Pendidikan
Beranda » Berita » Empat Pilar Ilmu yang Kokoh: Refleksi dari Perkataan Imam Al-Baghawi.

Empat Pilar Ilmu yang Kokoh: Refleksi dari Perkataan Imam Al-Baghawi.

Empat Pilar Ilmu yang Kokoh: Refleksi dari Perkataan Imam Al-Baghawi.

Empat Pilar Ilmu yang Kokoh: Refleksi dari Perkataan Imam Al-Baghawi.

 

Di tengah lautan ilmu dan derasnya informasi, umat Islam butuh peneguhan: bukan sekadar banyaknya data atau hafalan, tapi kekokohan dalam ilmu. Imam Al-Baghawi rahimahullah memberikan rumus emas untuk mengenali siapa sejatinya rasikh fil ‘ilm (orang yang kokoh dalam ilmu). Dalam Tafsir Al-Baghawi (1/325), beliau menyebut empat ciri utama orang yang ilmunya benar-benar kokoh:

“Dikatakan bahwa orang yang kokoh dalam ilmu adalah orang yang memiliki empat perkara dalam ilmunya:

  1. Takwa antara dirinya dengan Allah
  2. Tawadhu antara dirinya dengan manusia
  3. Zuhud antara dirinya dengan dunia
  4. Mujahadah antara dirinya dengan nafsunya.”

Ini bukan sekadar teori—tapi jalan hidup, fondasi spiritual, dan etika seorang penuntut ilmu sejati. Mari kita renungkan satu per satu.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

1. Takwa antara dirinya dengan Allah

Ilmu yang tidak melahirkan ketakwaan adalah fatamorgana. Allah Ta’ala berfirman:

> “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28)

Takwa adalah buah dari ilmu yang benar. Orang yang semakin berilmu, semestinya semakin khusyuk, semakin berhati-hati dalam berkata, dan lebih jujur dalam bertindak. Ia sadar bahwa setiap pengetahuannya akan dimintai pertanggungjawaban.

Takwa juga berarti menjadikan Allah sebagai saksi utama dalam perjalanan menuntut dan mengajarkan ilmu. Seorang yang kokoh dalam ilmu tidak menjadikan ilmunya sebagai alat popularitas atau kendaraan duniawi, melainkan sebagai jalan untuk semakin dekat kepada-Nya.

2. Tawadhu antara dirinya dengan manusia

Tawadhu adalah buah dari kesadaran bahwa ilmu hanyalah titipan Allah. Siapa pun yang merasa “sudah tahu segalanya” sejatinya telah kehilangan ruh ilmu. Rasulullah ﷺ bersabda:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

> “Barang siapa merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya.”
(HR. Muslim)

Tawadhu berarti membuka ruang dialog, tidak merasa paling benar, tidak meremehkan yang awam, dan tidak menganggap rendah yang belum mengerti. Tawadhu juga tercermin dalam cara seseorang bersikap kepada guru, murid, orang tua, bahkan kepada anak-anak.

Orang yang kokoh dalam ilmu tidak silau dengan gelar atau panggilan. Ia paham bahwa ilmu bukan untuk disombongkan, tapi untuk dikhidmatkan.

3. Zuhud antara dirinya dengan dunia

Zuhud bukan berarti anti-dunia, tetapi menempatkan dunia di tangan, bukan di hati. Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya: “Apakah orang yang zuhud itu tidak memiliki apa-apa?” Beliau menjawab: “Zuhud bukan tidak memiliki, tetapi tidak tergantung.”

Ilmu yang kokoh tidak akan menjadikan pemiliknya rakus terhadap harta, jabatan, atau pujian. Bahkan jika datang semua itu, ia tetap menjaga diri agar tidak larut dan kehilangan tujuan utama: keridaan Allah.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Zuhud juga menjaga keikhlasan. Orang yang zuhud tidak menjual fatwa untuk memenuhi selera penguasa, tidak merusak integritas ilmu demi kenyamanan pribadi, dan tidak menjadikan mimbar sebagai alat provokasi atau komoditas.

4. Mujahadah antara dirinya dengan nafsunya

Inilah medan jihad paling panjang: melawan diri sendiri. Seorang penuntut ilmu harus sabar, ikhlas, dan terus menundukkan hawa nafsunya. Ia berjuang melawan kemalasan, ujub, sum’ah (pamer), dan riya.

Imam Syafi’i pernah berkata:

“Ilmu tidak akan diberikan kepada orang yang hidupnya santai dan tidak bersungguh-sungguh.”

Mujahadah menuntut disiplin: bangun di sepertiga malam, menahan kantuk untuk membaca, melawan malas untuk menulis, menjaga lisan dari debat kusir, dan membiasakan adab dalam semua interaksi ilmiah.

Orang yang kokoh dalam ilmu sadar bahwa musuh terbesarnya adalah dirinya sendiri. Mujahadah adalah penempaan batin yang membentuk karakter seorang alim sejati.

Mengapa Empat Hal Ini Penting?

Keempat nilai ini adalah filter utama untuk membedakan mana ilmu yang bermanfaat dan mana yang hanya ilusi. Dalam era digital saat ini, kita melihat banyak orang berbicara agama, menukil dalil, dan tampil seolah berilmu. Namun, apakah itu melahirkan takwa, tawadhu, zuhud, dan mujahadah?

Kalau tidak, bisa jadi itu bukan rasikh fil ‘ilm, melainkan hanya ahli bicara.
Menjadi ‘Rasikh fil ‘Ilm’ dalam Dunia Hari Ini

Perkataan Imam Al-Baghawi sangat relevan untuk membentuk pribadi penuntut ilmu yang tangguh di era fitnah ini. Seorang dai, ustaz, guru, atau pelajar agama harus selalu memeriksa empat hal ini dalam dirinya:

Apakah aku bertambah takut kepada Allah setelah bertambah ilmu?
Apakah aku semakin rendah hati dan menghargai orang lain?
Apakah aku tetap menjaga hati dari cinta dunia yang berlebihan?
Apakah aku terus berjuang melawan nafsuku yang suka dipuji dan dilihat?
Jika jawabannya masih samar, berarti proses belajar belum selesai. Kita belum sampai pada derajat rasikh (kokoh).

Penutup: Pesan untuk Penuntut dan Pengajar Ilmu

Ilmu adalah cahaya. Tapi cahaya bisa menyilaukan jika tidak dibingkai dengan adab dan spiritualitas. Banyak yang tersesat bukan karena kurang ilmu, tetapi karena kehilangan arah dalam ilmu.

Marilah kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita penuntut ilmu yang bertakwa, guru yang tawadhu, dai yang zuhud, dan pribadi yang terus bermujahadah. Karena kemuliaan ilmu bukan pada banyaknya kitab yang dikhatamkan, tapi pada keikhlasan dan akhlak yang dipancarkan.

Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Barang siapa dikehendaki oleh Allah kebaikan, maka Dia akan memahamkan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin. Daarul Qur’an was-Sunnah. (Marwan Hadidi, Lc. M.Pd.I/Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement