Tokoh Agama: Garda Terdepan dalam Advokasi Isu Iklim di Indonesia.
Ditengah meningkatnya kesadaran global tentang perubahan iklim, sebuah survei Purpose & FPCI (Agustus–September 2024) menunjukkan bahwa tokoh agama menjadi pihak paling dipercaya dalam isu iklim di Indonesia, dengan persentase kepercayaan mencapai 22%. Angka ini menempatkan tokoh agama di urutan pertama, mengungguli ilmuwan (19%), aktivis lingkungan (11%), influencer (9%), dan kepala daerah (8%). Data ini bukan sekadar statistik, tetapi cerminan bahwa suara tokoh agama masih memegang peran sentral dalam mempengaruhi pola pikir dan tindakan masyarakat.
Mengapa Tokoh Agama Begitu Dipercaya?
1. Otoritas Moral dan Spiritual
Tokoh agama dipandang sebagai figur panutan dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka tidak hanya mengajarkan nilai-nilai keimanan, tetapi juga menanamkan tanggung jawab untuk menjaga ciptaan Tuhan, termasuk alam semesta. Dalam banyak ajaran agama, bumi adalah amanah (trusteeship) yang harus dipelihara, bukan dieksploitasi.
2. Kedekatan dengan Umat
Tokoh agama hadir di tengah-tengah masyarakat, memberikan bimbingan langsung dan menjadi tempat bertanya bagi jutaan umat. Pesan-pesan lingkungan yang mereka sampaikan dalam ceramah, khutbah, atau pengajian sering lebih mudah diterima daripada kampanye formal.
3. Kekuatan Simbolik dan Sosial
Ketika tokoh agama berbicara tentang tanggung jawab menjaga bumi, pesan tersebut memiliki kekuatan spiritual yang dapat menggugah kesadaran kolektif. Hal ini membuat ajakan mereka untuk peduli lingkungan menjadi lebih efektif dibandingkan banyak figur publik lainnya.
Peran Strategis Tokoh Agama dalam Isu Iklim
Survei ini menegaskan dua peran penting tokoh agama:
Sebagai penjaga moral dan spiritual. Mereka mampu mengingatkan umat bahwa kerusakan lingkungan bukan hanya persoalan sains, melainkan juga persoalan moral dan akhlak.
Sebagai aktor gerakan advokasi lingkungan. Dengan pengaruh besar di akar rumput, tokoh agama dapat memimpin gerakan nyata untuk menanam pohon, mengurangi sampah plastik, atau mengkampanyekan gaya hidup ramah lingkungan.
Menyatukan Ilmu dan Iman
Meski ilmuwan memiliki pengetahuan teknis dan data sains, pesan mereka sering kali tidak sampai ke hati masyarakat awam. Inilah mengapa kolaborasi antara ilmuwan dan tokoh agama sangat penting. Tokoh agama dapat menjembatani bahasa ilmiah menjadi bahasa spiritual yang lebih membumi: bahwa merawat alam berarti merawat amanah dari Sang Pencipta.
Tantangan dan Harapan
Isu iklim bukan masalah yang bisa diselesaikan hanya dengan teori, melainkan aksi nyata. Dengan 22% kepercayaan masyarakat, tokoh agama memegang kunci perubahan perilaku umat. Tantangannya adalah bagaimana tokoh agama tidak hanya memberi nasihat, tetapi juga menjadi teladan dalam gaya hidup yang ramah lingkungan: hemat energi, mengurangi penggunaan plastik, dan mendukung pelestarian lingkungan di sekitar mereka.
Kesimpulan: Hasil survei ini adalah panggilan bagi semua tokoh agama di Indonesia untuk bergerak bersama. Menjaga bumi adalah ibadah. Alam yang lestari akan menjadi warisan terbaik untuk generasi mendatang. Sudah saatnya para pemuka agama, ilmuwan, dan masyarakat umum bersinergi dalam aksi nyata melawan perubahan iklim. Sumber: Survei FPCI dan Purpose 2024 (www.pasca.ugm.ac.id) Instagram: @PenaIs.Kemenag.
Mengalahkan Syaitan dan Anteknya: Kekuatan Iman dan Amal
Syaitan adalah musuh abadi manusia, sebagaimana Allah tegaskan:
> “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh (mu).”
(QS. Fathir: 6)
Musuh ini tidak terlihat, namun strategi dan tipu dayanya sangat nyata. Untuk mengalahkan syaitan dan anteknya (termasuk hawa nafsu dan pengaruh buruk manusia), ada beberapa langkah utama:
1. Perkuat Iman dan Tauhid
Syaitan tidak punya kekuatan pada hamba yang ikhlas dan bertauhid. Allah berfirman:
> “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang sesat.”
(QS. Al-Hijr: 42)
Selalu perbarui iman dengan dzikir, shalat, dan amal shalih.
Perkuat keyakinan bahwa hanya Allah tempat bergantung.
2. Dzikir dan Doa Sebagai Perisai
Syaitan paling takut kepada orang yang mengingat Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Perumpamaan orang yang mengingat Rabb-nya dengan yang tidak mengingat Rabb-nya seperti orang hidup dengan orang mati.” (HR. Bukhari)
Bacalah dzikir pagi-petang, doa sebelum tidur, dan doa saat masuk/keluar rumah.
Amalkan ta’awwudz: “A’udzu billahi minasy-syaithanir-rajim.”
3. Jaga Pandangan dan Hati
Banyak bisikan syaitan masuk lewat pandangan dan lintasan hati.
Tundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan.
Jauhkan hati dari iri, dengki, dan riya, karena itu pintu masuk syaitan.
4. Lawan dengan Ilmu dan Sabar
Syaitan membodohi manusia lewat kebodohan dan nafsu. Maka:
Pelajari Al-Qur’an dan Sunnah.
Bersabarlah dalam ketaatan, sabar menjauhi maksiat, dan sabar menghadapi ujian.
5. Tinggalkan Lingkungan dan Teman yang Menyeret ke Maksiat
Syaitan memiliki antek di kalangan manusia:
> “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin.”
(QS. Al-An’am: 112)
Pilih teman yang mengajak pada kebaikan, bukan yang menyeret pada dosa.
6. Jangan Lengah dan Meremehkan Dosa
Syaitan masuk lewat dosa-dosa kecil yang dianggap sepele.
Perbanyak istighfar dan taubat setiap hari.
Ingatlah, dosa kecil yang terus dilakukan bisa menghancurkan iman.
Doa Perlindungan dari Godaan Syaitan:
“Rabbi a’udzu bika min hamazatisy-syayathin, wa a’udzu bika rabbi an yahdhurun.” (Ya Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan syaitan, dan aku berlindung kepada-Mu wahai Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku.) – QS. Al-Mu’minun: 97-98.
(Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
