SURAU.CO – Sirah Nabawiyah atau perjalanan hidup Nabi Muhammad ﷺ merupakan sumber pelajaran yang tak pernah kering. Setiap peristiwanya mengandung hikmah mendalam, terutama dalam hal kepemimpinan dan strategi. Salah satu peristiwa monumental yang menunjukkan kecerdasan strategis Rasulullah ﷺ adalah Perang Dzaturriqa’. Peperangan ini menjadi bukti bahwa kemenangan tidak selalu diraih lewat pertumpahan darah. Kemenangan dapat terwujud melalui langkah proaktif, keberanian, dan keimanan yang kokoh kepada Allah.
Artikel ini akan mengupas tuntas Perang Dzaturriqa’. Kita akan mendalami latar belakangnya. Kemudian, kita akan melihat strategi yang diterapkan Nabi. Dan yang terpenting, kita akan memetik pelajaran berharga dari setiap detail peristiwa yang menyertainya. Perang Dzaturriqa’ adalah salah satu ekspedisi militer yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terjadi setelah Perang Khaibar, yakni sekitar tahun ke-7 Hijriyah.
Latar Belakang: Meredam Agresi Kabilah Ghathafan
Perang ini dipicu oleh adanya informasi intelijen. Kabar sampai kepada Rasulullah ﷺ di Madinah. Kabilah Ghathafan dari Najd sedang menghimpun kekuatan. Dua suku besar, yaitu Bani Tsa’labah dan Bani Muharib, bersekutu. Tujuan mereka jelas. Mereka hendak menyerang kaum muslimin di Madinah. Mereka melihat peluang saat kaum muslimin menghadapi berbagai tekanan.
Rasulullah ﷺ tidak menunggu musuh tiba di depan pintu. Beliau segera mengambil inisiatif. Beliau memutuskan untuk melancarkan serangan preventif. Strategi ini bertujuan untuk memadamkan api sebelum membesar. Beliau hendak mendatangi mereka langsung di jantung pertahanan mereka. Langkah ini menunjukkan visi kepemimpinan yang luar biasa.
Strategi Cerdas dan Pelaksanaan Shalatul Khauf
Sebelum berangkat, Rasulullah ﷺ menunjuk pemimpin sementara di Madinah. Dalam beberapa riwayat, disebutkan nama Utsman bin ‘Affan. Riwayat lain menyebutkan Abu Dzar Al-Ghifari. Ini adalah prosedur standar untuk memastikan stabilitas dalam negeri.
Kemudian, Rasulullah ﷺ bergerak bersama pasukannya. Para sejarawan berbeda pendapat mengenai jumlah pasukan. Ada yang menyebutkan 400 orang. Ada pula yang mengatakan 700 orang. Mereka berjalan menuju wilayah Najd. Tujuan mereka adalah untuk memberikan efek kejut kepada musuh.
Di tengah perjalanan inilah, sebuah syariat penting pertama kali diterapkan. Kaum muslimin harus melaksanakan shalat. Namun, posisi mereka sudah sangat dekat dengan musuh. Khawatir ada serangan tiba-tiba, Allah menurunkan kemudahan. Syariat itu adalah Shalatul Khauf (shalat dalam keadaan takut).
Pelaksanaannya sangat taktis. Rasulullah ﷺ membagi pasukan menjadi dua kelompok. Satu kelompok shalat satu rakaat bersama beliau. Sementara itu, kelompok kedua berjaga menghadap musuh. Setelah satu rakaat, kelompok pertama mundur untuk berjaga. Kemudian, kelompok kedua maju dan shalat satu rakaat bersama Nabi. Setelah itu, masing-masing kelompok menyempurnakan shalatnya sendiri. Ini menunjukkan betapa pentingnya shalat, bahkan dalam kondisi paling genting sekalipun.
Misteri di Balik Nama Dzaturriqa’
Nama “Dzaturriqa’” sendiri sangat unik. Secara harfiah, ia berarti “pemilik tambalan-tambalan”. Para ulama memiliki beberapa penjelasan mengenai asal-usul nama ini.
-
Tambalan di Kaki: Ini adalah pendapat paling populer. Medan perang sangat berat dan berbatu. Banyak sahabat yang tidak memiliki alas kaki memadai. Akibatnya, kaki dan kuku mereka terluka. Mereka terpaksa merobek kain dan membebatkannya di kaki. Kain tambalan inilah yang menjadi inspirasi nama perang.
-
Nama Tempat: Sebagian ulama berpendapat Dzaturriqa’ adalah nama sebuah pohon atau gunung di wilayah tersebut. Jadi, perang dinamai berdasarkan lokasi kejadiannya.
-
Tambalan pada Panji: Pendapat lain menyebutkan bahwa panji-panji perang kaum muslimin saat itu memiliki banyak tambalan.
Apapun asal-usulnya, nama ini melambangkan kesulitan dan pengorbanan para sahabat. Mereka tetap berjuang meski dalam kondisi serba terbatas.
Peristiwa Menakjubkan Selama Ekspedisi
Perjalanan ini diwarnai oleh beberapa peristiwa luar biasa yang menguji keimanan.
1. Kisah Keberanian ‘Abbad bin Bisyr
Saat kaum muslimin beristirahat, Rasulullah ﷺ menugaskan penjaga malam. ‘Abbad bin Bisyr dari kaum Anshar dan ‘Ammar bin Yasir dari Muhajirin berbagi tugas. ‘Abbad mengambil giliran jaga pertama. Ia memutuskan untuk mengisi waktu jaganya dengan shalat malam.
Tanpa ia sadari, seorang musyrik mengintainya. Musuh itu melepaskan anak panah dan tepat mengenai ‘Abbad. Namun, ‘Abbad tidak menghentikan shalatnya. Ia hanya mencabut panah itu dan terus melanjutkan bacaannya. Panah kedua dan ketiga menyusul. Darah mengalir deras, tetapi ‘Abbad tetap khusyuk. Ia baru membangunkan ‘Ammar setelah menyelesaikan shalatnya. Peristiwa ini menunjukkan kekuatan iman yang luar biasa. Shalat menjadi penenang jiwa bahkan saat nyawa terancam.
2. Ujian Keimanan Rasulullah ﷺ
Dalam sebuah riwayat, Nabi ﷺ beristirahat di bawah pohon yang rindang. Beliau menggantungkan pedangnya di dahan pohon. Tiba-tiba, seorang musyrik bernama Ghaurats bin Al-Harits menyelinap. Ia mengambil pedang Nabi dan menghunuskannya.
Ia lalu bertanya dengan angkuh, “Siapa yang akan melindungimu dariku sekarang?”
Dengan ketenangan yang sempurna, Rasulullah ﷺ menjawab, “Allah.”
Seketika, Ghaurats gemetar hebat. Pedang itu pun terjatuh dari tangannya. Kini, Rasulullah ﷺ yang mengambil pedang itu. Beliau balik bertanya, “Sekarang, siapa yang akan melindungimu dariku?” Musuh itu pun pasrah. Namun, Rasulullah ﷺ menunjukkan akhlak terbaik. Beliau memaafkan dan melepaskan orang tersebut.
Hasil Akhir dan Pelajaran Penting
Perang Dzaturriqa’ berakhir tanpa pertempuran besar. Strategi preventif Rasulullah ﷺ berhasil. Kabilah Ghathafan begitu terkejut dengan kedatangan pasukan muslim. Mereka ketakutan dan lari tercerai-berai ke puncak gunung. Kemenangan ini bersifat strategis dan psikologis.
Dari peristiwa ini, kita dapat memetik banyak pelajaran:
-
Pentingnya mengambil inisiatif dalam kepemimpinan.
-
Shalat adalah tiang agama yang tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apapun.
-
Kekuatan iman mampu mengalahkan rasa sakit dan ketakutan.
-
Tawakal atau berserah diri sepenuhnya kepada Allah adalah sumber ketenangan sejati.
Perang Dzaturriqa’ adalah cerminan sempurna dari kepemimpinan profetik. Ia menggabungkan antara strategi militer, kekuatan spiritual, dan akhlak yang mulia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
