SURAU.CO-Kisah guru honorer yang menyulap surau jadi perpustakaan telah menjadi simbol kekuatan semangat di tengah keterbatasan. Kisah guru honorer yang menyulap surau jadi perpustakaan bukan sekadar cerita, tetapi bentuk nyata cinta terhadap pendidikan.
Pak Ahmad, seorang guru honorer dari desa terpencil di Sumatra Barat, melihat anak-anak bermain di sekitar surau tanpa akses terhadap bahan bacaan. Ia pun mengambil inisiatif. Dengan tangan sendiri, ia membersihkan surau tua di dekat rumahnya. Ia menyusun rak sederhana dari kayu bekas, dan mulai mengumpulkan buku dari donatur dan pasar loak.
Perjuangan Guru Honorer dan Kecintaan pada Literasi
Perjuangan guru honorer dan kecintaan pada literasi berjalan beriringan dalam langkah Pak Ahmad.
Dengan penghasilan minim, ia tetap mengajar penuh semangat. Pagi untuk sekolah, sore untuk perpustakaan. Meski lelah, ia merasa gembira saat melihat anak-anak membaca dengan antusias.
Pak Ahmad juga mengetuk rumah-rumah warga, mengajak mereka menyumbang buku atau sekadar mampir membaca. Ia yakin, jika anak-anak mengenal buku, mereka bisa bermimpi lebih tinggi. Dari halaman surau itulah, tumbuh cita-cita dan rasa ingin tahu.
Surau dan Transformasi Pendidikan di Pedesaan
Surau dan transformasi pendidikan menjadi dua hal yang kini saling menguatkan.
Dulu surau hanya digunakan untuk salat dan pengajian. Sekarang, ia menjadi tempat belajar terbuka. Anak-anak belajar mengeja, mendengarkan dongeng, hingga menyalin puisi. Suasana berubah menjadi hidup dan penuh semangat.
Para orang tua juga mulai tertarik. Mereka duduk di tikar, membaca majalah Islami atau koran lama. Hubungan antara generasi muda dan tua menjadi lebih hangat. Semua dimulai dari rak-rak buku sederhana dan niat yang tulus.

Gambar Ilustrasi Perpustakaan Surau
Minim Fasilitas dan Harapan kepada Pemerintah
Minim fasilitas dan harapan kepada pemerintah masih menjadi tantangan nyata.
Perpustakaan mini ini belum memiliki penerangan yang baik. Saat malam tiba, anak-anak harus pulang lebih awal. Koleksi buku pun terbatas, sebagian sudah usang. Pak Ahmad berharap, pemerintah dan lembaga pendidikan bisa menyalurkan bantuan langsung ke gerakan seperti ini.
Tak harus bantuan besar. Satu kotak buku, beberapa lampu belajar, atau tikar baru sudah sangat berarti. Jika inisiatif seperti ini mendapat dukungan, akan semakin banyak desa yang memiliki pusat literasi rakyat.
Komunitas dan Masa Depan Literasi Berbasis Surau
Komunitas dan masa depan literasi berbasis surau bisa berkembang bila dikelola bersama.
Kini, beberapa mahasiswa yang pulang kampung ikut terlibat. Mereka mengajar, mendongeng, atau membawa koneksi internet portable agar anak-anak bisa mencari informasi daring. Warga pun ikut menyumbang makanan ringan setiap sore sebagai bentuk dukungan.
Surau tersebut perlahan bertransformasi menjadi pusat kegiatan literasi desa. Ke depan, Pak Ahmad berencana membuat kelas pelatihan membaca Al-Qur’an terpadu dengan literasi umum. Ia ingin menunjukkan bahwa pendidikan agama dan ilmu pengetahuan bisa berjalan bersama.
Dari Surau, Tumbuh Harapan Baru
Kisah guru honorer yang menyulap surau jadi perpustakaan adalah potret sederhana, namun menggugah. Ini tentang seseorang yang tidak menyerah pada keadaan, dan memilih menyalakan cahaya kecil di tengah gelapnya keterbatasan.
Semoga kisah ini menginspirasi lebih banyak orang. Karena dari surau, bisa tumbuh harapan. Dari harapan, bisa lahir masa depan yang cerah.
Dan siapa tahu, suatu saat perpustakaan ini akan melahirkan penulis, pemimpin, atau pemikir besar dari desa kecil yang dulu nyaris terlupakan. Karena setiap halaman buku yang dibaca, menyimpan kemungkinan besar untuk perubahan. (Hen)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
