SURAU.CO – Ribuan jemaah memenuhi kompleks Makam Sunan Bonang di kawasan Alun-Alun Kota Tuban pada Sabtu malam (15/7/2025). Mereka datang untuk menghadiri puncak peringatan Haul ke-516 Sunan Bonang, salah satu Wali Songo yang dikenal sebagai penyebar Islam di wilayah pesisir utara Pulau Jawa.
Pada tahun ini, panitia mengangkat tema “Meneladani Dakwah Sunan Bonang, Merawat Warisan Spiritual Nusantara” sebagai napas utama peringatan. Melalui tema tersebut, mereka secara eksplisit mengajak masyarakat untuk memikirkan kembali nilai-nilai dakwah, toleransi, dan budaya yang telah diwariskan oleh sang wali. Oleh karena itu, mereka tidak hanya merencanakan acara yang meriah, tetapi juga berupaya menjaga kekhusyukan dalam setiap rangkaian kegiatan yang digelar.
Sejak sore hari, para jemaah dari berbagai daerah terus berdatangan. Mereka berasal dari Banyuwangi, Jepara, Demak, bahkan dari Kalimantan dan Sulawesi. Banyak dari mereka yang rela menempuh perjalanan jauh dan berjalan kaki beberapa kilometer agar bisa ikut serta dalam acara sakral tersebut.
Doa Bersama dan Tausiah KH. Musta’in Syafi’i
Panitia memulai acara puncak dengan pembacaan tahlil dan doa bersama. KH. Musta’in Syafi’i, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah Tuban, memimpin langsung prosesi tersebut. Dalam kesempatan yang sama, KH. Musta’in menyampaikan tausiah yang menggugah. Ia mengajak jemaah untuk meneladani metode dakwah Sunan Bonang yang mengedepankan pendekatan budaya dan kesantunan.
“Dakwah tidak harus keras. Sunan Bonang telah menunjukkan bahwa dakwah bisa menyentuh hati masyarakat melalui gamelan, suluk, dan tembang,” ujar KH. Musta’in dengan nada penuh keteladanan.
Setelah prosesi doa, panitia menyuguhkan pertunjukan seni tradisi Islami yang menyentuh kalbu. Para musisi memainkan gamelan suluk Bonang dengan alunan yang syahdu. Sementara itu, para santri membacakan tembang-tembang spiritual warisan Sunan Bonang. Terlebih ketika tembang Tombo Ati dilantunkan, banyak jemaah tak kuasa menahan air mata. Mereka larut dalam suasana haru dan kekhusyukan yang mendalam.
Memasuki malam yang kian larut, ribuan jemaah tetap bertahan di lokasi. Mereka terus melantunkan sholawat secara bergantian. Di tengah semilir angin malam, lantunan tersebut berpadu dengan kerlap-kerlip lampu hias dan menciptakan atmosfer spiritual yang menyentuh jiwa. Tak sedikit dari mereka yang mengaku merasakan kedamaian dan pengalaman batin yang mendalam sepanjang malam itu.
Apresiasi Pemerintah Daerah
Pemerintah Kabupaten Tuban memberikan dukungan penuh demi lancarnya acara. Mereka menyediakan berbagai fasilitas, seperti posko kesehatan, dapur umum, dan layanan transportasi gratis. Selain itu, ratusan relawan dari berbagai organisasi keagamaan juga terlibat untuk membantu menjaga kebersihan dan menata area makam.
Bupati Tuban, Aditya Pradana, hadir langsung dan menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi. Menurutnya, haul ini bukan sekedar seremoni, namun menjadi medium penting dalam memperkuat identitas spiritual masyarakat Tuban.
“Ritual tahunan ini bukan sekedar bentuk penghormatan, tetapi juga pengingat bahwa Tuban memiliki posisi strategis dalam sejarah dakwah Islam di Nusantara,” tegas Bupati Aditya.
Diskusi Budaya: Menghidupkan Semangat Dakwah wali
Menariknya, sehari sebelum puncak acara, panitia mengadakan diskusi kebudayaan di Pendopo Kridho Manunggal. Dalam forum tersebut, para budayawan, sejarawan, dan tokoh agama membahas bagaimana metode dakwah para wali masih relevan di era modern.
Salah satu pembicara, Dr. Hasanuddin Ali, menyoroti bagaimana Sunan Bonang memanfaatkan pendekatan budaya dalam dakwahnya. Sunan Bonang berdakwah dengan cara yang sangat adaptif terhadap kearifan lokal. Ia mengungkapkan bahwa seni menjadi media dakwah yang mudah diterima oleh masyarakat luas.
“Ketika dakwah dilakukan melalui pendekatan budaya, kita tidak melanggar. Kita justru menyucikannya,” terang Dr. Hasanuddin dengan penuh keyakinan.
Dampak Ekonomi: Warga Rasakan Berkah
Haul Sunan Bonang tidak hanya menjadi magnet spiritual, tetapi juga membawa dampak ekonomi bagi masyarakat setempat. Warung makan, penginapan, pedagang kaki lima, hingga penjual cendera mata meraup berkah dari ribuan peziarah yang datang. Jalanan sekitar alun-alun dipenuhi tenda pedagang yang menjajakan pecel, sate kikil, hingga batik khas Tuban bergambar “Haul Sunan Bonang 516 H”.
Dengan demikian, haul ini tidak hanya menghidupkan nilai-nilai spiritual, tetapi juga turut menggerakkan roda perekonomian lokal.
Walaupun acara puncak telah usai, semangat haul tetap membekas di hati para jemaah. Wajah-wajah lelah para jemaah mencerminkan ketulusan dan kerinduan terhadap sang wali. Dakwah Sunan Bonang yang penuh cinta dan kebijaksanaan terus hidup dalam ingatan masyarakat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
