Khazanah
Beranda » Berita » Diujung Sajadah: Sebuah Perjalanan Jiwa di Tengah Malam

Diujung Sajadah: Sebuah Perjalanan Jiwa di Tengah Malam

Diujung Sajadah: Sebuah Perjalanan Jiwa di Tengah Malam

Di Ujung Sajadah: Sebuah Perjalanan Jiwa di Tengah Malam

 

Di saat dunia terlelap, lampu-lampu kota mulai redup, dan hanya suara jangkrik menemani sunyi, ada seorang hamba yang duduk diam di ujung sajadah. Ia tidak sedang menunggu seseorang, tidak juga sedang merenungi kesepian. Ia sedang menyambung hubungan dengan Tuhannya — sebuah ikatan yang tidak terlihat oleh mata manusia, tetapi terasa hangat dan dalam di dalam dada.

Di ujung sajadah, segalanya terasa dekat. Langit seakan lebih rendah, ampunan terasa lebih luas, dan cinta Allah terasa lebih nyata. Air mata mengalir bukan karena putus asa, tapi karena harapan. Tangis yang jatuh bukan karena kalah, tapi karena tahu bahwa Allah tidak pernah mengecewakan doa.

Mengapa Di Ujung Sajadah Begitu Menggetarkan?

Karena di situlah letak penghambaan yang paling jujur. Tidak ada kemunafikan, tidak ada pencitraan, tidak ada topeng dunia. Yang ada hanyalah seorang manusia — rapuh, penuh salah, namun berharap ampunan dan cinta dari Sang Pencipta.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Di ujung sajadah, kita tidak hanya menyusun doa-doa, tapi juga merapikan hati. Kita belajar memaafkan, menerima takdir, mengakui kesalahan, dan memohon kekuatan untuk tetap istiqamah di jalan-Nya.

Saat Sujud adalah Titik Terendah yang Membawa Kita ke Tempat Tertinggi

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Tempat terdekat seorang hamba kepada Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa saat sujud.”
(HR. Muslim)

Sujud bukan hanya posisi tubuh. Ia adalah simbol ketundukan total. Ketika dahi menyentuh bumi, di situlah hati kita seolah menyentuh langit. Di saat itulah kita membisikkan segala keluh kesah, permintaan, dan bahkan cita-cita.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Dan Allah tidak akan pernah menolak doa yang lahir dari hati yang bersujud.

Ujung Sajadah adalah Titik Awal Perubahan

Kadang kita lelah dengan dunia. Masalah bertubi-tubi. Harapan sering tak sejalan dengan kenyataan. Dan terkadang, tak ada tempat mengadu. Maka Allah ciptakan malam. Allah ajarkan kita tentang tahajud, munajat, dan berdiam di sajadah.

Di ujung sajadah, seseorang bisa mendapatkan:

Ketenangan setelah guncangan, Harapan setelah keputusasaan, Petunjuk setelah kebingungan dan Ampunan setelah kelalaian

Dialog Sunyi yang Paling Mempesona

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Bayangkan ini:

> Seorang hamba duduk bersila. Matanya basah. Tangan diangkat tinggi. Bibirnya bergetar menyebut nama Allah. Tidak ada yang melihat, tidak ada yang memuji, tapi Allah Maha Mendengar.

Itulah kemuliaan sejati. Ketika engkau tidak dikenal manusia, tapi dikenal oleh langit.

Ujung Sajadah adalah Tempat Lahirnya Para Pejuang Sejati

Para nabi, sahabat, tabi’in, imam dan orang-orang saleh memiliki satu kesamaan: mereka kuat di siang hari karena menangis di malam hari. Mereka tidak meminta kekuatan kepada manusia, tapi kepada Rabb manusia. Dan semua itu terjadi… di ujung sajadah.

Catatan Malam di Hadapan Allah

Tidak ada yang sia-sia dari air mata yang tumpah dalam doa Kepada-NYA. Tidak ada yang hilang dari waktu yang dihabiskan untuk tahajud. Semua itu dicatat Olehnya. Semua itu dihitung.

“Dan Rabb-mu tidak akan menyia-nyiakan amalmu.”
(QS. Al-Kahfi: 30)

Pesan Penutup: Pulanglah ke Sajadahmu

Jika dunia membuatmu letih, pulanglah ke sajadah. Jika hatimu sesak oleh beban, berlututlah dan adukan semuanya kepada Allah. Jika engkau merasa sendiri, ingatlah bahwa Allah SWT selalu menantimu — di sepertiga malam terakhir, di ujung sajadah yang basah oleh air mata.

Karena sejatinya, di ujung sajadah-lah kita menemukan arti kehidupan. (Tengku Iskandar, M.Pd.)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement