Apa itu Hubbud Dunya (Cinta Dunia)?
Hubbud dunya berarti kecintaan berlebihan terhadap hal-hal duniawi—harta, status, dan kesenangan—sampai melupakan yang lebih utama: hubungan dengan Allah dan persiapan untuk akhirat .
Hadits dari Tsauban shahih: Umat akan menjadi lemah karena wahn → “cinta dunia dan takut mati” .
Akibat Hinakah Diri karena Dunia
Dunia menjadi sebab seseorang menggadaikan martabat dan iman demi kesenangan sesaat .
Nabi bersabda, “Aku khawatir jika dunia diberikan kepadamu, kalian akan berlomba mendapatkannya hingga binasa seperti umat terdahulu” .
Dunia adalah tempat percobaan bagi orang mukmin, bukan tujuan akhir; sementara dunia tampak seperti surga bagi yang menjadikannya segalanya.
Nasihat Ustadz Zainul Arifin
Berdasarkan judul-judul ceramahnya seperti “JANGAN HINAKAN DIRI KARENA DUNIA”:
Beliau mengingatkan agar kita tidak merendahkan harga diri atau menanggalkan prinsip dan kehormatan demi ambisi duniawi .
Dunia bukan untuk diperbudak—jangan sampai kita diperbudak oleh dunia, tetapi dunia harus tunduk kepada orang yang tunduk kepada Allah (zhuhud), sebagaimana dalam hadits qudsi.
Langkah Teguhkan Hati dari Cinta Dunia
Langkah Keterangan
Zuhud: Maknai dunia sebagai tempat ujian, bukan tujuan hakiki.
Qana’ah: Bersyukur dan merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak rakus.
Riyadhah dan Dzikir: Memupuk kesadaran bahwa Allah Maha Melihat dan kehidupan ini sementara
Niat Benar dalam Ibadah dan Dunia: Jika dunia dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah—seperti harta atau kedudukan yang diniatkan memperkuat ibadah—itu tidak tergolong hina
Ringkasan: Hinakah dirimu karena dunia berarti kamu membiarkan dunia merendahkan iman dan martabatmu.
Ustadz Zainul Arifin mengajak kita untuk menjaga prinsip keislaman dan harga diri, tidak rela menjualnya demi kesenangan duniawi.
Kunci utamanya: zuhud (tidak terperangkap oleh dunia), qana’ah, dan niat yang lurus—yakni menjadikan dunia sebagai sarana, bukan tujuan.
اِنْ اَحْسَنتُمۡ… اِنْ اَسَأْتُمۡ…
“Jika kamu berbuat baik, maka itu terbaik untuk dirimu sendiri; jika kamu berbuat jahat, maka kerugian itu pun untuk dirimu sendiri…”
Ulama menjelaskan: amal baik—baik apakah itu ucapan atau perbuatan—akan kembali membawa kebaikan kepada pelakunya, baik di dunia maupun akhirat. Begitu pula sebaliknya, kemaksiatan atau kerusakan justru mengundang kerugian bagi diri sendiri .
…فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ…
“…dan apabila datang janji yang terakhir, mereka akan menyuramkan wajahmu…”
Ini merujuk pada peringatan Allah terhadap Bani Israil: setelah mereka kembali berbuat zhalim untuk kedua kalinya, musuh akan menguasai mereka, menghancurkan kehormatan dan melecehkan mereka, bahkan memasuki Baitul Maqdis untuk meruntuhkannya .
…وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ… وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
“…dan mereka memasuki masjid sebagaimana pertama kali, dan menghancurkan apa yang mereka kuasai secara total.”
Tafsir menyebutkan ini sebagai peristiwa penaklukan dan kerusakan besar—menunjukkan bahwa perbuatan buruk membawa konsekuensi nyata dan historis atas diri suatu umat.
Hikmah untuk Kehidupan Kita
1. Perbuatan baik adalah investasi diri.
Setiap kebaikan yang kita lakukan—mulai dari senyuman, doa, hingga amal—akan kembali membawa kebaikan, hidayah, dan berkah kepada jiwa kita .
2. Jauhi perbuatan buruk & rencanakan efeknya.
Kesalahan kecil sekalipun bisa mendatangkan kerugian besar bagi diri kita sendiri—baik secara internal maupun sosial-moral.
3. Sejarah mengingatkan konsekuensi kolektif.
Ayat ini mengingatkan perpolitikan umat dan efek kerusakan berulang. Kesadaran ini harus jadi peringatan kita agar tidak mengulangi kesalahan dalam sistem kita—keluarga, masyarakat, bangsa.
Renungan “Embun Pagi”
> “Berbuat baiklah pada siapa saja… bukan karena mereka pantas, tapi karena kita adalah orang baik.”
Kata ini selaras dengan ayat tersebut. Berbuat baik bukan karena orang lain layak menerimanya, tetapi karena kita adalah insan yang diciptakan untuk menyebar kebaikan—sebuah karakter luhur yang menuntun kita mendapatkan kebaikan untuk diri sendiri.
Aksi Praktis Pagi
Mulai pagi ini dengan doa & sedekah kecil, sebagai wujud investasi kebaikan.
Hindari ucapan negatif bahkan pada orang yang “tidak pantas.”
Ingatkan diri saat berbuat salah, bahwa setiap aksi buruk punya konsekuensi langsung—untuk diri kita sendiri. (Tengku Iskandar, M. Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
