SURAU.CO. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan data yang menunjukkan penurunan kinerja keuangan PT Gudang Garam. PT Gudang Garam mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 81,57 persen menjadi Rp 980,8 miliar di tahun 2024 dari Rp 5,32 triliun di tahun 2023. Tidak hanya itu, PT Gudang Garam juga mengalami penurunan drastis harga sahamnya.
Kondisi PT Gudang Garam yang mengalami tantangan keuangan berdampak pada pendapatan petani tembakau. Bupati Temanggung, Agus setyawan menyampaikan selama 2024 Gudang Garam mulai berhenti membeli tembakau dari Temanggung. Pada tahun 2025 ini, PT Gudang Garam tidak akan membeli tembakau dari Temanggung karena stok bahan baku mereka saat ini sudah melimpah, cukup untuk empat tahun ke depan jika produksi tidak meningkat.
Disebut-sebut kondisi ini terjadi karena menurunnya penjualan rokok sebagai akibat dari kenaikan cukai dan peredaran rokok ilegal yang semakin marak. Rokok ilegal memiliki harga yang jauh lebih murah karena tidak memakai cukai. Benarkah rokok ilegal menjadi sebab? Lalu, apa dampaknya secara nasional?
Maraknya Rokok Ilegal
Rokok ilegal menjadi persoalan serius yang tidak diseriusi. Banyak orang memilih rokok ilegal karena harga yang jauh lebih murah. Dengan membeli rokok ilegal, para penikmat secara tidak langsung merugikan negara karena tidak membayar cukai, sehingga negara kehilangan potensi penerimaan pendapatan. Peredaran rokol ilegal mengakibatkan menurunnya penjualan produsen besar hingga pengusaha tembakau eceran. Pada akhirnya berdampak pada petani tembakau dan daya beli masyarakat, khususnya para petani dan pekerja di industri tembakau.
Berdasarkan risetnya, Indodata Research Center memperkirakan bahwa peredaran rokok ilegal pada tahun 2024 berpotensi merugikan negara sebesar Rp 97,81 triliun, dengan rokok tanpa pita cukai menjadi penyumbang terbesar (95,44%). Berdasarkan data dari 2021 hingga 2024, konsumsi rokok ilegal menunjukkan tren peningkatan yang cukup signifikan.
Hasil penelitian (dalam Antara) menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal meningkat dari 28 persen menjadi 30 persen, dan bahkan mencapai 46 persen di tahun 2024. Maraknya rokok ilegal, terutama rokok polos yang mendominasi pasar, diperkirakan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 97,81 triliun.
Tingkat peredaran rokok ilegal kerap beriringan dengan kenaikan harga rokok akibat kebijakan tarif cukai. Pada 2019 saat tidak ada kenaikan cukai, tingkat peredaran rokok ilegal menurun dari tahun sebelumnya. Selanjutnya pada 2020, ketika terjadi kenaikan cukai, tingkat peredaran rokok ilegal juga mengalami peningkatan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai dapat berdampak signifikan terhadap peredaran rokok ilegal.
Salah satu penyebab tingginya peredaran rokok ilegal adalah untuk memenuhi permintaan dari masyarakat. Konsumen lebih memilih rokok ilegal karena harganya yang lebih murah. Akibatnya, perputaran penjualan rokok ilegal menjadi lebih cepat. Perokok memilih membeli rokok ilegal sebagai pengganti rokok legal yang harga jualnya mahal sebagai akibat kenaikan tarif cukai.
Pengendalian Rokok Ilegal
Pemerintah perlu melakukan pengendalian yang efektif terhadap peredaran rokok ilegal melalui penindakan yang masif untuk meningkatkan produktivitas produsen rokok legal. Hasil analisis PPKE FEB UB (2019) menunjukkan bahwa peningkatan penindakan oleh Bea Cukai dapat menurunkan volume peredaran rokok ilegal secara signifikan.
Pemerintah mendirikan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) untuk mengatasi permasalahan peredaran rokok ilegal. KIHT ini menawarkan beberapa kemudahan bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang beroperasi di dalamnya. Pembentukan KIHT sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.21/PMK.04/2020 sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing industri kecil dan menengah khususnya industri hasil tembakau di Indonesia.
Meski demikian, dalam implementasinya, membentuk suatu kawasan industri bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Tantangan terbesar dalam pembangunan KIHT adalah kekuatan finansial dan jaringan dari pengelola kawasan industri. Pasalnya, KIHT memiliki keterbatasan finansial yang berasal dari dana bagi hasil cukai tembakau.
Upaya mengendalikan peredaran rokok ilegal di tengah tekanan kenaikan tarif cukai dan harga rokok bukanlah hal yang mudah. Perlu kerja sama antara berbagai pihak, termasuk menyamakan persepsi atau metodologi dalam melakukan perhitungan rokok ilegal untuk dapat menentukan formula kebijakan penanganan rokok ilegal yang lebih efektif.
Kolaborasi berbagai pihak diharapkan dapat menurunkan peredaran rokok ilegal, menciptakan keadilan dan keseimbangan berusaha dalam industri hasil tembakau. Dengan pengendalian peredaran rokok ilegal, industri hasil tembakau dapat memperbaiki pertumbuhannya dan mengurangi risiko gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Serikat Pekerja Ikut Bersuara
Menyikapi lambatnya pertumbuhan industri hasil tembakau yang berakibat terhadap tingginya angka PHK, serikat pekerja mendesak pemerintah menunda kenaikan tarif cukai hasil tembakau selama tiga tahun ke depan. Serikat pekerja meminta pemerintah menunda kenaikan tarif cukai hasil tembakau untuk menghindari lonjakan tarif yang drastis. Mereka menilai kenaikan cukai tahunan tidak efektif mengendalikan konsumsi dan malah berdampak pada target penerimaan negara. Faktanya rokok legal yang makin mahal dan tertekan, rokok ilegal terus tumbuh.
Kenaikan cukai rokok mengurangi daya beli masyarakat dan memperparah kesulitan lapangan kerja di tengah tekanan ekonomi. Industri hasil tembakau merupakan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Daya beli masyarakat secara umum, dan juga daya beli buruh rokok berperan dalam menjaga ekonomi nasional.
Serikat pekerja mendorong pemerintah melakukan deregulasi dan revitalisasi industri untuk meringankan beban sektor padat karya. Pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan yang memberikan keringanan beban pada industri agar dapat terus bertahan dan memberikan pekerjaan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu, pemerintah juga harus fokus pada penegakan hukum rokok ilegal, bukan hanya pada kenaikan tarif cukai.
Dilema Industri Hasil Tembakau
Industri hasil tembakau di Indonesia kerap menghadapi situasi dilematik dan kontroversi. Industri hasil tembakau dinilai memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Pro dan kontra tentang industri hasil tembakau seolah tak habis untuk selalu dibahas. Beberapa hal yang sering menjadi diskusi adalah peredaran rokok ilegal, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), bahkan menyerempet ke persoalan stunting dan Penyakit Tidak Menular (PTM).
Namun disisi lain, industri hasil tembakau memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional. Tembakau dan berbagai produk turunannya mempunyai nilai ekonomi tinggi. Komoditas tembakau menjadi sumber penerimaan negara dari cukai. Realisasi penerimaan cukai hampir setiap tahun selalu tercapai sesuai target yang ditetapkan dalam APBN.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
