Opinion
Beranda » Berita » Etika Penyiaran dalam Islam: Antara Tanggung Jawab Dakwah dan Moral Publik

Etika Penyiaran dalam Islam: Antara Tanggung Jawab Dakwah dan Moral Publik

Etika Penyiaran dalam Islam: Antara Tanggung Jawab Dakwah dan Moral Publik

Etika Penyiaran dalam Islam: Antara Tanggung Jawab Dakwah dan Moral Publik

Penyiaran dalam pandangan Islam bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga bentuk amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban. Di era modern, penyiaran mencakup berbagai media, baik radio, televisi, podcast, media sosial, hingga platform digital. Semua saluran ini memiliki potensi besar untuk mempengaruhi opini, membentuk pola pikir, bahkan merubah perilaku masyarakat. Oleh karena itu, penyiaran dalam Islam harus berlandaskan etika syar’i yang menjaga kebenaran, adab, dan akhlak mulia.

Penyiaran sebagai Amanah

Islam memandang setiap bentuk penyampaian pesan (tabligh) sebagai amanah. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sampaikanlah dariku walau satu ayat.” (HR. Bukhari)

Penyiaran bukan sekadar profesi, melainkan sarana untuk menebarkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran. Karena itu, penyiar harus:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Menyampaikan informasi yang benar (shidq), bukan kebohongan atau fitnah.
Tidak menjadi alat penyebar kebencian, provokasi, atau hoaks.

Menjaga Kejujuran dan Kebenaran Informasi

Allah mengingatkan:

> “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya…” (QS. Al-Hujurat: 6)

Etika penyiaran dalam Islam harus menolak:

Penyebaran berita palsu (hoaks).
Sensasi murahan demi rating atau popularitas.
Manipulasi fakta yang merugikan orang lain.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Penyiaran Harus Memberi Manfaat

Penyiaran sebaiknya mengandung nilai maslahat: menambah ilmu, membangun moral, serta menguatkan iman dan takwa. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika konten penyiaran hanya menebar keburukan, ghibah, atau membuka aib orang, maka itu bertentangan dengan prinsip Islam.

Menjaga Kehormatan dan Privasi Orang Lain

Islam sangat menekankan penghormatan terhadap kehormatan manusia.

> “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain…” (QS. Al-Hujurat: 12)

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Dalam penyiaran, hal ini berarti:

Tidak boleh membongkar aib orang tanpa alasan syar’i.
Menghindari gosip, fitnah, dan konten sensasional yang merusak citra seseorang.

Menghindari Konten yang Mengundang Maksiat

Penyiaran tidak boleh menjadi jalan bagi penyebaran kemaksiatan, misalnya:

Menampilkan aurat atau adegan tidak pantas.
Memutar musik dan hiburan yang merusak akhlak.
Menggiring opini untuk membenarkan hal yang jelas haram.

Allah berfirman:

> “Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS. Al-Maidah: 2)

Berbahasa dengan Santun dan Lembut

Penyiar dituntut menggunakan kata-kata yang baik, sopan, dan penuh hikmah.

> “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…” (QS. An-Nahl: 125)

Artinya, penyiar harus:

Menghindari kata kasar, caci maki, dan ujaran kebencian.
Menyampaikan kritik dengan cara yang santun dan membangun.

Niat Lillahi Ta’ala

Penyiaran dalam Islam hakikatnya adalah bagian dari dakwah. Niat yang tulus untuk mencari ridha Allah menjadikan setiap kata dan pesan bernilai ibadah. Sebaliknya, penyiaran yang hanya mengejar materi atau ketenaran bisa menjerumuskan.

Etika Penyiar dalam Media Sosial

Di era digital, siapa pun bisa menjadi “penyiar” di media sosial. Maka:

Jangan menyebarkan konten tanpa verifikasi.
Jadikan akun media sosial sebagai sarana dakwah atau kebaikan.
Hindari adu argumen yang tidak bermanfaat.

Contoh Etika Penyiaran Islami dalam Praktik:

Radio/TV Islami: Mengutamakan konten dakwah, kajian ilmu, dan hiburan yang mendidik.
Jurnalis Muslim: Melaporkan berita secara objektif, jujur, dan tidak memprovokasi.
Influencer Islami: Menjadi teladan dalam konten positif, inspiratif, dan bernilai ibadah.

Kesimpulan: Etika penyiaran dalam Islam adalah menjaga lisan, kebenaran, dan niat. Media penyiaran harus menjadi sarana amar ma’ruf nahi munkar, bukan tempat menebar kebohongan atau kemaksiatan. Setiap kata yang disiarkan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. (Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement