SURAU.CO – Setiap nama membawa doa dan harapan dari para orang tua. Di antara miliaran nama, nama Muhammad ﷺ memiliki kedudukan yang paling agung. Umat Islam di seluruh dunia senantiasa menyebut nama ini dalam syahadat, adzan, dan shalawat. Namun, kita mungkin jarang merenungkan asal-usulnya. Siapa sebenarnya yang memberikan nama luar biasa ini? Dan apa makna mendalam yang terkandung di dalamnya? Mari kita telusuri bersama sejarah di balik penamaan Sang Nabi terakhir.
Peran Sentral Sang Kakek dan Harapannya
Kisah ini menempatkan sang kakek, Abdul Muthalib, sebagai tokoh utamanya. Sebagai seorang pemimpin Quraisy yang terpandang, beliau merasakan kebahagiaan yang meluap-luap saat cucunya lahir. Untuk merayakannya, beliau pun segera mengadakan acara akikah yang sangat meriah. Beliau menyembelih hewan kurban dan mengundang seluruh tokoh serta masyarakat Mekah untuk bersantap bersama.
Di tengah perayaan, para tamu bertanya kepadanya. Mereka ingin tahu nama apa yang akan ia sematkan pada cucu yatim tersebut. Mereka juga heran mengapa ia tidak memakai nama-nama leluhur yang sudah lazim. Jawaban Abdul Muthalib justru menunjukkan sebuah visi yang jauh melampaui zamannya.
Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah mengisahkan bahwa Abdul Muthalib menjawab:
أَرَدْتُ أَنْ يَحْمَدَهُ اللهُ فِي السَّمَاءِ، وَأَنْ يَحْمَدَهُ خَلْقُهُ فِي الْأَرْضِ
“Aku berharap Allah memujinya di langit, dan seluruh makhluk-Nya memujinya di bumi.”
Jawaban ini sungguh menakjubkan. Nama “Muhammad” sendiri bermakna “orang yang sangat terpuji”. Abdul Muthalib tidak sekadar ingin cucunya menjadi tokoh terhormat di kalangan sukunya. Lebih dari itu, beliau berdoa agar cucunya menjadi pribadi yang layak menerima pujian dari Sang Pencipta dan seluruh makhluk di alam semesta. Harapan ini, seperti kita tahu, akhirnya menjadi kenyataan.
Ilham Ilahi dalam Mimpi Sang Ibunda
Kisah ini tidak hanya berhenti pada peran sang kakek. Allah SWT juga campur tangan secara langsung dalam penamaan ini. Ibunda Nabi, Sayyidah Aminah, telah menerima petunjuk melalui sebuah mimpi ketika beliau mengandung. Hal ini menandakan bahwa Allah sendiri yang telah memilihkan nama tersebut.
Para ulama, termasuk Ibnu Katsir, meriwayatkan kisah mimpi tersebut. Riwayat itu menceritakan bahwa Aminah mendengar suara gaib dalam mimpinya yang memberinya petunjuk. Suara itu berkata:
“Engkau sedang mengandung pemimpin umat ini. Ketika ia lahir, maka ucapkanlah, ‘Aku memohon perlindungan untuknya kepada Allah Yang Maha Esa dari keburukan semua pendengki’, dan berilah nama Muhammad.’”
Peristiwa luar biasa ini menegaskan bahwa nama Muhammad bukanlah pilihan kebetulan. Mimpi yang dialami Aminah menjadi salah satu pertanda awal kenabian putranya. Petunjuk ilahi ini kemudian selaras dengan harapan tulus yang Abdul Muthalib simpan di dalam hatinya.
Sebuah Nama yang Tergolong Langka
Pada masa itu, orang Arab jarang sekali menggunakan nama “Muhammad”. Mereka lebih menyukai nama-nama yang terdengar gagah, mencerminkan kekuatan, atau nama-nama warisan leluhur. Kelangkaan nama ini justru membuatnya semakin unik dan istimewa ketika disematkan pada Sang Nabi.
Para sejarawan mencatat, hanya segelintir orang di Jazirah Arab yang bernama Muhammad sebelum kelahiran Rasulullah ﷺ. Konon, orang tua mereka menamai anak-anaknya demikian karena pernah mendengar kabar dari para ahli kitab. Kabar itu menyebutkan tentang kedatangan seorang nabi terakhir dari bangsa Arab yang bernama Muhammad.
Pertemuan Antara Takdir dan Harapan
Pada akhirnya, sejarah nama Muhammad merupakan sebuah jalinan indah antara harapan manusia dan ketetapan ilahi. Abdul Muthalib memilihnya dengan sebuah visi besar. Sementara itu, Aminah menerimanya sebagai sebuah wahyu. Keduanya bertemu pada satu nama yang paling agung. Sejarah pun membuktikan, tidak hanya manusia di bumi yang memujinya, melainkan juga Allah dan para malaikat di langit. Nama itu menjadi cerminan sempurna dari akhlak mulia dan risalah agung yang beliau emban.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
