Sosok
Beranda » Berita » Ibnu Hajar Al-Asqalani: Perjalanan Hidup Sang Ahli Hadits Legendaris

Ibnu Hajar Al-Asqalani: Perjalanan Hidup Sang Ahli Hadits Legendaris

Ilustrasi Ibnu Hajar

SURAU.CO – Dunia Islam mengenal banyak sekali ulama besar yang karyanya abadi. Salah satu nama yang paling bersinar adalah Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Beliau merupakan seorang ahli hadits terkemuka dari mazhab Syafi’i. Karyanya yang monumental, Fathul Bari, menjadi rujukan utama hingga hari ini. Namun, di balik kebesarannya, tersimpan kisah hidup yang penuh inspirasi. Artikel ini akan membawa Anda menelusuri biografi Ibnu Hajar Al-Asqalani, dari masa kecilnya sebagai seorang yatim hingga menjadi mercusuar ilmu.

Nama Lengkap dan Garis Keturunan

Ulama besar ini memiliki nama lengkap Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Mahmud bin Ahmad Al-Kinani. Gelar Al-Asqalani yang melekat pada namanya merujuk pada kota Asqalan di Palestina. Meskipun keluarganya berasal dari sana, Ibnu Hajar sendiri lahir dan besar di Mesir. Beliau lahir pada bulan Sya’ban tahun 773 Hijriah. Kemudian, beliau menghembuskan napas terakhirnya pada tahun 852 Hijriah, meninggalkan warisan ilmu yang tak ternilai.

Masa Kecil yang Penuh Ujian

Takdir menempa Ibnu Hajar sejak usia sangat dini. Ibunya meninggal dunia saat beliau masih bayi. Tidak lama kemudian, ayahnya yang merupakan seorang ulama dan pedagang terpandang, turut wafat saat usia Ibnu Hajar baru menginjak empat tahun. Sejak saat itu, beliau tumbuh sebagai seorang anak yatim piatu.

Sebelum meninggal, ayahnya telah mempersiapkan masa depan putranya. Beliau menitipkan sebuah wasiat penting. Wasiat tersebut menunjuk dua orang wali (washi) untuk merawat dan mendidik Ibnu Hajar. Salah satu wali yang paling berperan adalah Zakiuddin Al-Kharrubi, seorang pedagang besar dan pejabat negara yang dikenal saleh. Zakiuddin menjalankan amanah tersebut dengan penuh tanggung jawab. Beliau memastikan Ibnu Hajar mendapatkan pendidikan terbaik.

Salah satu murid Ibnu Hajar, yaitu As-Sakhawi, mengisahkan:

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

“Ayah beliau sebelum meninggal dunia berwasiat kepada seorang pengusaha besar dan orang kepercayaan daulah saat itu, yaitu Syekh Zakiuddin Al-Kharrubi. Beliau (Zakiuddin) sangat memuliakan dan memperhatikan (Ibnu Hajar), serta mengusahakan berbagai kebaikan untuknya.”

Wasiat ini menunjukkan betapa besar harapan sang ayah terhadap putranya. Peran wali yang amanah menjadi kunci awal kesuksesan Ibnu Hajar.

Kecerdasan Cemerlang dan Awal Perjalanan Ilmu

Ibnu Hajar menunjukkan kecerdasan yang luar biasa sejak kecil. Kemampuan otaknya dalam menyerap ilmu sangat menonjol. Pada usia sembilan tahun, beliau telah berhasil menyelesaikan hafalan Al-Qur’an. Ini adalah sebuah pencapaian yang mengagumkan bagi anak seusianya. Beliau belajar Al-Qur’an di bawah bimbingan Syekh Shadruddin As-Sufthi.

Titik penting dalam perjalanannya terjadi pada usia 12 tahun. Saat itu, walinya, Zakiuddin Al-Kharrubi, mengajaknya untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah. Momen ini bukan sekadar perjalanan spiritual biasa. Di Tanah Suci, beliau memanfaatkan waktu untuk belajar. Beliau menyimak kajian Shahih Al-Bukhari dari Syekh Al-Abnasi. Bahkan, karena bacaannya yang fasih, beliau sempat mengimami shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H.

Pengembaraan Mencari Hadits

Setelah kembali dari Mekah, semangatnya untuk mencari ilmu semakin membara. Beliau mulai mendalami berbagai cabang ilmu, terutama hadits. Ibnu Hajar tidak pernah puas hanya belajar di satu tempat. Beliau melakukan perjalanan (rihlah ilmiah) ke berbagai pusat keilmuan ternama pada masanya.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Beliau melakukan pengembaraan ke Syam, Hijaz, dan Yaman. Di setiap kota yang beliau singgahi, beliau mencari para ulama besar untuk mengambil sanad hadits dan ilmu lainnya. Perjalanan panjang ini membentuknya menjadi seorang ahli hadits dengan pengetahuan yang sangat luas. Beliau mengumpulkan, meneliti, dan menghafal ribuan hadits beserta sanadnya.

Puncak Karya Agung: Fathul Bari

Puncak dari seluruh perjalanan intelektual Ibnu Hajar adalah kitab Fathul Bari. Kitab fenomenal ini merupakan syarah (penjelasan) paling otoritatif untuk kitab Shahih Al-Bukhari. Beliau mendedikasikan 25 tahun hidupnya untuk menyelesaikan karya agung ini. Fathul Bari bukan hanya menjelaskan makna hadits, tetapi juga mengurai sanad, mengupas nahwu, dan menyajikan berbagai faedah ilmu.

Kehebatan karyanya mendapatkan pengakuan dari seluruh ulama setelahnya. Bahkan, seorang ulama besar bernama Asy-Syaukani memujinya dengan sebuah kalimat yang terkenal:

لا هجرة بعد الفتح

“Tidak ada hijrah setelah Fathul (Makkah).”

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ucapan ini merupakan kiasan yang berarti tidak ada lagi ulama yang perlu bersusah payah menulis syarah Shahih Al-Bukhari setelah adanya Fathul Bari.

Kisah hidup Ibnu Hajar Al-Asqalani adalah bukti nyata. Keterbatasan dan ujian di masa kecil tidak menjadi penghalang untuk meraih takdir yang mulia. Dengan semangat, kerja keras, dan keikhlasan, seorang anak yatim mampu menjadi salah satu ulama terbesar dalam sejarah Islam.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement