SURAU.CO-Etika berkendara dalam Islam memegang peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang mengabaikannya, padahal ajaran ini mencerminkan keimanan, tanggung jawab, dan kepedulian seorang Muslim terhadap sesama. Islam tidak membiarkan aktivitas apa pun lepas dari nilai moral, termasuk saat berada di jalan raya.
Saat seorang Muslim berkendara, ia menjalankan amanah. Aktivitas itu bisa bernilai ibadah bila diniatkan dengan benar dan disertai akhlak yang baik. Karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami etika dan adab dalam berkendara sesuai ajaran Rasulullah ﷺ.
Adab Berkendara: Cerminan Tanggung Jawab Seorang Muslim
Adab saat mengemudi menunjukkan sejauh mana seseorang memahami tanggung jawabnya. Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Seorang Muslim adalah orang yang tidak mengganggu Muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari). Prinsip itu berlaku juga di jalan raya.
Menghormati pengendara lain, menghindari klakson berlebihan, dan mematuhi rambu lalu lintas menjadi bentuk pengamalan sabda Nabi. Pengendara yang sabar dalam kemacetan, tidak menyerobot antrean, dan memberi jalan kepada pejalan kaki telah menunjukkan sikap Islam yang sejati.
Akhlak Berkendara: Menebar Kebaikan di Jalan Raya
Banyak orang lupa bahwa perilaku di jalan mencerminkan isi hati. Akhlak baik tak cukup ditunjukkan di masjid, tapi juga perlu tampak saat mengemudi. Niatkan perjalanan untuk tujuan mulia—bekerja, menolong keluarga, menuntut ilmu—dan bawa akhlak Nabi di dalamnya.
Pengendara Muslim bisa menunjukkan kasih sayang dengan menolong pengguna jalan yang mengalami kesulitan. Senyum, isyarat ramah, atau sekadar menghindari kata kasar sudah cukup untuk memperbaiki suasana jalan. Allah menyebut dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat: 10). Saudara di jalan juga layak dihormati.
Sunnah Berkendara dan Doa Sebelum Bepergian
Sebelum memulai perjalanan, Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk membaca doa safar. Doa itu bukan sekadar bacaan, melainkan pengakuan bahwa hanya Allah yang memberi keselamatan.
“Subhanalladzi sakhkhara lana hadza wama kunna lahu muqrinin. Wa inna ila Rabbina lamunqalibun.” (QS. Az-Zukhruf: 13–14)
Muslim yang mengucapkan doa safar mengingat bahwa hidup dan mati berada di tangan Allah. Selain itu, memeriksa kendaraan, mengenakan helm, dan menghindari penggunaan ponsel saat berkendara juga menjadi bentuk tanggung jawab. Semua itu menunjukkan kepatuhan terhadap nilai keselamatan dalam Islam.

Pasangan Muslim sedang mengendarai mobilnya
Jalanan Sebagai Ladang Amal dan Dakwah
Jalan bukan hanya tempat lalu lintas, tapi juga arena amal. Sikap sabar saat macet, tidak marah ketika disalip, dan bersikap sopan dalam antrean bisa menjadi amal kebaikan. Setiap tindakan kecil yang mengurangi kerugian orang lain di jalan bernilai pahala.
Banyak pengendara lupa bahwa akhlak baik bisa menjadi bentuk dakwah. Dengan menunjukkan perilaku terpuji, seorang Muslim telah berdakwah tanpa kata-kata. Jalanan yang penuh dengan akhlak Islami akan terasa lebih nyaman dan aman bagi semua.
Keselamatan sebagai Amanah
Setiap Muslim memegang amanah atas tubuh dan kendaraannya. Ketika seseorang lalai memeriksa kondisi rem atau mengendarai motor secara ekstrem, ia sedang mengabaikan amanah itu. Dalam Islam, tanggung jawab tidak bisa ditawar.
Setiap kecelakaan yang terjadi karena kelalaian bisa berdampak pada keselamatan orang lain. Karena itu, menjaga kondisi kendaraan dan mengikuti aturan lalu lintas bukan hanya kewajiban sosial, tapi juga ibadah yang menunjukkan keimanan.
Mengemudi dalam Islam bukan sekadar soal teknis, tetapi mencerminkan siapa kita sebenarnya. Jalan bisa menjadi tempat menebar rahmat atau sebaliknya, tergantung niat dan perilaku kita. Mari jadikan setiap perjalanan sebagai ladang amal dengan adab dan akhlak yang mencerminkan nilai-nilai Islam.(Hendri Hasyim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
