Khazanah
Beranda » Berita » Turutan, Masihkah Relevan untuk Zaman Sekarang? Simak Ulasannya Berikut Ini!

Turutan, Masihkah Relevan untuk Zaman Sekarang? Simak Ulasannya Berikut Ini!

turutan masihkah relevan dengan perkembangan zaman

Turutan pada zaman sekarang mungkin sudah tidak sepopuler metode membaca Al-Qur’an yang lain. Namun, di beberapa daerah di Indonesia, metode ini masih dipergunakan. Ya, sebagai sarana belajar mengenal huruf hijaiyah sebelum membaca Al-Qur’an yang sesungguhnya.

Penulis sendiri termasuk beruntung. Karena pernah belajar dengan metode tersebut pada awal belajar Al-Qur’an. Pembelajaran setiap bakda salat Magrib di Langgar Al-Fatah, Kwatangan, Gilangharjo, Pandak, Bantul. Peristiwa itu terjadi sektar tahun 80-an.

Ingatan penulis pun melayang saat bersama teman-teman kecil dulu antre mengaji. Dibandingkan nama metodenya, penulis dan teman-teman lebih suka menyebutnya mengaji Turutan alias mengaji Juz Amma.

Nama Juz Amma sendiri kurang populer. Kalah dengan nama Turutan itu sendiri. Zaman itu kalau mengaji Turutan otomatis langsung merujuk ke Juz Amma alias Juz 30 dari Al-Qur’an.

Asal Kata Turutan

Kata ini berasal dari kata turut dan mendapat tambahan an. Maknanya adalah

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

  1. Barang apa yang diturut (dicontoh); contoh; teladan; (orang) yang diturut
  2. Sesuatu yang berturut-turut
  3. Sesuatu yang turut (ikut)
  4. Juz Amma

Penamaan ini mengacu kepada akar kata tutur-urutan yang dilafalkan menjadi turutan. Alasannya

  1. Tutur karena titik tekan aksara Arab adalah benar dalam membunyikan dan melafalkan huruf, bukan sekadar tahu bacaan huruf.

Selain itu, dikatakan tutur karena bacaan murid harus sama dengan contoh bacaan guru.

Metode ini menekankan talaqqi, yakni bertemunya murid dengan gurunya. Bisa jadi murid tahu bacaan huruf. Namun, belum sama dengan cara baca gurunya. Sehingga jika belum sama dengan bacaan gurunya dianggap belum lulus.

  1. Penamaan urutan karena materi yang tersistematisasi. Mulai dari huruf per huruf, vokal per vokal, dan seterusnya. Murid belajar bertahap. Tidak ada sistem akselerasi bacaan (meloncat dari materi satu yang paling rendah langsung ke materi yang lebih tinggi. Meskipun sang murid sangat cerdas dan sudah tahu huruf.
  2. Membaca berurutan.

Guru mengawali sebuah bacaan, kemudian murid menirukan. Guru tidak hanya menyimak bacaan. Namun, memberikan contoh yang pas dan benar.

Cara ini tidak mengurangi keaktifan seorang murid. Namun, sebaliknya. justru antara murid dan guru terjadi hubungan yang aktif. Bahkan seorang guru dituntut untuk hadir baik secara fisik maupun spiritnya.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Nama Lain Turutan

Selain menggunakan istilah ini, di Tanah Melayu, mengenal istilah Mengkadam atau Menghadam atau Muqodam. Artinya pendahuluan atau sesuatu yang dikerjakan di awal. Penamaan ini karena pembelajarannya pada awal pembelajaran sebelum masuk pembelajaran membaca Al-Qur’an.

Masyrakat Jawa dan Sumatera lebih mengenal metode ini dengan nama Alif-Alifan. Istilah ini merujuk kepada huruf pertama hijaiyah, yakni alif.

Sebutan paling masyhur dari metode ini adalah Kaidah Baghdadiyah. Penamaan ini merujuk kepada ibukota kekhalifahan Bani Abbasiyah, yakni Kota Baghdad.

Sejarah Turutan

Sebelum terkenal dengan metode ini, ada baiknya mengetahui Kaidah Baghdadi nama lain dari metode ini. Metode ini dianggap sebagai metode membaca Al-Qur;an tertua di dunia. Meskipun belum tahu siapa yang membawa metode ini ke Nusantara. Tidak ada literatur yang secara pasti menyebut pembawanya.

Namun, sebagian orang berpendapat, penyusun metode ini adalah Abu Mansyur Hifidzul Fikri Al-Baghdadi pada 376 H atau kisaran 1009 M atau Abu Mansur Abdul Qadir Baghdadi.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Sebagian lagi menyebut Imam Al-Khatib Al-Baghdadi w. 46 H. Namun, sumber berita ini juga tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya. Karena dalam daftar nama-nama karya tulis Imam al-Khatib al-Baghdadi tidak terdapat metode ini.

Dalam Serat Centhini, salah satu karya sastra klasik Jawa karya Ronggowarsito, juga menyebutkan nama ini. Menurut Serat Centhini, kata Turutan merujuk kepada kitab panduan cara membaca huruf hijaiyah. Panduan ini merupakan tradisi pengajian anak-anak.

Dalam salah satu fragmen, Serat Centhini menyebutkan kebiasaan orang Jawa setelah matahari terbenam. Anak-anak akan berkumpul di langgar untuk mengaji turutan. Setelah selesai mengaji satu per satu anak-anak tidak langsung pulang. Mereka melanjutkan membaca sendiri kitab ini hingga semua anak selesai mengaji.

Di Undaan Kidul, Kudus, dulu (tahun 80-an) menurut cerita kerabat, sebelum magrib, anak-anak sudah mengantre mengaji menggunakan turutan. Jadi, kitabnya ditumpuk terlebih dulu. Kemudian anak-anak bermain di depan langgar hingga azan magrib berkumandang. Urutan pemanggilan murid, mulai dari kitab yang paling bawah. Tentu saja sebelum berangkat mengaji, anak-anak sudah mandi dan berpakaian rapi.

Sedangkan di Bantul, dulu penulis mengaji dengan cara antre berbaris memanjang. Bagi yang datang duluan, mendapatkan giliran pertama mengaji.

Dalam Ensiklopedia Metode Baca Al-Qur’an di Indonesia (2022), Abdul Rasyid dan Muhammad Ulin Nuha menjelaskan bahwa turutan berarti sesuatu yang diturut dan dicontoh atau sesuai yang dibaca secara berurutan.

Metode Baghdadi atau Turutan

Materi dalam metode ini terbagi menjadi 17 materi. Pembelajaran Al-Quran. Mulai dari tingkat dasar hingga pembelajaran membaca satu rangkaian huruf panjang.

Ciri khas metode ini adalah pengenalah huruf hijaiyah. Mulai dari alif, ba, ta, dan seterusnya. Kemudian huruf hijaiyah dengan harakat fathah, kasrah, dan dlommah dengan cara mengeja satu per satu. Terakhir ditutup dengan Juz 30 sebagai sarana latihan sebelum masuk membaca Al-Qur’an.

Sistem Pembelajaran

Eja adalah sistem yang digunakan dalam metode ini. Sistem yang menjadi induk dari seluruh metode Baca Tulis Qur’an (BTQ) di Indonesia. Mereka menerapkan sistem eja pada pembelajaran Al-Qur’an di kemudian hari.

Metode ini (Baghdadi) tersebar luas di seluruh penjuru dunia, tidak hanya di Indonesia. Secara khusus, tercatat sebagai metode pembelajaran Al-Quran yang paling banyak digunakan di Indonesia dan negara sekitarnya, seperti Thailand, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Bahkan negara-negara Timu Tengah juga menggunakan metode ini. Yakni, Mesir dan Irak. Mereka menggunakan metode ini untuk pembelajaran Al-Qur’an tingkat dasar.

Keunggulan Turutan

Metode ini hadir dengan keunggulan, yakni

  1. Metode yang lebih jelas

        Metode ini memberikan struktur yang jelas dan teratur sehingga murid bisa memahami dengan mudah.

  1. Pola bacaan yang unik
  2. Pengenalan huruf hijaiyah
  3. Murid menghafal huruf hijaiyah
  4. Penguatan memori santri

Adanya pengulangan membuat metide ini bisa mneguatkan memori murid.

  1. Menekankan keterampilan mengeja
  2. Penguatan dasar tajwid
  3. Langsung praktek

Murid akan menerapkan langsung apa yang dicontohkan oleh sang guru.

  1. Meningkatkan kefasihan

Karena metode ini mempelajari hruuf per huruf. Sehingga pelafalan huruf akan pas seperti bacaan sang guru.

  1. Membangun murid disiplin

Turutan dalam Dunia Digital

Perkembangan zaman memang tidak bisa dipungkiri. Era nirkertas memang membuat orang tidak lagi memegang buku dalam bentuk fisik. Begitu juga dengan kitab turutan ini.

Kitab ini sudah bisa tersedia dalam bentuk PDF. Meskipun penulis lebih suka memegang turutan dalam bentuk fisik. Alasananya karena bau kertas itu bisa membuat candu sehingga mau terus membukanya.

Selain itu, demi menjaga keklasikan metode ini, penggunaan kertas jauh lebih enak dan tidak perlu menggunakan daya listrik sebagai kekuatannya.

Dewasa ini memang sudah banyak video yang tersedia  di YouTube ataupun media sosial lainnya terkait penerapan metode ini. Jadi, tinggal menggunakan kata kuni “turutan” pembaca dapat menemukannya.

Masihkah Relevan dengan Perkembangan Zaman

Zaman serba teknologi seperti sekarang, apakah metode Turutan masih relevan? Menurut penulis, masih sangat relevan. Karena metode ini mengenalkan huruf hijaiyah dengan cara yang sangat sederhana. Selain huruf hijaiyah, pengenalan harakat dan tanda baca sebagai dasar untuk membaca Al-Qur;an.

Di samping itu, metode ini juga mengenalkan Tajwid (cara membaca Al-Qur’an dengan benar) secara bertahap sehingga murid tidak terbebani dengan Ilmu Tajwid yang rumit.

Orang yang bisa membaca Al-Qur’an akan terus terpakai sepanjang zaman. Karena keterampilan ini tidak semua orang bisa melakukannya. Terlebih membaca Al-Qur’an dengan benar sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw..


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement