukan gaya hidup demi “engagement.” Padahal, jika kekayaan digital membawa kita pada kelalaian, maka itu bukan berkah.
Ali bin Abi Thalib pernah mengingatkan:
“Jangan terlalu memikirkan dunia, karena dunia ini fana. Tetapi berpikirlah bagaimana kau akan meninggalkan dunia.”
Kalimat ini menunjukkan bahwa ukuran keberhasilan tidak terletak pada jumlah harta, tapi pada nilai amal yang menyertainya.
Dunia Maya, Dunia Nyata: Cermin Akhlak Muslim
Dunia maya semestinya menjadi perpanjangan akhlak kita di dunia nyata. Jika kita jujur, maka konten kita akan jujur. Jika kita bermanfaat, maka pengikut kita akan merasakan dampaknya. Maka jangan menjadikan internet sebagai topeng, tapi jadikan sebagai sarana menebar kebaikan.
Sebaliknya, jika internet menjadi tempat menebar kebohongan, maka harta yang diperoleh darinya hanya menumpuk beban di akhirat. Maka penting untuk menata niat dan menjaga integritas, baik di layar maupun di luar layar.
Muslim Produktif Digital: Mengubah Peluang Jadi Amal
Internet dapat menjadi sarana ibadah jika dimanfaatkan dengan benar. Membuka usaha halal, membuat konten edukatif, menulis buku digital, hingga menjadi konsultan daring merupakan bentuk produktivitas yang selaras dengan syariah.
Selama prinsip Islam dipegang teguh—seperti kejujuran, akad jelas, dan tidak merugikan orang lain—maka hasilnya bisa membawa berkah. Bahkan, rezeki yang sedikit tetapi halal lebih baik daripada kekayaan besar yang penuh kecurangan.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Dengan niat dan cara yang benar, internet bukan hanya menjadi sumber penghasilan, tapi juga jalan menuju surga.
Kaya dari internet: rezeki halal atau tipu daya dunia? Semua tergantung pada pilihan kita. Jika kita mengejar keberkahan dan mematuhi aturan agama, maka internet bisa menjadi ladang rezeki dan amal. Tapi jika hanya mengejar dunia, maka kita berisiko kehilangan arah. Jadikan internet sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, bukan menjauhkan diri dari-Nya. (Hen)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
