Ekonomi
Beranda » Berita » Shopping Online: Gaya Hidup atau Godaan Setan?

Shopping Online: Gaya Hidup atau Godaan Setan?

Ilustrasi Shopping Online
Ilustrasi Shopping Online

SURAU.CO-Shopping online kini tidak sekadar aktivitas praktis, melainkan sudah menjadi gaya hidup yang menjangkiti hampir semua kalangan. Dari anak muda hingga orang tua, shopping online menggoda dengan kemudahan akses, diskon besar, dan kecepatan layanan. Namun, shopping online juga memunculkan godaan setan yang perlahan-lahan merusak keuangan, waktu, dan pikiran. Maka, kita perlu menelaah: apakah ini kebutuhan zaman atau jebakan konsumerisme terselubung?

Konsumerisme Digital dan Pola Belanja Modern

Belanja daring memang menawarkan efisiensi. Seseorang bisa membeli berbagai kebutuhan tanpa harus keluar rumah. Tapi pola ini seringkali menciptakan kebiasaan baru: belanja karena keinginan, bukan kebutuhan. Algoritma aplikasi e-commerce terus menampilkan produk berdasarkan perilaku pengguna, menciptakan ilusi bahwa semua barang itu penting.

Banyak orang akhirnya mengisi keranjang tanpa sadar, hanya karena “flash sale” atau “hanya hari ini.” Aktivitas ini menciptakan pola impulsif yang menggiring pada gaya hidup konsumtif. Bahkan sebelum produk yang dibeli datang, pengguna sudah tergoda untuk belanja lagi.

Gaya Hidup Belanja atau Godaan Setan Berkedok Teknologi?

Media sosial memperkuat kecenderungan belanja impulsif. Influencer dan konten kreator memamerkan barang-barang terbaru, seolah hidup tak lengkap tanpa produk tersebut. Hal ini menciptakan tekanan sosial terselubung, khususnya bagi generasi muda.

Islam mengajarkan keseimbangan. Dalam QS. Al-Isra: 27, Allah menyebut orang-orang boros sebagai saudara-saudara setan. Maka, godaan belanja yang tak terkendali bukan sekadar masalah finansial, tapi juga spiritual. Gaya hidup konsumtif menjadi pintu masuk setan untuk menjauhkan manusia dari sikap qana’ah (cukup).

Mengupas Kitab Kopi dan Rokok Syaikh Ihsan Jampes

Dampak Psikologis Shopping Online Tanpa Kendali

Banyak orang menggunakan belanja online sebagai pelarian dari stres dan kejenuhan. Ini dikenal sebagai retail therapy. Saat tekanan hidup meningkat, kegiatan belanja memberi kepuasan sesaat. Namun setelah itu, muncul penyesalan karena uang terbuang sia-sia.

Beberapa pengguna bahkan mengalami ketergantungan. Mereka merasa gelisah jika tak membuka marketplace dalam sehari. Waktu bersama keluarga pun terganggu. Saat berkumpul, perhatian malah tertuju pada notifikasi diskon atau status pengiriman.

Strategi Menghindari Godaan Belanja Digital

Mengontrol kebiasaan belanja digital membutuhkan kesadaran penuh. Berikut langkah yang bisa diterapkan:

  1. Buat daftar kebutuhan. Jangan membuka aplikasi belanja tanpa tujuan jelas.

  2. Gunakan aturan 24 jam. Tunda pembelian agar otak bisa berpikir jernih.

    Introvert: Mengenali Diri dan Merayakan Keunikan Batin

  3. Nonaktifkan notifikasi promo. Biarkan diri fokus pada hal yang lebih penting.

  4. Tentukan anggaran bulanan. Belanja tetap boleh, asal sesuai kemampuan.

  5. Hindari metode pembayaran otomatis. Saat proses sedikit lebih rumit, pikiran jadi lebih rasional.

Dengan strategi ini, belanja digital tetap bisa dilakukan tanpa kehilangan kendali dan nilai spiritual.

Islam Menuntun Hidup Seimbang, Termasuk dalam Berbelanja

Islam tidak melarang umatnya menikmati kenyamanan hidup. Namun, Rasulullah SAW mengingatkan agar kita tidak membeli sesuatu yang tak dibutuhkan, karena akan mengorbankan sesuatu yang penting. Sabda beliau, “Siapa yang membeli sesuatu yang tidak ia butuhkan, ia akan menjual sesuatu yang ia butuhkan.” (HR. Thabrani)

Ajining Raga Saka Busana: Menyelami Etika Jawa dalam Arus Modernisasi

Belanja bukan musuh. Tapi jika dilakukan tanpa akal dan iman, aktivitas ini bisa berubah menjadi alat setan. Teknologi seharusnya membantu hidup, bukan memperbudak kita secara diam-diam. Maka, penting untuk menata niat dan menguatkan kesadaran agar belanja online benar-benar menjadi alat kebaikan, bukan sumber kerusakan.

Dengan niat yang benar, belanja daring bisa menjadi sarana produktif, bukan sumber masalah keuangan dan spiritual. Seseorang perlu mengendalikan diri, memahami prioritas, dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan. Dengan begitu, gaya hidup digital akan membawa manfaat nyata, bukan sekadar memuaskan hawa nafsu yang merugikan diri sendiri.Hen


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement