Nasional
Beranda » Berita » Ketika Minoritas Menguasai Ekonomi dan Media

Ketika Minoritas Menguasai Ekonomi dan Media

Gambar Ilustrasi Naga atau 9 Naga Yang Menguasai Ekonomi Indonesia
Gambar Ilustrasi Naga atau 9 Naga Yang Menguasai Ekonomi Indonesia

SURAU.CO-Fenomena ketika minoritas menguasai ekonomi dan media terjadi di banyak negara. Meskipun berjumlah kecil, kelompok ini berhasil mendominasi sektor strategis. Ketika minoritas menguasai ekonomi dan media, berbagai dinamika sosial muncul—dari persepsi ketimpangan hingga kecemburuan kolektif.

Di Indonesia, publik sering membahas dominasi etnis tertentu dalam perdagangan dan jaringan media. Di Amerika Serikat, banyak orang menyoroti peran komunitas Yahudi dalam industri perfilman dan televisi. Pertanyaannya: bagaimana kelompok kecil ini mampu menguasai ruang-ruang vital tersebut?

Strategi Minoritas Taklukkan Ekonomi dan Perdagangan

Sejarah mencatat bahwa banyak kelompok minoritas memilih jalur ekonomi untuk bertahan. Keterbatasan akses politik mendorong mereka fokus pada perdagangan, perbankan, dan jasa.

Diaspora Tionghoa di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, Malaysia, dan Filipina, menunjukkan pola yang konsisten. Mereka menekankan pendidikan finansial, membangun jaringan internasional, serta menjaga nilai-nilai kekeluargaan dalam bisnis. Semua ini memperkuat fondasi ekonomi dan memperluas pengaruh mereka, meski tak memiliki kekuasaan politik formal.

Media Dikuasai Minoritas untuk Pengaruh Narasi

Kelompok minoritas tak hanya unggul dalam ekonomi, tetapi juga menguasai media. Mereka mengelola koran, stasiun TV, hingga platform digital untuk membentuk opini publik.

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

Di negara maju, sejumlah pemilik media besar berasal dari kelompok etnis atau agama tertentu. Mereka menentukan isu utama, memilih narasi, dan bahkan mengarahkan wacana politik. Melalui media, mereka membentuk persepsi masyarakat tanpa harus duduk di kursi pemerintahan.

Ketimpangan Sosial Akibat Dominasi Ekonomi dan Media

Dominasi ini sering memicu kecemburuan sosial. Banyak politisi memanfaatkan sentimen tersebut untuk menggalang dukungan.

Dalam pelatihan lintas budaya yang pernah saya ikuti, saya menyaksikan bagaimana persepsi dominasi menciptakan ketegangan. Bukan karena perbedaan nilai, tetapi karena rasa tidak adil. Ketika satu kelompok terlihat terlalu berkuasa, kecurigaan mulai tumbuh, lalu melahirkan stereotipe negatif.

Perluasan Akses dan Literasi Media sebagai Solusi

Pemerintah perlu memperluas akses pendidikan, modal usaha, dan teknologi bagi semua kelompok. Pendekatan ini mendorong persaingan sehat dan mencegah ketimpangan struktural.

Di sisi lain, masyarakat harus memperkuat literasi media. Dengan kemampuan berpikir kritis, publik bisa menilai informasi secara objektif dan menolak narasi yang bias atau menyesatkan. Langkah ini sangat penting untuk menjaga harmoni sosial.

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

Dominasi Minoritas: Cermin atau Ancaman?

Mayoritas bisa belajar dari etos kerja dan strategi minoritas. Mereka berhasil karena kerja keras, bukan semata-mata karena hak istimewa.

Daripada merasa terancam, masyarakat luas bisa meniru disiplin mereka dalam mengelola waktu, modal, dan peluang. Dunia modern tidak lagi menilai dari jumlah, tapi dari daya saing dan kapasitas inovatif.

Ketika minoritas menguasai ekonomi dan media, masyarakat perlu melihatnya sebagai refleksi dari kekuatan strategi, etos kerja, dan kemampuan beradaptasi. Dominasi ini tidak selalu mencerminkan ketidakadilan, tetapi bisa menjadi peluang bagi kelompok lain untuk belajar, berkembang, dan bersaing secara sehat. Negara wajib menjamin keadilan akses dalam pendidikan, ekonomi, serta informasi agar tidak terjadi ketimpangan mencolok yang memicu konflik sosial. Di sisi lain, masyarakat harus membekali diri dengan literasi media dan ekonomi agar tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang menyesatkan.

Penting juga bagi para pemuka agama, pendidik, dan tokoh masyarakat untuk membimbing publik agar tidak terjebak dalam prasangka dan sentimen negatif. Persatuan hanya akan tumbuh jika semua pihak memahami peran masing-masing dan bersedia membangun jembatan dialog. Keberagaman yang dikelola dengan bijak menciptakan stabilitas nasional, sedangkan kecemburuan sosial yang dibiarkan akan melahirkan konflik horizontal. Dengan kesadaran kolektif, dominasi kelompok kecil justru dapat mendorong lahirnya masyarakat yang lebih adil, kritis, dan berdaya saing. (Hen)

Banjir Peminat, Kemenag Tambah Madrasah Aliyah Unggulan

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement