SURAU.CO-Doa atau obat sering muncul sebagai dilema saat pasien Muslim tiba di UGD. Banyak keluarga mengutamakan doa terlebih dahulu sebelum tindakan medis dilakukan. Dilema ini muncul karena kepercayaan spiritual bertemu dengan urgensi medis yang menuntut kecepatan. UGD bukan sekadar ruang tindakan, tetapi tempat pertarungan antara iman dan ilmu berlangsung dalam waktu yang sangat sempit.
Fenomena ini terjadi bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara mayoritas Muslim seperti Pakistan, Mesir, hingga komunitas diaspora di Eropa dan Amerika. Untuk itu, kita perlu memahami konflik ini dari sisi medis dan spiritual secara menyeluruh.
Peran Doa dan Obat dalam Kepercayaan Pasien Muslim
Pasien Muslim meyakini bahwa doa memiliki kekuatan penyembuhan sejajar dengan pengobatan medis. Mereka memandang doa sebagai bagian dari ikhtiar, bukan pelengkap. Dalam situasi kritis, keluarga sering meminta waktu untuk membaca ayat Al-Qur’an atau menunggu ustaz datang.
Namun, bagi dokter di UGD, setiap detik sangat berharga. Penundaan bisa memperburuk kondisi pasien. Di sinilah tantangannya muncul: apakah waktu yang digunakan untuk doa mengorbankan kesempatan hidup?
Beberapa keluarga menganggap tindakan medis sebagai gangguan terhadap proses spiritual. Padahal, Islam mendorong umatnya untuk berikhtiar secara maksimal, termasuk melalui pengobatan. Justru mengabaikan tindakan medis bisa bertentangan dengan nilai Islam tentang menjaga kehidupan.
Dokter, Etika Medis, dan Keputusan Mendesak
Dokter UGD bekerja dalam tekanan tinggi. Mereka harus mengambil keputusan cepat, sambil tetap menghormati keyakinan pasien. Etika medis mengharuskan mereka memberikan yang terbaik, sekaligus menghindari tindakan yang membahayakan.
Seorang pasien stroke, misalnya, butuh penanganan dalam waktu kurang dari 4,5 jam. Jika keluarga meminta jeda untuk doa tanpa batas waktu, dokter menghadapi dilema besar. Menunggu terlalu lama bisa memperburuk kondisi pasien.
Untuk itu, beberapa rumah sakit mulai menyediakan layanan pendampingan spiritual. Pendamping rohani mendampingi keluarga, menjelaskan bahwa tindakan medis sejalan dengan nilai agama. Dengan cara ini, dokter bisa tetap bekerja sesuai standar, dan keluarga merasa dihargai secara spiritual.

RSUD-dr.-Iskak-Sediakan-Layanan-Doa-Untuk-Pasien
Pandangan Islam: Usaha Medis Adalah Ibadah
Islam tidak pernah melarang pengobatan. Rasulullah SAW sendiri bersabda, “Berobatlah kalian, karena Allah tidak menciptakan penyakit tanpa menciptakan obatnya.” (HR Abu Dawud). Artinya, ikhtiar melalui pengobatan termasuk bagian dari ajaran Islam.
Konsep tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha. Justru Islam mendorong umatnya untuk mencari pengobatan, lalu berserah diri kepada Allah. Dalam fikih darurat, ulama juga membolehkan tindakan medis segera, bahkan tanpa persetujuan, jika kondisi pasien mengancam nyawa.
Ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf al-Qaradawi menegaskan bahwa pengobatan darurat adalah tanggung jawab kolektif. Artinya, dokter boleh dan wajib bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
Peran Edukasi dalam Mengurangi Dilema
Konflik antara doa dan obat sering muncul karena kurangnya edukasi. Keluarga pasien tidak selalu memahami bahwa tindakan medis bukan lawan dari doa. Dengan memberikan pemahaman secara perlahan, keluarga bisa menerima bahwa keduanya bisa berjalan bersamaan.
Petugas UGD juga perlu memahami nilai budaya dan agama pasien. Beberapa rumah sakit seperti RS PKU Muhammadiyah dan RS Islam Jakarta sudah mengintegrasikan nilai-nilai agama ke dalam SOP mereka. Mereka menyediakan ruangan doa, membolehkan pendamping rohani hadir di UGD, dan melibatkan tokoh agama dalam kasus sensitif.
Komunikasi yang baik bisa mencegah konflik. Ketika dokter menjelaskan manfaat tindakan medis secara jelas dan empatik, keluarga akan lebih terbuka. Apalagi jika pendekatan itu memperhatikan nilai-nilai spiritual.
Doa atau obat tidak seharusnya dipilih salah satu. Pasien Muslim bisa mendapatkan keduanya tanpa harus mengorbankan keselamatan. Kunci utamanya terletak pada komunikasi, empati, dan edukasi yang saling menghargai. Dalam Islam, menyelamatkan jiwa termasuk ibadah tertinggi. Maka, tindakan medis yang tepat waktu bukan hanya tugas profesional, tetapi juga bagian dari amal ibadah. (Hen)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
