Opinion
Beranda » Berita » Definisi Negara Maju: Perspektif Al-Qur’an tentang Kemakmuran Hakiki

Definisi Negara Maju: Perspektif Al-Qur’an tentang Kemakmuran Hakiki

Negara Maju Menurut Al-Qur'an

SURAU.CO – Dunia modern sering mengukur kemajuan sebuah negara dengan indikator material. Kita melihat gedung pencakar langit yang menjulang. Kita mengagumi teknologi canggih dan infrastruktur yang megah. Produk Domestik Bruto (PDB) yang tinggi menjadi tolok ukur utama. Namun, apakah parameter ini sudah cukup? Al-Qur’an menawarkan sebuah perspektif yang jauh lebih dalam dan holistik. Ia mendefinisikan standar negara maju tidak hanya dari kemakmuran fisik, tetapi juga dari kesehatan spiritual dan moral penduduknya.

Pada hakikatnya, Al-Qur’an mengaitkan kemajuan sebuah bangsa dengan tingkat keimanan dan ketakwaan masyarakatnya. Kemakmuran bukanlah tujuan akhir. Sebaliknya, ia adalah hasil dari hubungan yang benar antara manusia dengan Penciptanya.

Standar Tertinggi: Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur

Al-Qur’an menyajikan sebuah istilah yang indah untuk menggambarkan negara ideal. Istilah ini adalah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Allah menyebutkannya saat menceritakan tentang kemakmuran negeri Saba’ di masa lalu.

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (baldatun thayyibatun) dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun (Rabbun Ghafur)’. (QS. Saba’: 15).

Mari kita bedah dua komponen utama ini:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

  1. Baldatun Thayyibatun: Ini berarti “negeri yang baik”. Kata thayyib mencakup makna yang sangat luas. Ia berarti subur, aman, tenteram, sehat, dan sejahtera. Ini adalah gambaran kemakmuran material dan sosial yang kita dambakan.

  2. Rabbun Ghafur: Ini berarti “Tuhan Yang Maha Pengampun”. Komponen ini menunjukkan dimensi spiritual. Sebuah negara yang penduduknya berada dalam ampunan dan ridha Allah.

Dengan kata lain, standar negara maju menurut Al-Qur’an adalah perpaduan sempurna antara kesejahteraan duniawi dan keberkahan ukhrawi. Keduanya tidak dapat dipisahkan.

Syarat Utama Meraih Kemakmuran: Iman dan Takwa

Lantas, bagaimana sebuah bangsa dapat mencapai level baldatun thayyibatun? Al-Qur’an memberikan formula yang sangat jelas. Formula ini bersifat sebab-akibat. Iman dan takwa menjadi sebabnya, sedangkan keberkahan menjadi akibatnya.

Allah SWT berfirman:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96).

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Ayat ini menegaskan bahwa sumber kemakmuran sejati adalah Allah. “Berkah dari langit” bisa berupa hujan yang menyuburkan, atau ketenangan dan petunjuk. “Berkah dari bumi” bisa berupa hasil panen yang melimpah, sumber daya alam, dan keamanan. Allah menjanjikan semua ini kepada penduduk yang secara kolektif membangun masyarakat berlandaskan iman dan takwa.

Pilar Penopang: Syukur dan Keadilan Pemimpin

Sebuah negara yang telah meraih kemakmuran menghadapi ujian selanjutnya: bagaimana cara mempertahankannya? Di sinilah peran syukur menjadi sangat vital. Syukur bukan sekadar ucapan alhamdulillahJustru, syukur adalah menggunakan nikmat sesuai dengan kehendak Sang Pemberi Nikmat.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’. (QS. Ibrahim: 7).

Ketika penduduk dan pemimpin sebuah negeri pandai bersyukur, Allah akan menambah nikmat-Nya. Sebaliknya, ketika mereka kufur nikmat, sombong, dan berbuat zalim, kemakmuran itu bisa dicabut seketika.

Selain itu, peran pemimpin yang adil sangat krusial. Pemimpin yang adil akan memastikan distribusi kekayaan yang merata. Ia akan menegakkan hukum Allah dan mencegah kezaliman. Keadilan pemimpin adalah magnet yang menarik rahmat dan keberkahan bagi seluruh negeri.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Studi Kasus: Kehancuran Negeri Saba’

Kisah kaum Saba’ yang disebutkan di awal menjadi pelajaran abadi. Mereka pada awalnya hidup dalam kemakmuran luar biasa. Negeri mereka sangat subur dan aman. Namun, mereka gagal dalam ujian syukur. Mereka berpaling dari perintah Allah dan mengingkari nikmat yang diberikan.

Sebagai hasilnya, Allah menghukum mereka dengan bencana. Allah mengirim banjir besar (Sail Al-‘Arim) yang menghancurkan bendungan Ma’rib yang menjadi sumber irigasi mereka. Kebun-kebun mereka yang rimbun dan menghasilkan buah-buahan lezat hancur. Allah menggantinya dengan kebun yang hanya menghasilkan buah pahit.

Kisah ini adalah bukti nyata. Kemajuan yang hanya bertumpu pada materi tanpa landasan spiritual sangatlah rapuh. Ia bisa hilang dalam sekejap mata.

Pada akhirnya, Al-Qur’an mengajak kita untuk melihat melampaui indikator fisik. Negara yang benar-benar maju dan bahagia adalah negara yang penduduknya hidup dalam harmoni dengan Tuhannya. Mereka membangun peradaban di atas fondasi iman, memagarinya dengan takwa, menyiraminya dengan syukur, dan menaunginya dengan keadilan. Itulah kemakmuran hakiki yang abadi.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement