Kisah
Beranda » Berita » Umar bin Khattab: Titik Balik Sejarah Islam

Umar bin Khattab: Titik Balik Sejarah Islam

Ilustrasi Ummar bin Khattab

SURAU.CO – Sebelum fajar Islam memancar terang, Jazirah Arab mengenal betul sosok Umar bin Khattab. Ia adalah pemuda Quraisy yang gagah berani, berwatak keras, dan sangat disegani. Pada masa awal dakwah, Umar justru berdiri di barisan terdepan kaum penentang. Ia menggunakan kekuatannya untuk melawan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kaum muslimin yang lemah sering kali ia jadikan sasaran kemarahan. Oleh karena itu, namanya saja sudah cukup untuk menimbulkan kengerian.

Meskipun demikian, Rasulullah melihat potensi besar dalam dirinya. Beliau bahkan berdoa secara spesifik, memohon kepada Allah agar menguatkan Islam dengan salah satu dari dua Umar: Umar bin Khattab atau Amr bin Hisyam (Abu Jahal). Doa ini menjadi pertanda bahwa takdir besar menanti Umar.

Perjalanan Menuju Titik Balik

Kisah perubahan drastis Umar adalah salah satu yang paling dramatis dalam sejarah. Puncaknya, suatu hari amarah Umar kepada pengikut Nabi tidak lagi terbendung. Ia segera menghunus pedangnya dengan satu tujuan pasti: mengakhiri dakwah Rasulullah dengan tangannya sendiri. Langkahnya mantap, penuh dengan kebencian saat ia berjalan menuju Darul Arqam.

Akan tetapi, takdir Allah menuntunnya ke jalan yang berbeda. Di tengah perjalanan, seseorang dari Bani Zuhrah mencegatnya dan menanyakan tujuannya. Setelah Umar menjelaskan niatnya, orang itu justru berkata, “Uruslah dahulu keluargamu!” Ia kemudian memberitahukan bahwa adik perempuan Umar, Fatimah, dan iparnya telah memeluk Islam.

Seketika, amarah Umar berbelok arah. Ia tidak jadi melanjutkan langkahnya ke Darul Arqam. Sebaliknya, ia bergegas menuju rumah adiknya. Dari luar, ia mendengar Fatimah melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Tanpa berpikir panjang, ia mendobrak masuk dengan murka.

Kisah Nama Abu Hurairah: Dari Pecinta Kucing Menjadi Penjaga Hadis

Dalam kemarahannya, Umar menampar Fatimah dengan keras hingga wajahnya berdarah. Namun, pemandangan darah di wajah adiknya yang tetap berdiri teguh justru menyentuh sisi lain hatinya. Amarah yang membara perlahan padam. Sebagai gantinya, penyesalan dan rasa penasaran mulai mengisi relung jiwanya. Dengan suara melunak, ia meminta lembaran yang adiknya baca. Setelah bersuci, ia menerima lembaran yang berisi awal dari Surat Thaha.

Ia pun mulai membaca: Thaa Haa. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)… (QS. Thaha: 1-3).

Saat membaca ayat demi ayat, jiwanya bergetar hebat. Kata-kata itu begitu agung dan benar-benar menyentuh hatinya yang sekeras batu. Seketika itu juga, ia sadar bahwa ini bukanlah perkataan manusia biasa. Ia lantas berkata, “Betapa indah dan mulianya ucapan ini! Tunjukkan di mana Muhammad berada.”

Dari Musuh Menjadi Pembela Utama

Umar segera menuju Darul Arqam, kali ini dengan niat yang sepenuhnya berbeda. Para sahabat menyambut kedatangannya dengan ketakutan. Namun, Rasulullah justru menyambutnya dengan berani. Beliau memegang erat pakaian Umar seraya bertanya, “Apa yang membawamu kemari, wahai putra Al-Khattab?”

Dengan suara bergetar, Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, aku datang untuk beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan ajaran yang engkau bawa.” Gema takbir langsung membahana di rumah itu. Keislaman Umar menjadi sebuah kemenangan besar dan titik balik yang mengubah segalanya.

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Sebelumnya, kaum muslimin melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi dan shalat dalam ketakutan. Setelah Umar masuk Islam, ia langsung berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa kita harus sembunyi-sembunyi? Bukankah kita berada di atas kebenaran?”

Umar menjadi orang pertama yang mengusulkan agar mereka shalat di depan Ka’bah. Ia memimpin barisan di depan, tanpa rasa takut sedikit pun kepada para pemuka Quraisy. Sejak saat itu, dakwah Islam menjadi lebih terbuka dan berani. Karena sikap inilah, Rasulullah memberinya gelar Al-Faruq, sang pembeda antara yang hak dan yang batil.

Warisan Sang Al-Faruq

Keberanian dan ketegasan Umar terus menjadi perisai bagi umat Islam. Ia melakukan hijrahnya ke Madinah secara terang-terangan sambil menantang siapa saja yang berani menghalanginya. Kemudian, sebagai khalifah kedua, ia memimpin dengan sangat adil dan visioner. Ia memperkenalkan kalender Hijriah, mendirikan berbagai lembaga negara, dan memperluas wilayah Islam dengan pesat.

Pada akhirnya, kisah Umar adalah bukti nyata kekuatan hidayah Allah. Ia menunjukkan bagaimana satu orang dapat menjadi titik balik bagi sebuah peradaban. Ia bertransformasi dari seorang penentang yang paling keras menjadi pilar utama yang mengokohkan bangunan Islam untuk selamanya.

Penaklukan Thabaristan (Bagian 2): Kemenangan di Era Umayyah

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement